Irjen Abdul Rakhman Baso Sebut Ali Kalora Cs Tak Terdeteksi, ini Penyebab MIT Poso Sulit Diberangus
Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Irjen Abdul Rakhman Baso menyebut Ali Kalora Cs kini tak terdeteksi. Ini Penyebab MIT Poso Sulit Diberangus
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Setelah bertahun-tahun diburu TNI-Polri, keberadaan Ali Kalora Cs mendadak tak terdeteksi oleh aparat.
Kabar ini diungkapkan oleh Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Irjen Abdul Rakhman Baso pada Jumat (30/4/2021).
Meski menyebut saat ini keberadaan teroris MIT Poso pimpinan Ali Kalora belum diketahui, Irjen Pol Abdul Rakhman Baso memastikan anak buahnya masih melakukan pengejaran.
“Yang kita lakukan selama ini, baik human intelijen maupun ITE, agak terputus.
Tapi bukan berarti kita tidak melakukan upaya pengejaran,” kata Abdul Rakhman Baso, melansir dari Antara.

Baca juga: Profil dan Biodata Irjen Abdul Rakhman Baso yang Sebut Ali Kalora Cs Tak Terdeteksi, Lama di Brimob
Baca juga: Kabar Terbaru Ali Kalora Cs Tak Terdeteksi, TNI-Polri Kehilangan Jejak & Satgas Madago Raya Dirombak
Sementara itu, pengamat Komunikasi Terorisme Universitas Tadulako (Untad) Prof Muhammad Khairil mengungkap penyebab sulitnya menumpas kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso.
Dalam memburu kelompok teroris pimpinan Ali Kalora tersebut, setidaknya sudah tiga kali operasi TNI-Polri berganti nama.
Mulai dari Operasi Cagar Maleo 2015, Operasi Tinombala 2016 dan yang terkini Operasi Madago Raya 2021.
Terakhir, kelompok tersebut terlibat kontak senjata dengan aparat Satgas Madago Raya pada Maret 2021 lalu.
Peristiwa itu sendiri mengakibatkan dua anggota MIT tewas dan dua orang dari petugas gugur.
Menurut Prof Khairil, di antara faktor sulitnya berburu kelompok MIT Poso pimpinan Ali Kalora itu karena kondisi geografis di wilayah operasi.
Seperti dilansir dari Tribun Palu dalam artikel 'Ali Kalora Cs Sulit Dibasmi, Akademisi Untad: Kekuatan Militer Saja Tak Cukup Menumpas MIT Poso'
Jika anggota MIT Poso menguasai medan, kata dia, kelompok tersebut justru lebih leluasa dalam bermanuver.
"Melawan kelompok militan itu tidak mudah, tapi bukan berarti aparat lemah.
Nyawa itu bukan persoalan bagi mereka (teroris). Jumlah mereka mungkin kecil, tetapi jika mereka kuasai medan, mungkin mereka lebih kuat dibanding ratusan personel TNI-Polri sekalipun," ungkap Prof Khairil.
Dekan FISIP Untad itu menilai radikalisme kelompok MIT sempat tertanam di sebagian masyarakat Poso dan sekitarnya.
Menurut dia, hal ini terlihat saat banyaknya masyarakat menjemput dan menghadiri pemakaman jenazah Santoso alias Abu Wardah, mantan pimpinan MIT Poso yang tewas tertembak pada 2016 lalu.
"Saat Santoso tertembak, warga menyambut kedatangan jenazahnya lengkap dengan sebuah spanduk.
Ini sangat ironis. Antara keinginan pemerintah untuk memberantas teroris, tetapi di sisi lain masyarakat seolah bersimpati," ujar Prof Khairil.
"Kebutuhan saat ini tidak hanya melalui operasi militer, tidak cukup dengan senjata. Perlu juga melakukan pendekatan kepada masyarakat. Jangan sampai masyarakat menjadikan mereka (MIT) sebagai kelompok yang perlu mendapatkan simpati," sambungnya.
