Wawancara Eksklusif
CEO Regional VIII/Jawa 3 Bank Mandiri I Gede Raka Arimbawa Ungkap Strategi Tetap Tumbuh saat Pandemi
Pandemi Covid-19 yang berlangsung mulai Maret 2020 menjadi catatan tersendiri bagi I Gede Raka Arimbawa, CEO Regional VIII/Jawa 3 Bank Mandiri.
Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA - Pandemi Covid-19 yang berlangsung mulai Maret 2020 menjadi catatan tersendiri bagi I Gede Raka Arimbawa, CEO Regional VIII/Jawa 3 Bank Mandiri.
Hal itu tak lepas dari penugasannya di wilayah Jawa Timur (Jatim) mulai 9 Maret 2020, dan kemudian harus menghadapi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai 16 Maret 2020. Apalagi saat itu ekonomi mengalami penurunan yang sangat tajam.
"Dan, dalam keseharian saya bekerja di bank baru kali itu hanya mengurus restrukturisasi kredit siang malam, Sabtu-Minggu, dikejar untuk bagaimana merestrukturisasi nasabah-nasabah yang terdampak (pandemi Covid-19)," kata pria kelahiran Tabanan 1973, kepada Direktur Pemberitaan Tribun Network sekaligus Pemimpin Redaksi Harian Surya Febby Mahendra Putra di Kantor Bank Mandiri Jatim, Surabaya, Kamis (30/9/2021).
Namun, lanjutnya, seiring waktu ternyata ekonomi Jatim masih ada napasnya dan tidak sampai mati total.
"Kami pilih fokus kepada yang masih ada napas. Jadi tidak hanya melakukan restrukturisasi yang terdampak, tapi juga fokus tetap ke pengembangan bisnis baru. Apalagi ada support dari pemerintah melalui beberapa kebijakan terkait pandemi," katanya.
Selengkapnya simak wawancara eksklusif dengan I Gede Raka Arimbawa berikut ini.
Bagaimana performa Bank Mandiri Jatim selama pandemi Covid-19 sejak Maret 2020?
Untuk pencapaian Bank Mandiri Regional VIII/Jawa 3 selama pandemi Covid-19, saat awal di Maret 2020, kami kira tidak akan lama. Tapi kenyataannya sudah satu setengah tahun dan belum berakhir sampai dengan saat ini.
Saat awal itu memang ekonomi sudah langsung nancep turun. Dan dalam keseharian saya bekerja di bank baru kali itu hanya mengurus restrukturisasi kredit siang malam, Sabtu Minggu, dikejar untuk bagaimana merestrukturisasi nasabah-nasabah yang terdampak. Dan, memang kenyataannya dampaknya sangat besar, terutama UMKM.
Namun seiring waktu ternyata ekonomi Jatim masih ada napasnya. Tidak sampai mati total. Kami pilih fokus kepada yang masih ada napas.
Jadi tidak hanya melakukan restrukturisasi yang terdampak, tapi juga fokus tetap ke pengembangan bisnis baru. Apalagi ada support dari pemerintah melalui beberapa kebijakan terkait pandemi.
Apa yang dirasakan Pak Gede saat pandemi tersebut, mengingat bersamaan dengan penugasan sebagai CEO Regional VIII/Jawa 3 Bank Mandiri?
Seperti yang saya sampaikan di awal, kami merasa ini nggak akan lama. Ternyata begitu jalan, ternyata serius dan sebagai leader, harus melihat semua persoalan secara jernih.
Kemudian kami mulai memilah dan memilih tindakan apa yang harus kita lakukan. Mana yang akan sulit, mana yang masih bisa di-treatment dan mana yang kemungkinan bisa berkembang.
Selanjutnya melakukan prioritas bisnis, meski secara umum prioritas utama kita adalah tetap menjaga kesehatan dan keselamatan pegawai. Tapi begitu ada peluang bisnis, kami harus seimbangkan.
Selama pandemi, banyak perbankan yang mengalami over likuid atau banyak uang yang tersimpan di bank. Juga pengajuan kredit yang rendah. Seperti apa di Bank Mandiri Jatim?
Secara umum memang over likuid. Karena seperti karakteristik perusahaan, mereka akan melihat peluang dalam mengembangkan bisnisnya. Mereka akan melihat risikonya.
Selama ini duit yang ada bentuknya itu bukan uang. Tapi dalam bentuk stok, bahan baku, dalam bentuk piutang ke pihak ketiga.
Saat pandemi, industri cenderung menghabiskan stok dulu, mengingat permintaan pasar turun. Nantinya bila stok sudah berkurang, tentunya akan kembali produksi.
Tapi saya yakin, tidak lama lagi setelah ini mereka akan digunakan lagi.
Begitu juga dengan kredit, penyaluran juga masih jalan, namun kredit yang existing yang selama ini menggunakan kreditnya untuk berproduksi stop dulu, dan hanya terpakai 10-20 persen dari limit.
Kalau prediksi mungkin saat ini mulai menyeimbangkan. Di satu sisi penggunaan kredit akan ada lagi. Di satu sisi dana yang tadinya disimpan, juga akan mulai digunakan.
Selama pandemi Maret 2020-2021, apa serapan kredit yang terbanyak?
Serapan kredit terbanyak, dari hasil memilah dan memilih, untuk sektor UMKM, yang masih berjalan adalah UMKM yang sifatnya untuk kebutuhan pokok.
Pertama, dari mikro adalah yang bergerak di sektor kebutuhan pokok. Kemudian pertanian, seperti padi dan sayuran, serta peternakan.
Kedua, perusahaan yang berorientasi ekspor yang masih dan malah berkembang adalah furniture dan frozen food hasil laut. Permintaan mengalami kenaikan untuk tujuan Eropa dan Amerika.
Untuk kondisi tersebut, Bank Mandiri Jatim melakukan penyaluran kredit untuk rangkai suplai (supply chain), dengan menjadi fasilitator meningkatkan layanan dari bahan baku.
Kemudian kami juga memanfaatkan insentif yang diberikan pemerintah. Seperti free pajak penambahan nilai (PPN) untuk pembelian properti berupa rumah tapak dan pajak free BBN (biaya balik nama) untuk kendaraan.
Seperti apa pengaruh insentif dari pemerintah tersebut?
Pengaruhnya sangat besar. Selama pandemi Covid-19 tahun 2020, banyak stok rumah tapak dari pengembang yang belum terjual.
Sehingga pengembang juga mengalami perlambatan pengembangan. Dengan adanya stimulus atau insentif dari pemerintah ada dua sisi yang diuntungkan.
Demand kebutuhan rumah yang masih besar diuntungkan dengan adanya diskon free PPN tersebut, sehingga konsumen ramai-ramai membeli.
Pengembang dapat dana segar dan bisa kembali mengembangkan produk baru. Dampaknya cukup besar bisa mendorong sektor ekonomi lain untik bergerak kembali. Termasuk otomotif, bahkan sempat ada yang harus inden.
Terkait dengan nasabah premium di bank, banyak yang didorong untuk memanfaatkan dananya agar bisa memutar ekonomi. Termasuk dari Kementerian Keuangan. Seperti apa Bank Mandiri Jatim melihatnya?
Kalau nasabah premium, saya melihatnya mereka memilih sekali dalam memanfaatkan dananya. Sementara yang bagus adalah demand adanya bansos, bantuan subsidi upah yang bisa dimanfaatkan secara benar untuk bisa menggerakkan sektor konsumsi.
Dalam artian bahwa mereka itu sebaiknya menggunakan uang ini untuk berbelanja tapi di tempatnya masing-masing.
Nasabah premium cenderung berhitung, perlu tidaknya dalam membelanjakan uangnya. Bahkan mereka cenderung belanja untuk investasi, misalnya belanja properti atau belanja aset-aset yang bermasalah di bank.
Apakah itu bisa menggerakkan ekonomi?
Menggerakkan secara langsung mungkin tidak, tapi dari sisi lain, setidaknya akan memperbaiki kualitas kredit di bank dan aset bermasalah di bank menjadi berkurang secara langsung. Kalau perusahaan macet itu, yang bermasalah itu kan sebetulnya kan impact-nya kepada ekonomi nggak banyak.
