Travel

Berkunjung ke Kampung Batik Jetis Sidoarjo, Warna Mencolok Paling Banyak Diminati

Dikenal sebagai Kampoeng Batik Tulis, karena sebagian besar warga Kelurahan Jetis Kecamatan Sidoarjo ini adalah perajin kain batik.

Penulis: Wiwit Purwanto | Editor: Titis Jati Permata
surya.co.id/sugiharto
Kampung batik Jetis Sidoarjo masih eksis dengan corak warna yang mencolok 

SURYA.CO.ID, SIDOARJO - Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki kekhasan kain batik, sebagai salah satu andalan dan pelestari budaya.

Begitu pula di Kabupaten Sidoarjo, kain batik terutama batik tulis tradisional hingga kini masih terpelihara dengan baik, salah satunya keberadaan kampoeng batik tulis Jetis, Sidoarjo

Dikenal sebagai Kampoeng Batik Tulis, karena sebagian besar warga Kelurahan Jetis Kecamatan Sidoarjo ini adalah perajin kain batik.

Mereka juga menjual langsung karya karyanya di rumah masing masing.
Karena itu, kawasan ini dikukuhkan sebagai Kampoeng Batik Tulis Jetis, Sidoarjo.

Masuk kampung Jetis, mulai dari gapura depan hingga sepanjang jalan hampir dipenuhi dengan toko yang menjual kain batik.

Baca juga: Perpaduan Gaun Pengantin Soft dan Makeup Bold Bikin Pangling Mempelai Perempuan

Bahkan sekarang bukan hanya kain batik hasil produksi sendiri, sebagian juga menjual busana muslim, seperti gamis, kaftan dan busana muslim lainnya.

Salah perajin kain batik yang sudah turun temurun adalah Batik Namiroh.

“Saya generasi kedua, mulai ada sejak tahun 1953,” kata Ratna Tutik Mufida, perajin kain batik.

Di rumahnya Jetis RT 13 RW 03, setiap hari ada sekitar 30 an orang yang bekerja membuat kain batik dari proses awal hingga membatik.

“Sebagian mereka membawa pulang dan membatik di rumahnya, sebagian kerja di sini,” kata Tutik, yang mewarisi perajin kain batik dari orangtuanya,

Menurutnya kain batik di kawasan Jetis ini timbul tenggelam.

Dalam ingatannya, baru tahun 2008 kampung kain batik Jetis ini mulai terangkat kembali.

“Saat itu para pegawai negeri diwajibkan untuk memakai baju batik jadilah mereka membeli kain dan pesan kain batik disini,” ungkapnya.

"Semua kain batik produksi sendiri, kalau produksinya di dalam sana," jelasnya.

Untuk pelanggannya, sebagian besar adalah orang Madura, Sidoarjo dan sekitarnya.

Beberapa pelanggannya juga datang dari luar kota seperti, Jakarta hingga ada yang datang dari Negara China, Jepang dan Korea.

Berapa harga yang ditawarkan, cukup terjangkau untuk selembar kain batik ditawarkan mulai Rp 150 ribu hingga jutaan rupiah.

"Kalau harga macam-macam, ada yang Rp 150 ribu, Rp 200 ribu sampai jutaan, di tempat saya yang paling mahal ada Rp 800 ribu," lanjutnya.

Selain menjual kain batik, di kawasan Kampoeng Batik Tulis Jetis ini juga ada latihan membatik.

Proses pembuatan batik, mulai awal hingga jadi bisa diikuti siapa saja.

Namun untuk latihan proses pembuatan kain batik ini tidak setiap waktu ada, tapi berdasarkan permintaan.

Selain melayani proses latihan membatik, di tempatnya juga menjual aneka kain batik. Terutama kain batik untuk seragam sekolah dan seragam kerja.

Kain batik tulis Jetis kaya akan motif diantaranya abangan dan ijo-ijoan (gaya Madura), motif beras kutah, motif krubutan (campur-campur) juga ada motif burung merak, dan motif-motif lainnya.

Motif kain batik Jetis didominasi flora dan fauna khas Sidoarjo yang memiliki warna-warna cerah, merah, hijau, kuning, dan hitam.

Keunggulan batik tulis Jetis justru pada warna yang mencolok.

Batik tulis tradisional Sidoarjo sendiri utamanya yang berpusat di Jetis sudah ada sejak tahun 1675, lokasinya berada di depan Masjid Jamek atau sekarang bernama Masjid Al Abror.

Dari Alun-alun Sidoarjo, Kampung Batik ini berada di sisi Selatan sekitar 10 menit perjalanan dengan kendaraan.

Cerita yang ada, Kampoeng Batik Tulis ini konon kala itu ada seorang yang masih keturunan raja dikejar-kejar penjajah dan lari ke Sidoarjo.

Namun sampai sekarang belum ada siapa sebenarnya dan dari kerajaan mana pria yang menyamar sebagai pedagang, yang dikenal sebagai Mbah Mulyadi tersebut yang makamnya masih ada di komplek masjid.

Selanjutnya bersama para pengawalnya, Mbah Mulyadi mengawali berdagang di Pasar Kaget yang kini dikenal dengan nama Pasar Jetis.

Selain mengajar mengaji, di kampung ini Mbah Mulyadi juga memberikan pelatihan keterampilan membatik.

Hingga sekarang lambat laun makin banyak masyarakat setempat yang membuka rumah produksi batik. 

BACA BERITA TRAVEL LAINNYA

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved