Konflik Partai Demokrat
Benarkah Sewa Jasa Yusril Ihza Mahendra Rp 100 Miliar? Ini Tanggapan Sang Pengacara Moeldoko Cs
Benarkah jasa sewa jasa Yusril Ihza Mahendra Rp 100 miliar seperti yang ditudingkan politisi Partai Demokrat Andi Arief?
SURYA.co.id - Benarkah jasa sewa jasa Yusril Ihza Mahendra Rp 100 miliar seperti yang ditudingkan politisi Partai Demokrat Andi Arief?
Ya, Andi Arief sekaligus Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) baru saja menudingkan tarif sewa jasa Yusril Ihza Mahendra Rp 100 miliar, bahkan lebih.
Dalam cuitannya di akun Twitternya, Andi Arief menuliskan, gara-gara Partai Demokrat binaan Susilo Bambang Yudhoyono itu tak bisa bayar Rp 100 miliar, Yusril Ihza Mahendra pun dituding berpaling ke Moeldoko Cs.
Sekadar diketahui, cuitan bernada tudingan oleh Andi Arief terhadap pengacara kondang sekaligus mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu terkait Yusril membela 4 eks kader Demokrat yang dipecat AHY beberapa waktu lalu.
Dalam pembelaannya kepada 4 kader pecatan itu, Yusril mengajukan judicial review AD/ART Demokrat versi kepengurusan AHY ke Mahkamah Agung (MA).
Karena itulah, Andi Arief dan Rachland Nashidik akhir-akhir ini terkesan menyerang Yusril lewat akun Twitternya. Bahkan, Rachland juga menanggapi cuitan Andi Arief, "100 Miliar itu banyak sekali. Apalagi kalau lebih."
"Hari ini kita merenung, bila akrobat argumen Yusril menang, mungkinkah ada palu hakim yang kecipratan?," komentar Rachland pada cuitan miliknya, @rachlannashidik, Rabu (29/9/2021).
Sementara, cuitan Twitter-nya, @andiarief_, mengungkapkan bahwa Yusril sempat menawarkan jasa sebagai advokat ke Partai Demokrat. Dikatakannya, biaya jasa kuasa hukum Yusril pun mencapai Rp 100 miliar.
Andi Arief menduga karena partai Demokrat tak sanggup membayar nominal itu, Yusril kini membela pihak kubu Moeldoko. Meskipun begitu, Andi Arief menegaskan pihaknya akan tetap menghadapi gugatan yang dilayangkan kubu Moeldoko.
"Begini Prof @Yusrilihza_Mhd, soal gugatan JR pasti kami hadapi. Jangan khawatir."
"Kami cuma tidak menyangka karena Partai Demokrat tidak bisa membayar tawaran anda 100 Milyar sebagai pengacara, anda pindah haluan ke KLB Moeldoko," tulis Andi, Rabu (29/9/2021).
Tanggapan Yusril Ihza Mahendra
Menanggapi hal itu, Yusril mengaku tak mengambil pusing ihwal tudingan dari Andi Arief tersebut. Bahkan, dirinya menyatakan celotehan dari Andi itu tak perlu ditanggapi.
"Omongan Andi Arief masa ditanggapi," kata Yusril kepada Kompas TV, Rabu (29/9/2021).
Seperti diketahui, Yusril menyatakan dirinya menerima tawaran untuk menjadi kuasa hukum dari kubu Moeldoko karena peduli pada masalah sistem demokratisasi di dalam partai politik.
Yusril dipercaya oleh Moeldoko untuk mengajukan uji materi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat tahun 2020 ke Mahkamah Agung atau MA.
Ketua Umum PBB itu pun mengirimkan meme bergambar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Saat disinggung apakah tuduhan dari Andi Arief itu benar atau tidak, ia tak membantah dan mengiyakannya.
"Baru denger omongannya (Andi Arief) saja udah keburu prihatin. Gimana mau jawab benar apa enggak," kata dia.
