Konflik Partai Demokrat
Demokrat AHY Cemas Digugat Kader Pecatan ke PTUN, Disebut Ganggu Proses Pilpres 2024
Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mulai cemas saat mantan kader menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
SURYA.co.id | JAKARTA - Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mulai cemas saat mantan kader menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Gugatan tersebut terkait keputusan SK Menteri Hukum HAM (Menkumham) hasil kongres Partai Demokrat ke lima tahun 2020.
Kecemasan itu dianggap beralasan karena diprediksi akan menganggu proses pemilihan presiden (Pilpres) 2024 yang akan dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Yakni akan menganggu proses verifikasi partai politik.
Kecemasan itu diungkapkan oleh seorang anggota kuasa hukum Partai Demokrat AHY, Bambang Widjojanto kepada awak media di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (21/10/2021).
Sekdar diketahui, mantan kader Partai Demokrat melayangkan gugatan ke PTUN dengan nomor perkara 154/G/2021/PTUN-JKT.
"Jadi yang saya khawatirkan adalah ini (gugatan) sedang mencari-cari (hambatan) apalagi sebentar lagi kita akan menghadapi apa yang disebut dengan verifikasi partai politik," kata Bambang.
Mantan Wakil Ketua KPK ini menilai, langkah gugatan ini juga berpotensi dapat mengganggu kestabilan partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini. Sebab, upaya seperti ini bisa dilakukan siapapun untuk membuat partai politik tidak stabil.
"Apakah ini cara untuk men-destabilisasi (membuat tidak stabil Partai) proses yang sedang berjalan," kata dia.
Pria yang akrab disapa BW itu akan mendengarkan seluruh keterangan ahli yang dihadirkan penggugat dalam hal ini mantan kader Partai Demokrat pada sidang hari ini.
Kata dia, nantinya Partai Demokrat akan menyikapi pernyataan tersebut yang dinilainya tidak memiliki legal standing.
"Kalau ada ahli yang mencoba-coba menawarkan argumen dan itu merusak sistem demokrasi maka sebenarnya ini akan menyebabkan, tidak hanya berhadapan dengan Demokrat dia sedang berhadapan dengan publik dan berhadapan dengan masyarakat dan partai politik lain," katanya.
"Apalagi kalau ini dibiarkan terus-menerus dan ini akan mengganggu seluruh proses demokratisasi yang berjalan," tukasnya.
Niliai gugatan akal-akalan
Bambang juga menyatakan gugatan yang dilayangkan tiga mantan kader Partai Demokrat itu hanya sebuah akal-akalan saja.
Ia mengatakan, mekanisme keputusan atau aturan yang dipakai Kemenkumham untuk mengesahkan hasil kongres tersebut dinilai sudah jelas.
Kata dia, dengan mengajukan gugatan ini maka berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum
"Jadi kalau aturan aturan itu kemudian dichalange melalui persidangan seperti ini, padahal aturan itu aturan yang clear, maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum," kata Bambang saat ditemui awak media di PTUN, Kamis (21/10/2021).
Pria yang karib disapa BW itu menyayangkan langkah mantan kader yang membawa hal ini ke pengadilan.
Sebab kata dia, jika para kader ingin mempersoalkan hasil kongres, seharusnya bisa disampaikan ke mahkamah partai.
"Kalau kau mau mempersoalkan itu waktu nya harus ada. caranya mekanismenya juga harus melakukan keberatan harus mengajukan banding, itu semua aturan," kata dia.
Akan tetapi upaya itu tidak ditempuh oleh para mantan kader yang malah membawanya ke pengadilan.
Padahal kata dia, persoalan yang dibawa ke pengadilan merupakan suatu hal yang bukan main-main.
"Nah, persoalannya itu tidak ditempuh. Jadi, saya menggunakan istilah akal-akalan, nggak bisa pengadilan dipakai untuk akal-akalan bermain main dan ini bisa berbahaya sekali," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota kuasa hukum Partai Demokrat lainnya Heru Widodo, juga menyoroti terkait gugatan pengesahan kongres kelima Partai yang didalamnya juga diatur tentang AD/ART Partai.
Seharusnya kata dia, AD/ART itu dipahami sebagai konsensus produk aturan internal Partai.
Di mana jika ada keberatan dalam pengesahannya harusnya diselesaikan di internal Partai melalui Mahkamah Partai Demokrat.
"Kalau penggugat itu hadir dalam kongres 2020, ternyata di situ tidak ada keberatan, tentunya menjadi pertanyaan. Kenapa baru mempersoalkan sekarang? Itu kan konsensus," ucapnya.
Terlebih kata dia, Mahkamah Partai selalu memberi ruang untuk berdiskusi dan mengevaluasi segala macam aturan atau produk internal partai.
Sehingga seharusnya seluruh kader Demokrat dapat memanfaatkan ruang diskusi tersebut jika ada yang merasa keberatan bukan membuat gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara.
"Kalau pun ada keberatan, ada untuk menyehatkan demokrasi di internal partai, UU Parpol sudah memberikan ruang, yang merupakan kompetisi absolut selesaikan di Mahkamah Partai," kata dia.
"Kalau seandainya enggak puas dengan hasil keputusan Mahkamah Partai, melalui peradilan umum, bukan pengadilan tata usaha negara. Jadi itu dua titik krusial yang nanti akan kita coba tanyakan kepada ahli yang diajukan oleh penggugat," tukasnya.
Sebelumnya, tiga orang mantan kader Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menggugat partai berlambang bintang mercy itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta.
Gugatan dengan nomor perkara 154/G/2021/PTUN-JKT dilayangkan lantaran ketiga kader tersebut menilai terpilihnya AHY sebagai ketua umum pada kongres ke-5 Partai Demokrat tidak sesuai dengan undang-undang partai politik (Parpol). (Tribunnews.com)