Inspirasi Usaha

Meski Digempur Pandemi, Pelaku Industri Penggergajian Kayu di Trenggalek Ini Justru Bisa Berkembang

Pelaku industri penggergajian kayu di Desa Bogoran, Kecamatan Kampak, Trenggalek, mampu bertahan di tengah krisis pandemi Covid-19.

Penulis: Aflahul Abidin | Editor: irwan sy
aflahul abidin/surya.co.id
Industri penggergajian kayu milik Sunari di Kecamatan Kampak, Trenggalek. 

Berita Trenggalek
Reporter: Aflahul Abidin
Editor: Irwan Sy

SURYA.co.id | TRENGGALEK - Pandemi Covid-19 membabakbelurkan hampir seluruh sektor ekonomi.

Tapi, selalu ada pengecualian di tiap kondisi.

Seperti yang dialami Sunari, pelaku industri penggergajian kayu di Desa Bogoran, Kecamatan Kampak, Trenggalek, mampu bertahan di tengah krisis pandemi.

Tak hanya itu, industri yang sudah Sunari geluti sekitar 14 tahun itu justru mampu berkembang dan menambah jumlah karyawan dalam setahun terakhir.

“Karyawan saya sebelum pandemi ini ada 15, sekarang Alhamdulillah ada 50 orang,” kata Sunari, kepada Surya, Minggu (4/7/2021).

Bertambahnya jumlah karyawan karena industri yang Sunari bangun juga berkembang.

Awalnya, ia hanya memiliki satu gudang penggergajian kayu yang berada tak jauh dari tempat tinggalnya.

Pada akhir 2021, ia membangun satu gudang lagi, sekaligus menambah beberapa alat penggergajian kayu.

“Alat penggergajian kayu di tempat saya juga bertambah. Dulu dua, sekarang lima,” sambung dia.

Menurut Sunari, pandemi Covid-19 bukannya tak berdampak negatif pada usahanya.

Kondisi pasar yang tak menentu di awal pagebluk sempat membuatnya pontang-panting.

“Saya dan teman-teman sebenarnya sempat mengeluhkan kondisi ini awal-awal. Tapi saya mencoba untuk bertahan saja dan mengambil hikmah dari kondisi ini,” ungkap dia.

Sunari biasa mengolah kayu glondongan menjadi bahan baku setengah jadi di gudang miliknya.

Kayu setengah jadi itu kemudian dikirim ke pabrik furnitur yang ada di beberapa kota di Jawa Timur.

Sebelum pandemi, ia biasa mengolah kayu dengan kualitas terbaik.

Pasarnya memang lebih spesifik. Tapi hasilnya terhitung lumayan.

Namun sejak pandemi, kondisi pasar berubah.

Pasar untuk kayu kualitas terbaik menurun. Ia pun harus memutar otak.

Mengganti garapan dengan kayu-kayu yang kualitasnya di bawah yang biasa ia kerjakan.

Beruntungnya, pasar untuk kayu itu masih tetap ada.

Pesanan berjalan lancar.

Pemasukan usaha pun tetap jalan.

Tapi kondisi itu hanya bertahan beberapa waktu saja.

Pada pertengahan 2020, kondisi keuangan industrinya sempat goyah.

Pembayaran kayu setengah jadi yang dikirim ke pabrik sempat telat beberapa waktu.

“Saya mencoba bertahan dengan mengajukan pinjaman ke perbankkan. Tapi kondisi seperti ini membuat perbankkan susah untuk menyalurkan pinjaman,” terang dia.

Sunari beberapa kali keluar masuk kantor perbankkan untuk mengajukan pinjaman modal.

Beberapa kali pengajuannya juga ditolak.

Hingga akhirnya, salah satu perbankkan pelat merah memberinya pinjaman total Rp 800 juta.

Modal ini yang kemudian ia pakai kembali untuk pengembangan industri.

Sunari membangun gudang baru dan membeli beberapa alat baru dengan modal itu.

Dari pengelaman sebelumnya, ia juga mulai bisa lebih memetakan pasar.

“Saya juga memilih-memilih pasar. Tidak semua saya ambil. Tapi yang prospeknya bagus saja,” ujarnya.

Dari sana, usahanya makin berkembang dalam beberapa bulan terakhir.

Hasil perputaran uang lewat usaha itu mampu untuk menutupi angsuran pinjaman saban bulannya.

Dalam sebulan, omzet usaha Sunari bisa mencapai antara Rp 50-60 juta.

“Saya bersyukur industri ini justru bisa berkembang dalam kondisi seperti ini,” ungkapnya.

Sunari berharap, pandemi dapat segera berlalu.

Ia optimistis, usahanya bisa lebih maju apabila kondisi perekonomian sudah membaik seperti saat pra-corona.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved