Biodata Soesalit Djojoadhiningrat Anak RA Kartini yang Yatim Piatu saat 8 Tahun, Ini Penderitaannya
Berikut ini profil dan biodata RM Soesalit Djojoadhiningrat, putra tunggal Raden Ajeng Kartini dengan Bupati Rembang Raden Adipati Joyodiningrat.
SURYA.CO.ID - Berikut ini profil dan biodata RM Soesalit Djojoadhiningrat, anak Raden Ajeng Kartini dengan Bupati Rembang Raden Adipati Joyodiningrat.
Kartini menikah dengan Bupati Rembang pada November 1903 di usia 24 tahun.
Saat menikahi Kartini, Raden Adipati Joyodiningrat telah memiliki dua selir dan tujuh anak.
Bahkan, putri tertua suaminya itu hanya berselisih delapan tahun dengan Kartini.
Joyodiningrat menduda sejak garwo padmi atau istri utama meninggal.
Baca juga: Biodata RA Kartini Pahlawan Nasonal Pejuang Emansipasi Wanita, Ini Perjalanan Hidup & Prestasinya
Baca juga: Ucapan Selamat Hari Kartini 2021 Dilengkapi Kata-kata Mutiara & Gambar, Cocok Untuk Beri Semangat
Kartini mau menikah dengan Joyodiningrat dengan syarat agar ibunya, Ngasirah diperkenankan masuk Pendopo.
Seperti diketahui, selama menikah dengan ayah Kartini yang seorang Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Ngasirah tak diperkenankan masuk pendopo.
Hal ini disebabkan karena Ngasirah bukan keturunan bangsawan.
Jadi, meskipun dia istri pertama RM Adipati Ario Sosroningrat, Ngasirah berstatus selir.
Melihat ketidakadilan itu lah, Kartini mengajukan syarat mau dinikahi Bupati Jepara asalkan sang ibu diperkenankan masuk pendopo.
Selain itu, Kartini juga mengajukan syarat lain untuk menerima pinangan sang Bupati Rembang.
Dalam buku Kartini Guru Emansipai Perempuan Nusantara yang ditulis Ready Susanto, Kartini meminta diperbolehkan membuka sekolah dan mengajar putri-putri pejabat Rembang seperti yang ia lakukan di Jepara.
Syarat lain yang lebih radikal adalah terkait prosesi upacara penikahan.
Kartini tak mau ada prosesi jalan jongkok, berlutut, dan menyembah kaki mempelai pria.
Terakhir dia akan berbicara Bahasa Jawa ngoko bukan kromo inggil pada suaminya untuk menegaskan bahwa seorang istri harus sederajat.
Semua syarat yang diajukan Kartini diterima oleh Joyodiningrat.
Selain karena pemikirannya yang modern, Kartini ternyata sosok yang dikagumi mending istri Joyodiningrat, Sukarmilah. Sebelum meninggal sang istri berpesan agar Joyodiningrat menikah dengan Kartini.
Setelah menikah, Kartini mendukung langkah suaminya memberantas candu yang bertentangan dengan anggota Dewan Hindia.
Kartini tutup usia pada 17 September 1904, empat hari setelah melahirkan putra pertama sekaligus anak terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat.
Wafat diusia 25 tahun, Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang, Jawa Tengah.
Berikut profil dan biodata Soesalit Djojoadhiningrat

1. Yatim Piatu di usia 8 Tahun
Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat lahir di Rembang, Jawa Tengah, 13 September 1904.
Nama Soesalit merupakan akronim kalimat dalam bahasa Jawa "susah naliko alit” (susah di waktu kecil) dikarenakan tidak pernah mengenal ibunya.
Ketika Soesalit berusia delapan tahun, Ario Djojodiningrat menyusul sang istri ke hadapan Sang Pencipta.
Soesalit yang sudah tak punya ibu dan ayah di usia muda itu kemudian diurus oleh kakak tiri tertuanya Abdulkarnen Djojoadiningrat.
Mulai dari urusan sekolah hingga pekerjaan.
Abdulkarnen nantinya memangku jabatan sebagai Bupati Rembang menggantikan ayahnya.
