Berita Tulungagung
Dua Perangkat Desa Campurdarat yang Beri Keterangan Palsu di Pengadilan Terancam Sanksi Pecat
Dua perangkat desa di Kabupaten Tulungagung ini menjadi saksi yang meringankan bagi dua terdakwa.
Penulis: David Yohanes | Editor: Titis Jati Permata
SURYA.CO.ID, TULUNGAGUNG - Dua perangkat Desa Campurdarat, Kecamatan Campurdarat dipenjara karena memberi kesaksian palsu di pengadilan.
Mereka adalah Suwignya yang menjabat Staf Kepala Dussun Ngingas, serta Heru Sumarsono yang menjabat Kepala Seksi Pemerintahan Desa.
Suwignyo dijatuhi hukuman selama dua tahun enam bulan penjara, sedangkan Heru penjara selama dua tahun.
Namun hingga saat ini status mereka masih dipertahankan.
Pemkab Tulungagung melalui Kabag Protokol dan Kerja Sama Pimpinan, Galih Nusantoto, mengaku belum menerima laporan resmi.
“Yang pasti ada konsekuensi dari hukuman itu. Peraturan Daerah tentang Pemerintahan Desa mengatur itu,” terang Galih.
Pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.
Permendagri ini kemudian diubah dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2017.
Baca juga: BREAKING NEWS 6 Kepala Daerah di Jatim Resmi Dilantik di Sesi Pertama, Berikut Daftarnya
Baca juga: Pohon Tumbang Timpa Teras Rumah Warga di Kota Blitar
Baca juga: Bantuan Tiga Bus Sekolah untuk Pondok Pesantren di Kabupaten Ponorogo
Pada pasal 5 ayat 3 (tiga) huruf b menyatakan, perangkat desa diberhentikan karena dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Pasal yang menjerat dua perangkat ini adalah 242 KUH Pidana, dengan ancaman tujuh tahun penjara.
Galih memaparkan, dasar untuk memutuskan sanksi perangkat desa yang melanggar hukum adalah ancaman hukuman.
Bukan berdasar tuntutan Jaksa saat sidang tuntutan di pengadilan.
“Misalnya Jaksa menuntut dua tahun penjara, tapi pasal yang dilanggar ancamannya tujuh tahun. Maka yang jadi acuan adalah ancaman hukuman berdasarkan pasal itu,” papar Galih.
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman penjara selama dua tahun, sementara Heru dituntut satu setengah tahun penjara.
Namun karena pasal yang dipakai adalah 242 KUH Pidana yang ancamannya tujuh tahun, maka sanksi yang dijatuhkan adalah pemberhentian.
Untuk memberhentikan perangkat desa, Kepala Desa lebih dulu berkonsultasi dengan camat.
“Kita lihat nanti, apakah sudah ada laporan dari Camat. Tapi mekanismenya sudah jelas, wajib dijalankan,” pungkas Galih.
Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan dan Masyarakat Desa (DPMD), Eko Asistono mengaku belum mendapat laporan dari Camat.
Namun pihaknya memastikan akan merespon putusan pengadilan tersebut, berdasar ketentuan yang berlaku.
Kasus ini bermula saat pasangan suami istri, Adi Wibowo (61) dan Suprihatin (50) asal Desa/Kecamatan Campurdarat ditemukan tewas pada November 2018.
Setelah satu tahun, polisi berhasil mengungkap dua pelaku, Nando dan Rizal.
Dua perangkat ini menjadi saksi yang meringankan bagi dua terdakwa.
Mereka menegaskan, Nando dan Rizal berada di Kalimantan saat pembunuhan terjadi.
Namun fakta persidangan membuktikan, Nando dan Rizal ada di Tulungagung saat pembunuhan terjadi.
Hakim langsung memerintahkan dua Suwignyo dan Heru ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka dinilai memberikan keterangan palsu di bawah sumpah dalam persidangan.
Nando dan Rizal akhirnya divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, pada 23 Maret 2020.
Polisi juga menetapkan Suwignyo dan Heru sebagai tersangka di hari yang sama.
Selama proses hukum di Kepolisian, Suwignyo dan Heru tidak ditahan.
Berkas ke duanya dinyatakan lengkap (P21) pada 8 Mei 2020.
Penyidik kepolisian melimpahkan barang bukti dan tersangka ke Kejaksaan pada Rabu (18/8/2020).
Sejak hari itu dua perangkat ini ditahan dan dititipkan ke Lapas Kelas IIB Tulungagung.
Perkara mereka diputus pada 03 Nopember 2020.