Memasuki second wave Covid-19, dengan adanya kebijakan PPKM Darurat, apakah Bank Mandiri Regional VIII terdampak?
Sangat terdampak, terutama karena PPKM Darurat di wilayah Jawa-Bali, yang membuat mobilitas turun. Untuk zona merah, cabang kita lebih banyak yang tutup, mobilitas pegawai juga dibatasi.
PPKM membuat sektor konsumsi juga drop, karena usaha non-esensial harus tutup. Seperti toko baju, handphone, elektronik, onderdil, bahkan olahraga golf juga tutup. Ini sangat berdampak bagi kami. Sehingga kami drop dan hanya tersisa sekitar 10-20 persen saja.
Untuk itu, kami coba bantu nasabah untuk online, dengan bantu payment gateway-nya, terutama di toko handphone, elektronik yang bisa dilakukan secara online tapi kenyataannya memang enggak bisa. Jumlah transaksi turun nominal transaksi juga turun.
Saat ini dengan kondisi pandemi yang melandai, apa langkah yang telah disiapkan?
Saat ini, transaksi sudah mulai pulih, meski belum maksimal. Pusat perbelanjaan sudah buka dan belanja baju, handphone, elektronik kembali ada. Termasuk tempat makan juga sudah mulai naik pengunjungnya.
Untuk ekspansi lagi, tentunya melihat situasi dan trennya ke mana dulu. Kami akan ikuti sambil menentukan langkah ekspansi apa agar bisnis bisa berkembang.
Pengalaman yang tidak terlupakan selama pandemi?
Pertama, bagaimana kami harus berjuang bersama saat pandemi. Terutama dalam memberikan informasi yang clear dan tegas. Juga komunikasi yang sangat intens dan terstruktur.
Kami membuat kelompok 1-4, di mana satu kelompok empat orang, satu orang memimpin untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan kewaspadaan yang untuk diterapkan di pegawai dan keluarga. Dan hal ini cukup berhasil mengendalikan penularan Covid-19 di antara karyawan kami.
Selama pandemi ada karyawan yang terpapar hingga wafat?
Ada tiga yang wafat saat gelombang pertama Covid-19 terjadi. Belum ada vaksin.
Setelah itu kami ada pengalaman, dan kemudian menyusun strategi untuk penanganan yang terpapar.
Membentuk klinik bekerja sama dengan Kimia Farma, kemudian treatment untuk pegawai yang terpapar, mulai dari yang parah, sedang, dan OTG.
Apakah manajemen memberikan fasilitas isolasi mandiri?
Untuk gelombang pertama belum ada. Isolasi masih diatur bekerja sama dengan rumah sakit (RS) rekanan untuk yang butuh perawatan, kemudian yang sedang dan OTG, kami bekerja sama dengan pemda setempat untuk masuk ke RS Indrapura, RS Haji dan RS lapangan lainnya.
Selain itu yang belum terpapar, manajemen juga mensupport dengan memberikan vitamin bagi yang berada di area zona merah.
Juga pembagian karyawan masuk dengan WFH (work from home) dan WFO (work from office) secara disiplin dan ketat. Hasilnya cukup menjaga angka penularan rendah di kalangan kami.
Kemudian mulai 1 Maret 2021, vaksinasi mulai dilakukan dan selesai seluruhnya hingga vaksin kedua di dua minggu sebelum gelombang kedua Covid-19 datang mulai awal Juli 2021.
Kalaupun ada yang terpapar, karena sudah vaksin, tidak sampai parah. Kurang dari tujuh hari sudah sembuh.
Kuncinya ternyata adalah vaksinasi dan cukup menjaga untuk tidak mengalami keparahan.
Apakah sempat menghadapi kondisi kesulitan mendapatkan obat dan perawatan di RS bagi karyawan yang terpapar saat second wave Covid-19?