2. Pendidikan Soesalit
Soesalit Djojoadhiningrat bersekolah di Europe Lager School (ELS), sekolah elit untuk anak Eropa dan pembesar pribumi.
Kartini pun dulu bersekolah di tempat tersebut sebelum akhirnya 'ditarik pulang' untuk dipingit.
Setelah lulus dari ELS, Soesalit meneruskan pendidikannya di Hogare Burger School (HBS) Semarang dan berlanjut ke Recht Hoge School (RHS) Jakarta.
Baru setahun di RHS, Soesalit memilih pergi dan bekerja sebagai pegawai pamong praja kolonial.
3. Jadi polisi rahasia Belanda
Berselang beberapa tahun kemudian, sang kakak menawari pekerjaan lain untuk Soesalit.
Di luar dugaan, ternyata Abdulkarnen Djojoadiningrat memasukkan adik tirinya ke Politieke Inlichtingen Dienst (PID) yang merupakan polisi rahasia Hindia Belanda.
Rasa galau dirasakan Soesalit selama jadi polisi rahasia.
Bagaimana tidak, ia yang seorang pejuang bangsa harus memata-matai pergerakan kaum pribumi.
Disebutkan, Soesalit kerap seolah tidak tahu terkait berbegai pelanggaran yang dilakukan pribumi.
4. Jadi Tentara PETA
Setelah Jepang masuk ke Indonesia, Soesalit akhirnya keluar dari PID dan bergabung dengan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA).
Sejarawan Hendri F Isnaeni menjelaskan, selama perang kemerdekaan, putra Kartini itu menjadi panglima di Divisi III Diponegoro yang membawahi Jawa Tengah bagian Barat.
”Dia memegang kendali divisi dari 1946-1948. Dia dikenal sebagai jenderal kerakyatan dan mengidolakan Jenderal Chu Teh (Mandarin Zhu De) dari Tentara Pembebasan Rakyat yang menjadi panglima melawan Jepang di China semasa perang China-Jepang,” ujar Hendri, melansir dari Kompas.com (grup Surya.co.id).
Pada saat Agresi Militer Belanda II, Soesalit disebutkan bergerilya di lereng Gunung Sumbing.
Pada dinas militer Soesalit antara lain pernah menjabat sebagai:
- Komandan Brigade V Divisi II Cirebon (sampai dengan Oktober 1946)
- Panglima Divisi III Diponegoro (Yogyakarta — Magelang) (Oktober 1946—1948).
- Panglima Komando Pertempuran Daerah Kedu dan sekitarnya (1948).
- Perwira diperbantukan pada Staf Angkatan Darat/Kementerian Pertahanan.
5. Pangkat Diturunkan
Sayangnya, karier militer Soesalit tidak begitu mujur.
Semasa restrukturisasi dan rasionalisasi, Soesalit diturunkan pangkat menjadi Kolonel lalu menjadi pejabat di Kementerian Perhubungan.
Padahal, saat itu pangkatnya adalah Jenderal Mayor atau sekarang disebut Mayor Jenderal.
Peristiwa Madiun tahun 1948 lah yang menjadi awal penderitaan Soesalit.
Saat itu pasukan komunis tengah memberontak.
Ada satu dokumen yang disebut milik pemberontak jatuh ke tangan tentara pemerintah.
Di sana tertulis nama Soesalit yang disebut sebagai 'orang yang diharapkan'.
Singkat cerita, Soesalit pun menjadi tahanan rumah dan pangkatnya diturunkan.
Ia akhirnya menjadi pejabat di Kementerian Perhubungan dengan pangkat militer tak berbintangnya.
6. Meninggal Dunia
Kehidupan Soesalit pun dikenal sangat sederhana.
Ia tidak ingin show off soal sepak terjangnya, apalagi membawa-bawa nama besar ibunya.
Soesalit wafat di RSPAD, 17 Maret 1962.
Pemakamannya di pemakaman keluarga Djojoadhiningrat di Rembang dipimpin Wakil KSAD Jenderal Gatot Subroto.
Dia menerima Bintang Gerilya pada 1979.
Ada satu pesan yang diwariskan Soesalit adalah agar keturunannya tak membangga-banggakan diri sebagai keturunan Kartini dan harus selalu rendah hati. (Kompas.com/tribunnews/wikipedia)