Yakin ditolak MA
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman yakin Mahkamah Agung (MA) bakal menolak gugatan yang diajukan kubu Moeldoko terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat 2020.
Benny juga yakin MA tidak akan terpengaruh intervensi yang dilakukan pihak-pihak eksternal.
"Saya tetap menaruh kepercayaan penuh kepada MA untuk tetap menjaga independensinya dengan berani menolak segala upaya intervensi baik langsung maupun tidak langsung dari pihak eksternal yang akan mempengaruhi putusannya demi tegaknya keadilan," kata Benny kepada Tribunnews.com, Senin (27/9/2021).
"Politik boleh runtuh, ekonomi bisa saja morat marit, tapi keadilan di negeri ini harus tetap tegak berdiri di pundak MA. Semoga," imbuhnya.
Benny menyebut bahwa gugatan terhadap AD/ART Partai Demokrat Hasil konggres 2020 menjadi teror di siang hari bolong untuk Partai Demokrat.
Menurut Benny, narasinya terobosan hukum namun di balik itu yang terasa adalah teror dengan gunakan hukum sebagai alatnya.
"Bayangkan, 4 orang eks ketua DPC yang ikut hadiri konggres PD V tahun 2020 yang lalu tiba-tiba sekarang tampil menjadi Pemohon JR (Judicial Review) di MA dengan tuntutan tunggal: perintahkan Menkumham cabut pengesahan AD dan ART PD tahun 2020," ujarnya.
Benny menjelaskan, Perma No. 01/2011 tentang Hak Uji Materiil dengan tegas menyatakan, yang menjadi Termohon dalam permohonan keberatan hak uji materiil ialah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, partai politik dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia jelas terang bukan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Benny menambahkan, sesuai dengan Pasal 24A UUD NRI 1945, UU MA, dan Perma No.01/2011, MA hanya berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU yang bertentangan dengan peraturan yang hierarkinya lebih tinggi.
"AD dan ART Parpol tidak tergolong dalam jenis peraturan perundang-undangan yang menjadi obyek pengujian di MA," ucap Benny.
Benny melanjutkan, aabila ada anggota Parpol atau pengurus Parpol yang dirugikan akibat berlakunya AD/ART parpol yang diputuskan dalam Kongres, yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan kepada Mahkamah Partai atau menggugat Menkumham ke pengadilan TUN.
Sebab, telah mengesahkan AD dan ART yang dihasilkan dalam Konggres Partai.
"Tidak ada dasar legal bagi yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan judicial review ke MA apalagi kalo yang bersangkutan ikut dalam Kongres partai yang telah menyetujui perubahan AD dan ART tersebut," ucapnya.
"Pihak yang kalah votting dalam pengambilan keputusan termasuk keutusan tentang perubahan AD dan ART partai di kongres tidak punya legal standing apapun untu menjadi pemohon dalam menguji AD dan ART tersebut dengan UU Parpol ke MA," lanjutnya.
Lebih lanjut, Benny menilai pengujian AD/ART Partai Demokrat yang diajukan eks 4 ketua DPC Partai Demokrat jika diterima MA tentu akan menjadi preseden buruk untuk kehidupan kepartaian di tanah air.
Bukan hanya menerobos jalan baru untu intervensi kekuasaan dalam urusan internal parpol tapi akan mengganggu otonomi parpol untu mengurus dirinya sendiri.
"Semua parpol akan dipaksa merombak aturan internalnya jika permohonan JR terhadap AD dan ART Partai Demokrat tahun 2020 dikabulkan MA," pungkas Benny.
Yusril Ajukan Judicial Review AD/ART Demokrat
Diberitakan sebelumnya, Yusril membenarkan bahwa kantor hukum mereka IHZA&IHZA LAW FIRM SCBD-BALI OFFICE mewakili kepentingan hukum empat orang anggota Partai Demokrat mengajukan judicial review ke MA.
Judicial Review dimaksud meliputi pengujian formil dan materil terhadap AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 yang telah disahkan Menkumham tanggal 18 Mei 2020.
Oleh karena AD/ART sebuah parpol baru dinyatakan sah dan belaku setelah disahkan Menkumham, maka Termohon dalam perkara pengujian AD/ART Partai Demokrat Menteri Hukum dan HAM.
Yusril mengatakan, bahwa langkah menguji formil dan materil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia.
Keduanya mendalilkan bahwa MA berwenang untuk menguji AD/ART Parpol karena AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik.
"Nah, kalau AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya?," kata Yusril dalam keterangannya, Kamis (23/9/2021).
Yusril mengatakan bahwa ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan di atas.
Mahkamah Partai yang merupakan quasi peradilan internal partai, tidak berwenang menguji AD/ARD.
Begitu juga Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang tidak dapat diselesaikan oleh Mahkamah Partai, tidak berwenang menguji AD/ART.
Pengadilan TUN juga tidak berwenang mengadili hal itu karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara.
"Karena itu saya menyusun argumen yang Insya Allah cukup meyakinkan dan dikuatkan dengan pendapat para ahli antara lain Dr Hamid Awaludin, Prof Dr Abdul Gani Abdullah dan Dr Fahry Bachmid, bahwa harus ada lembaga yang berwenang menguji AD/ART untuk memastikan apakah prosedur pembentukannya dan materi muatannya sesuai dengan undang-undang atau tidak," ucapnya.
"Sebab penyusunan AD/ART tidaklah sembarangan karena dia dibentuk atas dasar perintah dan pendelegasian wewenang yang diberikan oleh undang-undang," lanjutnya.
Yusril dan Yuri mengatakan bahwa kedudukan Parpol sangatlah mendasar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara.
Dia menyebut ada enam kali kata partai politik disebutkan di dalam UUD 1945. Ada puluhan kali partai politik disebut di dalam undang-undang, bahkan ada undang-undang khusus yang mengatur partai politik, seperti yang sekarang berlaku yakni UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dengan perubahan-perubahannya.
Lembaga-lembaga seperti Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi malah tidak satu kalipun disebut di dalam UUD 1945.
Yusril menjelaskan, di dalam UUD 1945 disebutkan antara lain bahwa hanya partai politik yang boleh ikut dalam Pemilu Legislatif (Pileg), hanya partai politik yang boleh mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden.
Usai Pemilu, fraksi-fraksi partai politik memainkan peranan besar dalam mengajukan dan membahas RUU, membahas calon duta besar, Panglima TNI dan Kapolri, Gubernur BI, BPK, KPK dan seterusnya.
Di daerah, sebelum ada calon independen, hanya partai politik yang bisa mencalonkan Kepala Daerah dan Wakilnya. Begitu partai politik didirikan dan disahkan, partai tersebut tidak bisa dibubarkan oleh siapapun, termasuk oleh Presiden. Partai politik hanya bisa dibubarkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi.
"Nah, mengingat peran partai yang begitu besar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara, bisakah sebuah partai sesuka hatinya membuat AD/ART? Apakah kita harus membiarkan sebuah partai bercorak oligarkis dan monolitik, bahkan cenderung diktator, padahal partai adalah instrumen penting dalam penyelenggaraan negara dan demokrasi?," ucapnya.
"Jangan pula dilupakan bahwa partai-partai yang punya wakil di DPR RI itu juga mendapat bantuan keuangan yang berasal dari APBN yang berarti dibiayai dengan uang rakyat. Saya berpendapat jangan ada partai yang dibentuk dan dikelola suka-suka oleh para pendiri atau tokoh-tokoh penting di dalamnya yang dilegitimasi oleh AD/ARTnya yang ternyata bertentangan dengan undang-undang dan bahkan UUD 1945," lanjutnya.
Yusril melanjutkan, MA harus melakukan terobosan hukum untuk memeriksa, mengadili dan pemutus apakah AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 bertentangan dengan undang-undang atau tidak.
Apakah perubahan AD/ART dan pembentukan AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 telah sesuai dengan prosedur yang diatur oleh undang-undang atau tidak.
Apakah materi pengaturannya, seperti kewenangan Majelis Tinggi yang begitu besar dalam Partai Demokrat, sesuai tidak dengan asas kedaulatan anggota sebagaimana diatur dalam UU Partai Politik?
"Apakah wewenang Mahkamah Partai dalam AD/ART yang putusannya hanya bersifat rekomendasi, bukan putusan yang final dan mengikat sesuai tidak dengan UU Partai Politik? Apakah keinginan 2/3 cabang Partai Demokrat yang meminta supaya dilaksanakan KLB baru bisa dilaksanakan jika Majelis Tinggi setuju, sesuai dengan asas kedaulatan anggota dan demokrasi yang diatur oleh UU Parpol atau tidak? Demikian seterusnya sebagaimana kami kemukakan dalam permohonan uji formil dan materil ke Mahkamah Agung," ujarnya.
Baca juga: Ceritakan Lagi KLB Sumut, AHY Sebut Upaya Kudeta Demokrat Belum Selesai
Yusril mengatakan Menteri Hukum dan HAM memang diberi kewenangan untuk mensahkan AD/ART partai politik ketika partai itu didirikan dan mengesahkan perubahan-perubahannya.
Namun sebagai pejabat yang hanya bertugas untuk mengesahkan, Menteri Hukum dan HAM biasanya dalam posisi tidak enak untuk memeriksa terlalu jauh materi pengaturan AD/ART partai politik yang diajukan kepadanya.
Apalagi menteri tersebut juga berasal dari partai politik tertentu.
Menurutnya, Menkumham tidak boleh punya kepentingan terhadap AD/ART sebuah partai yang diminta untuk disahkan.
Jadi urusan prosedur pembentukan dan materi pengaturannya memang lebih baik diuji formil dan materil oleh Mahkamah Agung.
Sehingga jika seandainya MAmemutuskan AD/ART itu bertentangan dengan UU, maka Menkumham sebagai Termohon tinggal melaksanakan saja amar putusan MA, dengan mencabut Keputusan Pengesahan AD/ART partai tersebut.
"Kami berpendapat bahwa pengujian AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung ini sangat penting dalam membangun demokrasi yang sehat di negara kita. Bisa saja esok lusa akan ada anggota partai lain yang tidak puas dengan AD/ARTnya yang mengajukan uji formil dan materil ke Mahkamah Agung. Silahkan saja," ucapnya.
"Sebagai advokat, kami bekerja secara profesional sebagai salah satu unsur penegak hukum di negara ini sesuai ketentuan UU Advokat. Bahwa ada kubu-kubu tertentu di Partai Demokrat yang sedang bertikai, kami tidak mencampuri urusan itu. Urusan politik adalah urusan internal Partai Demokrat. Kami fokus kepada persoalan hukum yang dibawa kepada kami untuk ditangani," tandasnya. (Tribunnews.com)
Partai Demokrat
konflik Partai Demokrat
Yusril Ihza Mahendra
jasa Yusril Ihza Mahendra Rp 100 miliar
Moeldoko Cs
Yusril gugat AD/ART Demokrat
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
Andi Arief
Rachland Nashidik
SURYA.co.id
Kubu AHY Bongkar Lokasi Moeldoko Bagi Rp 25 Juta dan Ponsel Jelang KLB Demokrat, Ini Klarifikasinya |
![]() |
---|
Yusril Bongkar Invisible Power Zaman SBY, Kini Tudingan Diarahkan Kubu AHY Saat JR AD/ART Demokrat |
![]() |
---|
Yusril Blak-blakan Soal Invisible Power yang Dimaksud Kubu AHY Dalam JR AD/ART Demokrat ke MA |
![]() |
---|
Hamdan Zoelva Bongkar Skenario Yusril yang Tak Mau Masukkan Demokrat Jadi Termohon di JR AD/ART |
![]() |
---|
UPDATE Gugatan AD/ART Demokrat, Kubu AHY Sebut Sesat Logika dan Pertanyakan Intelektualitas Yusril |
![]() |
---|