Tidak, karena memang saat second wave, karena sudah banyak yang sudah vaksin, sehingga tidak ada yang parah. Tapi sempat harus membantu dua anggota keluarga dari pegawai region lain yang ada di sini untuk mendapatkan perawatan di RS.
Itu juga pengalaman yang tidak terlupakan, karema harus antre 24 jam, dan kondisi itu menunjukkan segala koneksi susah tidak bisa menyelesaikan karena RS penuh semua.
Dengan nasabah juga ada, yang mereka tidak mau bertemu, dan kalau bertemu harus PCR dulu. Awal kami ikuti sambil menyampaikam bahwa kami juga sengat ketat dalam menerapkan protokol kesehatan.
Alhamdulillah sampai sekarang saya juga nggak pernah positif dan akhirnya kami sama-sama saling menjaga.
Apakah waktu istirahat berkurang karena pandemi ini?
Kalau pertama saat sibuk mengurus restrukturisasi pasti berkurang. Tapi setelah selesai proses restrukturisasi, jam tidur mulai diatur untuk menjaga imunitas juga agar tidak drop dan mudah terpapar.
Waktu libur juga kami manfaatkan sebaik-baiknya dan kalau harus menjaga relationship dengan nasabah yang memang kadang bisa ditemuinya di Sabtu dan Minggu, juga tetap saya lakukan.
Bisa diceritakan biodata Pak Gede dari lahir hingga berhasil mencapai posisi saat ini?
Saya lahir di sebuah desa dengan pertanian dan perkebunan di Pupuan, Tabanan, Bali, tahun 1973. Pendidikan SD, SMP, dan SMA di Tabanan dan baru kuliah di Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor (ITB) angkatan tahun 1992.
Setelah lulus sempat bekerja di PTPN (PT Perkebunan Nusantara), kemudian di Balai Penelitian Tanaman Hias dan baru tahun 1997 masuk bank di Bank Bumi Daya.
Penempatan di Ujung Pandang, yang sekarang Makassar. Sampai tahun 1999, saat Bank Bumi Daya merger dan jadi Bank Mandiri, saya dinas di staf kantor Bank Mandiri Kanwil Makassar.
Tahun 2001 pindah ke cabang Mandiri Sorowako, Sulawesi Selatan. Daerah terpencil tapi kami melayani PT Inco atau yang sekarang PT Vale, sebagai perusahaan tambang nikel, yang sekarang daerah itu sudah berkembang ramai.
Tahun 2004, pindah ke Kendari, Sulawesi Tenggara, sampai tahun 2005 kembali ke Makassar, dan berlanjut sebagai pertama kalinya jadi branch manager di Bitung, Sulawesi Utara tahun 2007.
Tahun 2009 ke Jakarta, di Mandiri Cabang Kelapa Gading, berlanjut ke Cabang Fatmawati, dan tahun 2011 kembali lagi ke Pare-Pare, Sulawesi Barat.
Tahun 2015 ke cabang Mandiri Tangerang, termasuk membawahi wilayah Bandara Internasional Soekarno Hatta sampai 2017. Pindah ke Deputi Regional XII Jayapura, sampai satu tahun kemudian, menggantikan Regional CEO Jayapura, tahun 2018, sampai tahun 2020, pindah di Surabaya.
Untuk keluarga, tinggal di Jakarta, dengan dua anak, yang duduk di bangku SMA dan SMP. Selama pandemi dan sekolah daring, memilih tinggal di Surabaya, dan saat mendekati sekolah tatap muka, sudah kembali ke Jakarta.
Pengalaman paling menarik selama berkarier di perbankan?
Pertama, karena bertugas saat ada pandemi Covid-19 tentunya.
Kedua, saat di Makassar, berhubungan dengan petani-petani plasma atau masyarakat yang punya lahan, kemudian mengembangkan lahannya jadi lahan sawit dan kami Bank Mandiri sebagai pendamping untuk modalnya.
Mereka bisa menjadi petani yang digaji, kemudian hasil lahannya sudah pasti diterima oleh industri.
Hal itu menjadi sangat menyenangkan, karena mereka bisa meningkatkan ekonomi dan taraf hidupnya.