Prof Khairil menambahkan, dirinya juga telah bertemu dengan semua terpidana kasus terorisme Sulawesi Tengah di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Mulai dari mereka yang ditahan di Lapas Petobo (Palu), Ampana (Kabupaten Tojo Una-Una), Makassar (Sulawesi Selatan) hingga Cirebon (Jawa Barat).
Pada umumnya, kata dia, para tersangka teroris ini adalah pemuda yang terlibat langsung ketika terjadi konflik Poso pada 1998 hingga 2001, bahkan sebagian mereka adalah korban.
Di sisi lain, Guru Besar Ilmu Komunikasi Untad itu mengaku percaya bahwa para terpidana teroris tersebut bisa diajak kembali ke jalan yang benar.
"Menurut prinsip Islam, dalam situasi perang sekalipun, pihak berkonflik dilarang menargetkan warga sipil atau orang lemah yang tidak berkaitan langsung.
Tetapi mereka justru terbalik. Pemahaman inilah yang perlu diluruskan. Dekati masyarakat, dengar cerita mereka karena memang upaya itu tidak serta merta cepat," ucap Prof Khairil.
Pasukan Koopsgabsus TNI ikut memburu
Pasukan Komando Operasi Gabungan Khusus (Koopsgabsus) TNI dikabarkan ikut memburu Ali Kalora Cs melalui operasi senyap.
Hal ini diungkapkan oleh Panglima Koopsgabsus Mayjen TNI Richard T H Tampubolon.
Richard mengaku berkomitmen membantu Polri memburu Ali Kalora Cs.
Richard menjelaskan, Koopsgabsus sejauh ini sudah melakukan operasi senyap sejak beberapa bulan terakhir.
Tim ini membantu Satuan Kostrad Yonif Para Raider 502/Ujwala Yudha yang tergabung dalam Satgas Madago Raya.
"Kami memastikan siap memback-up untuk melaksanakan penumpasan kelompok teroris," ujar Richard saat menerima kunjungan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen TNI Eko Margiono, sebagaimana keterangan tertulis, Senin (26/4/2021).
Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Koopsgabsus Tegaskan Back Up Penuh Polri Buru MIT di Poso'
Adapun kunjungan Pangkostrad sendiri dilakukan untuk memberikan dukungan moril kepada prajurit Kostrad yang sedang bertugas di daerah Poso dan sekitarnya.
Menurut Richard, kunjungan Pangkostrad menambah semangat prajurit dalam menjalankan tugasnya.
"Kunjungan Pangkostrad ke Poso, tentunya akan semakin menambah motivasi dan semangat prajurit untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dari komando atas di tengah suasana bulan suci Ramadhan," jelas Richard.
Untuk diketahui, Koopsgabsus TNI dilibatkan Satgas Madago Raya. Tim bentukan Polri yang bertugas memburut kelompok teroris MIT di Poso.
Tim Koopsgabsus juga terlibat dalam kontak tembak di Pegunungan Andole, Desa Tambarana, Poso Pesisir Utara, pada Senin (1/3/2021).
"Kemarin memang sempat ada kontak (tembak). Doakan saja agar operasi berjalan lancar," kata Mayjen Richard.
Hanya saja, mantan Kaskogabwilhan I tersebut tak menjelaskan secara rinci mengenai operasi yang sedang dilakukan.
Richard hanya menegaskan, jajaran TNI dan Polri akan terus memburu kelompok teroris yang meresahkan masyarakat.
"Mohon doanya saja. Yang pasti, kita kejar terus kelompok teroris yang mengganggu keamanan negara," tuturnya.
Richard pun mengingatkan para simpatisan MIT Poso untuk kembali ke jalur NKRI.
"Jangan lagi ada yang memberikan dukungan kepada kelompok teroris ini.
Ingatlah kekerasan yang dilakukan mereka pada masyarakat, termasuk yang menewaskan satu keluarga di Sigi beberapa waktu lalu," ucap mantan Kasdam VI Mulawarman itu.
"TNI tidak akan membiarkan aksi terorisme mengancam kehidupan masyarakat," sambung Richard.
Ikuti Berita seputar Ali Kalora dan MIT Poso