Berita Surabaya

Kontroversi Rehabilitasi di Dalam Penjara, Penyalahguna Narkoba Tempatnya Bukan di Lapas

Buntut akibat penyalahguna dipenjara, berdampak kemana mana, saat ini terjadi kontroversi antara Eksekutif yang diwakili Dirjen Lapas dan Legislatif.

Penulis: Anas Miftakhudin | Editor: Anas Miftakhudin
foto: ist
Dr Anang Iskandar, SIK, SH, MH, Ka BNN 2012 - 2015, Kabareskrim 2015 - 2016, dan Dosen FH Universitas Trisakti. 

Sikap Mahkamah Agung secara normatif adalah penyala guna dihukum menjalani rehabilitasi. Hal ini dapat diketahui dari aturan yang dibuat Mahkamah Agung bahwa hukuman bagi pelaku perkara narkotika dengan kriteria tertentu dengan barang bukti untuk pemakaian sehari berupa rehabilitasi (SEMA no 4 tahun 2010 dan diperjelas dengan Keputusan Dirjend Badilum no 1691/DJU/SK/PS.00 /12/2020 tanggal 22 Desember 2020 tentang pedoman penerapan restoratif justice khususnya pada perkara narkotika).

Maka sikap MA jelas, hakim untuk melakukan proses restoratif justice, dengan penjatuhan hukuman rehabilitasi bagi penyalahguna baik sebagai pecandu maupun korban penyalahgunaan narkotika untuk menjalani pengobatan atau perawatan.

Tapi praktik proses pengadilan dan penjatuhan hukumannya, hakim berdasarkan proses pengadilan sesuai KUHAP dan bentuk hukumannya mengikuti KUHP pasal 10, tidak berpedoman pada UU narkotika, SEMA no 4 tahun 2010 dan Keputusan Dirjend Badilum no 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tanggal 22 Desember 2020. Akibatnya penyalah guna dijatuhi hukuma penjara oleh hakim.

Pertanyaannya nakalnya ! Mengapa ini bisa terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama dan menyeluruh pada semua tingkat pengadilan ? Padahal dalam UU narkotika yang berlaku sekarang ini tujuan menjamin penyalahguna mendapatkan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Masalahnya justru secara managemen, baik atasan hakim secara berjenjang maupun komisi yudisial sebagai pengawas yang tugasnya mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim, tidak memberikan koreksi terhadap hakim yang keliru dalam menggunakan bentuk hukuman bagi perkara narkotika yang terbukti sebagai penyalah guna untuk diri sendiri yang secara ilmiah berpredikat sebagai korban penyalahgunaan narkotika atau pecandu.

Keliru dalam penggunaan bentuk hukuman inilah Kemenkumham merasa menjadi korban, bagaimana tidak ! Lapas over kapasitas akibat dihuni oleh ODKN (Orang Dengan Kecanduan narkotika).

Kalau lapas diisi oleh pengedar itu benar, tetapi kalau dihuni oleh ODKN dampaknya Lapas dapat berfungsi sebagai tempat berkumpulnya pembeli dan penjual narkotika, sekaligus tempat mengonsumsi narkotika bagi ODKN yang menghuni lapas, yang jumlahnya 50% dari jumlah hunian lapas.

Wajar saja kalau Dirjend Lapas gembar gembor ingin merehabilitasi penyalahguna yang dihukum penjara meskipun rehabilitasi itu tidak termasuk tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Dirjend Lapas (rakyat merdeka, 1 agustus 2021).

Rehabilitasi itu tupoksinya Kementerian Kesehatan dan Kementrian Sosial serta BNN sebagai koordinator P4GN.

Sedangkan sikap Kemenkumham meskipun sudah helep, helep, penyalahguna jangan dihukum penjara. Lapas sudah over kapasitas sejak belasan tahun yang lalu.

Nyatanya hakim terus menjatuhkan hukuman penjara bagi penyalahguna narkotika. Itu sebabnya Kemenkumham mencari terobosan bagaimana caranya agar lapas tidak over kapasitas.

Sebab Kemenkumham merasa tidak berdaya menghadapi kekuasaan yudikatif meskipun Mahkamah Agung sudah mengeluarkan SEMA no 4 tahun 2010 dan dipertegas dengan Dirjend Badilum no 1691/DJU/SK/PS.00 /12/2020 tanggal 22 Desember 2020 tentang pedoman penerapan restoratif justice khususnya pada perkara narkotika.

Artinya dengan kedua aturan yang dikeluarkan MA tersebut, mestinya hakim dalam mengadili perkara penyalahgunaan narkotika mengunakan restorative justice dan menggunakan hukuman rehabilitasi.

Kepala BNN Komjen Pol Anang Iskandar saat bertemu dengan ratusan mantan pecandu narkoba di halaman kantor BNN Provinsi Jawa Timur, Rabu (26/3/2014).
Kepala BNN Komjen Pol Anang Iskandar saat bertemu dengan ratusan mantan pecandu narkoba di halaman kantor BNN Provinsi Jawa Timur, Rabu (26/3/2014). (Surya/m taufik)

Rehabilitasi, tidak dianggap bentuk hukuman

Banyak yang tidak memahami bahwa rehabilitasi adalah bentuk hukuman, yang sangat effektif bagi penyalahguna sendiri, bagi masarakat dan bagi pemerintah.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved