Prediksi Peluang Jenderal Andika Perkasa dan Laksamana Yudo Jadi Panglima TNI, Siapa Calon Terkuat?

Prediksi peluang Jenderal Andika Perkasa dan Laksamana TNI Yudo Margono menjadi Panglima TNI menurut pengamat. Siapakah calon terkuat?

Kolase Kompas.com
Jenderal Andika Perkasa (kanan) dan Laksamana Yudo Margono (kiri). Siapa yang berpeluang paling besar jadi Panglima TNI? 

Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah

SURYA.co.id - Berikut prediksi peluang Jenderal Andika Perkasa dan Laksamana TNI Yudo Margono menjadi Panglima TNI.

Prediksi tersebut diungkapkan oleh Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi.

Seperti diketahui, bursa calon Panglima TNI semakin jadi sorotan jelang masa pensiun Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang semakin dekat.

Jenderal Andika Perkasa atau Laksamana Yudo Margono yang akan jadi Panglima TNI selanjutnya?

Dari sisi profesionalisme, kata Fahmi, setidaknya dua hal yang harus dipertimbangkan Presiden Jokowi untuk menentukan sosok yang akan menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto, yaitu masa aktif dan kebutuhan organisasi. 

Jenderal Andika Perkasa dan Laksamana Yudo Margono (kanan). Siapa yang Jadi Panglima TNI?
Jenderal Andika Perkasa dan Laksamana Yudo Margono (kanan). Siapa yang Jadi Panglima TNI? (Kolase Tribunnews)

Baca juga: Jenderal Andika Perkasa atau Laksamana Yudo yang Jadi Panglima TNI? ini Kata Effendi Simbolon

Baca juga: Jenderal Andika Perkasa Viral, Ketegasannya Soal Pungli Disorot dan Disebut Calon Kuat Panglima TNI

Dari sisi masa aktif, masa aktif Jenderal Andika Perkasa lebih singkat dibandingkan Laksamana Yudo Margono.

"Andika Perkasa sekitar 1,5 tahun. Sementara Yudo Margono memiliki masa aktif 2,5 tahun.

Dari sisi organisasi, kata dia, masa yang singkat jelas akan mengurangi efektivitas kepemimpinan dan pengelolaan organisasi," kata Fahmi ketika dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (3/6/2021).

Seperti dilansir dari Tribunnews dalam artikel 'Pengamat Militer Ungkap Peluang Jenderal Andika dan Laksamana Yudo Gantikan Marsekal Hadi'

Secara politik, kata Fahmi, kebutuhan presiden hari ini adalah para pembantu dengan loyalitas tanpa syarat terutama untuk memuluskan agenda-agenda politik dan pemerintahan. 

Dari hal itu, kata Fahmi, akan terlihat tidak ada perintang dalam relasi antara Presiden Jokowi dan Yudo Margono. 

Namun, kata dia, hal itu sekaligus menunjukkan bahwa Yudo Margono tidak punya penyokong yang sangat kuat untuk menggaransi dirinya. 

Sementara Jenderal Andika Perkasa, kata Fahmi, memiliki  penyokong kuat sekaligus perintang yakni melalui sosok ayah mertuanya yaitu AM Hendropriyono.

"Dari kedua hal di atas, saya berpendapat bahwa peluang Andika akan lebih besar jika pergantian Panglima TNI dilakukan dalam waktu dekat.

Penundaan akan sangat berdampak pada peluang keterpilihan Andika," kata Fahmi.

Namun demikian, kata Fahmi, ia melihat peluang Yudo Margono cenderung terus menguat seiring waktu. 

Menurutnya tak ada masalah bagi Yudo pribadi dan bagi organisasi TNI jika pergantian dilakukan dalam waktu dekat ataupun menjelang masa pensiun Hadi Tjahjanto. 

Ketiadaan penyokong kuat, kata dia, justru lebih membuka peluang bagi Yudo Margono untuk diasosiasikan sebagai 'Jokowi's man' tanpa hadirnya tokoh lain seperti Hendropriyono terhadap Andika.

"Jadi, mempertimbangkan pergiliran matra atau tidak, peluang Yudo Margono tampaknya makin besar," kata Fahmi.

Aturan hukum pergantian Panglima TNI

Tak sedikit kabar berhembus bahwa calon Panglima TNI dijabat bergilir dari tiga angkatan yang ada.

Presiden juga memiliki hak istimewa atau hak prerogatif untuk memilih dan mengusulkan calon Panglima TNI.

Kedua hal tersebut diketahui telah tercantum dalam undang-undang dan terikat oleh hukum.

Yakni tertuang dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia.

Inilah aturan hukum pergantian Panglima TNI termasuk ketentuan dan prosesnya dikutip dari laman resmi DPR:

Aturan hukum pengangkatan Panglima TNI khususnya tertulis dalam Pasal 13 UU Nomor 34 Tahun 2004 TNI.

Terdapat sepuluh ayat dalam pasal tersebut.

Yakni mengatur mulai dari TNI dipimpin oleh seorang Panglima, pengangkatan dan pemberhentian Panglima, perwira tinggi dapat tiap-tiap angkatan dapat bergantian menjabat Panglima.

Dalam pasal tersebut juga diatur proses pengajuan nama calon Panglima untuk mendapat persetujuan DPR.

Ini rinciannya:

Pasal 13

(1) TNI dipimpin oleh seorang Panglima.

(2) Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.

(4) Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

(5) Untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(6) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap calon Panglima yang dipilih oleh Presiden, disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(7) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai pengganti.

(8) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, DewanPerwakilan Rakyat memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya.

(9) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dianggap telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat Panglima baru dan memberhentikan Panglima lama.

(10) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden.

Pernah diberitakan Kompas.com pada 10 Juni 2015, saat itu Wakil Presiden Jusuf Kalla membantah jika Presiden Joko Widodo dinilai mendobrak tradisi menggilir angkatan dalam memilih calon panglima TNI.

Menurut Kalla, pola penggiliran angkatan tersebut tidak diatur dalam undang-undang.

Tradisi tersebut juga tidak pasti.

"Dulu tradisi itu sebenarnya juga tidak pasti, waktu zaman Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) memang ada, tapi ada juga yang duoble (gilirannya)" kata Kalla di Jakarta, Rabu (10/6/2015).

Namun, ia tidak menjelaskan lebih jauh pernyataannya mengenai duoble giliran saat pemerintahan SBY.

Kalla mengatakan bahwa berdasarkan undang-undang, syarat calon panglima TNI di antaranya menjabat kepala staf angkatan.

Tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa Presiden harus menggilir angkatan.

Ikuti Berita Seputar Panglima TNI

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved