Pilkada Serentak 2020
Reaksi JADI Jatim soal Fenomena Coblos Bumbung Kosong pada Pilkada Serentak di Jatim
Jaringan Demokrasi Indonesia (JADI) atau Indonesia Democracy Network Jatim menyoroti fenomena pencoblosan kotak kosong Pilkada serentak di Jatim 2020.
Penulis: Febrianto Ramadani | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA - Jaringan Demokrasi Indonesia (JADI) atau Indonesia Democracy Network Jatim menyoroti fenomena pencoblosan kotak kosong dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kediri dan Ngawi.
Terdapat satu paslon saja yang melawan bumbung kosong. Fenomena yang menarik ini terjadi bukan hanya sekali.
JADI mencatat, ada tiga kejadian di Indonesia yang serupa pada tahun 2015 lalu.
Kini, jumlah kejadian tersebut menjadi 25 peristiwa di Indonesia.
"Ini menarik dan perlu diawasi bersama. Pastinya muncul kekhawatiran bersama terkait proses demokratisasi di Indonesia," ujar Dewita Hayu Shinta, Direktur Eksekutif Jadi Jatim, dalam konferensi pers via zoom, Kamis siang (10/12/2020).
Hal itu dikarenakan ada sebuah kampanye atau gerakan mencoblos kotak kosong walaupun tidak semasif.
Beberapa kelompok yang merepresentasikan sebagai kotak kosong membuat selebaran banner dan pamflet.
"Bahkan muncul pemilih yang sengaja mencoblos kotak kosong. Jumlahnya mencapai 40 persen," ungkapnya.
"Siapapun yang bisa merepresentasikan kotak kosong. Sehingga harus ada Keadilan. Di Kediri juga ada saksi kotak kosong. Tapi ditolak oleh semua KPPS karena tidak ada mekanisme. Bahkan juga bisa muncul legal standing untuk bisa menggugat ke MK," imbuhnya.
Apalagi, lanjut Dewita, juga tidak ada regluasi maupun proses kampanye yang mengatur gerakan tersebut.
Menurutnya, yang bisa menggugat ke MK adalah seorang pemantau atau saksi.
Berdasarkan suatu keputusan, yang bisa mengajukan gugatan adalah seorang pemantau itu sendiri.
"Pemantau harus memperoleh Plano C1 supaya menjadi legal standing ke Makhamah Konstitusi. Ini yang harus dibahas lagi supaya akses keadilan terpenuhi," pungkasnya.
Khusus Ngawi dan Kediri, tuntas Dewita, kalau sudah terwujud legal standing. Maka bisa melihat dan mengikuti pemantauan di tahapan rekapitulasi suara.
Karena hasilnya didiskusikan apabila ada bukti otentik maupun proses kecurangan, bisa menggugat.
"Diperlukan Undang Undang untuk mengikat atau mengatur segala hal tentang aktivitas pemantau," tandasnya.