Kehebatan Satgas Tinombala yang Kini Buru Ali Kalora Cs, Dulu Pernah Libatkan Kopassus dan Kostrad
Inilah kehebatan Satgas Tinombala yang kini sedang memburu Ali Kalora Cs atau kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Sigi, Sulawesi Tengah.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Inilah kehebatan Satuan Tugas ( Satgas) Tinombala yang kini sedang memburu Ali Kalora Cs atau kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Sigi, Sulawesi Tengah.
Melansir dari Wikipedia, Satgas Tinombala dibentuk pada tahun 2016 dan merupakan pasukan gabungan TNI dan Polri.
Dulu di awal pembentukannya, Satgas Tinombala pernah melibatkan satuan Brimob, Kostrad, Marinir, Raider, hingga Kopassus.
Baca juga: Kabar Terbaru Perburuan Ali Kalora Cs, Reaksi Keras Jokowi, Kapolri: Melawan,Tembak Mati Saja
Baca juga: 6 Fakta Pemburuan MIT Ali Kalora, Terjunkan Pasukan Khusus Hingga Presiden Beri Perintah Tegas
Satgas Tinombala kini tengah memburu kelompok teroris Ali Kalora lantaran diduga membantai 4 warga dan membakar rumah di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Berikut rangkuman fakta tentang kehebatan Satgas Tinombala yang kini tengah memburu kelompok teroris Ali Kalora.
1. Dulu libatkan Kostrad dan Kopassus
Operasi Tinombala adalah operasi yang dilancarkan oleh TNI dan Polri pada tahun 2016 di wilayah Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Satgas Tinombala dulunya melibatkan satuan Brimob, Kostrad, Marinir, Raider, dan Kopassus.
Menurut TNI dan Polri, Satgas Tinombala berhasil membatasi ruang gerak kelompok Santoso dan membuat mereka berada dalam kondisi "terjepit dan kelaparan".
Pada tanggal 18 Juli 2016, Santoso alias Abu Wardah tewas ditembak oleh Satgas Tinombala setelah terjadinya baku tembak di wilayah desa Tambarana.
2. Bertujuan menangkap kelompok Santoso
Satgas Tinombala awalnya bertujuan untuk menangkap kelompok teroris Santoso.
Satgas Tinombala dimulai pada tanggal 10 Januari 2016 dan merupakan kelanjutan dari Operasi Camar Maleo IV.
Satgas ini melibatkan sekitar 2.000 personel.
3. Penyergapan Sangginora
Pada 9 Februari 2016, kontak tembak jarak dekat pertama dalam Operasi Tinombala terjadi. Sebuah mobil misterius dengan kaca tertutup berhenti di desa Sangginora, Poso Pesisir Selatan.
Mereka berhenti di kios dan membeli perbekalan di luar batas kewajaran. Pemilik kios curiga dan melaporkan mobil tersebut kepada Satgas Tinombala yang terdekat.
6 orang personel gabungan TNI-Polri kemudian mendatangi mobil tersebut. Brigadir Wahyudi Saputra yang mengetuk kaca mobil, secara tiba-tiba ditembak dari dalam mobil oleh terduga teroris.
Melihat Wahyudi jatuh tersungkur, 5 anggota TNI-Polri lainnya langsung menembak ke arah mobil misterius tersebut, menewaskan 2 teroris di dalamnya.
Wahyudi tewas saat dilarikan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Poso akibat luka tembak di dagu kiri dan menembus leher belakang.[butuh rujukan]
4. Kematian Santoso
Pada 18 Juli 2016, kontak tembak terjadi di pegunungan sekitar Desa Tambarana, Poso Pesisir Utara, sekitar pukul 17.00 WITA.
Dalam baku tembak yang berlangsung sekitar setengah jam itu, dua orang tewas, dan mereka adalah Santoso dan Mukhtar.
Basri yang awalnya diperkirakan tewas (belakangan ternyata Mukhtar), berhasil kabur.
Kepala Satuan Tugas Operasi Tinombala Kombes (Pol.) Leo Bona Lubis mengungkapkan, kepastian Santoso tewas diperoleh dari hasil identifikasi fisik luar dan dari keterangan saksi-saksi.
Penyerbuan terhadap kelompok Santoso dilakukan sekitar pukul 16.00 WITA oleh anggota satgas bersandi Alfa-29 yang terdiri atas sembilan orang prajurit Yonif Raider 515/Kostrad.
Saat melaksanakan patroli di pegunungan Desa Tambarana, mereka menemukan sebuah gubuk dan melihat beberapa orang tidak dikenal sedang mengambil sayur dan ubi untuk menutup jejak.
Mereka juga menemukan jejak di sungai dan terlihat tiga orang di sebelah sungai namun langsung menghilang.
Tim satgas ini kemudian berupaya mendekati orang-orang tak dikenal itu dengan senyap. Setelah berada dalam jarak sekitar 30 meter, mereka kemudian terlibat kontak senjata sekitar 30 menit.
Setelah dilakukan penyisiran seusai baku tembak, ditemukan dua jenazah dan sepucuk senjata api laras panjang. Sedangkan tiga orang lainnya berhasil kabur.
Dua jenazah, yakni Santoso dan Mukhtar, kemudian dievakuasi pada Selasa pagi ke Polsek Tambarana, Poso Pesisir Utara.
Hanya beberapa menit di Polsek Tambarana, jenazah kedua buronan dalam kasus terorisme itu diterbangkan dengan sebuah helikopter menuju Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie Palu.
5. Penangkapan Basri dan kematian anggota lainnya
Pada 14 September 2016, Basri bersama istrinya ditangkap oleh Satgas Operasi Tinombala. Mereka ditangkap tanpa melakukan perlawanan sama sekali. Dia dan istrinya kemudian di bawa ke Palu untuk diperiksa atas keterlibatannya dalam kelompok Santoso.
Pada 14 September 2016, seorang terduga teroris ditemukan tewas di pinggir Sungai Puna di desa Tangkura, Poso Pesisir Selatan, sekitar pukul 9:30 pagi waktu lokal (WITA).
Orang tersebut kemudian diidentifikasi sebagai Andika Eka Putra, salah satu DPO.
Berdasarkan informasi dari Kapolda Sulawesi Tengah, Brigjen. Pol. Rudy Sufahriadi, Andika tewas karena kepalanya terbentur batu pada saat dia akan menyeberangi sungai. Tim satgas kemudian diturunkan ke lokasi untuk mengambil jenazah dan dibawa ke RSUD Poso.
Pada 19 September 2016, Satgas Operasi Tinombala Charlie 16, sedang berpatroli di wilayah perkebunan Tombua dan tiba-tiba bertemu dengan Sobron, salah satu DPO.
Sobron kemudian terpojok dan mengambil granat dari sakunya setelah dia diminta untuk menyerah.
Belum sempat melempar granat tersebut, Satgas kemudian menembaknya di kepala karena dia tidak mau menyerah. Di tubuhnya ditemukan empat granat dan dua machete.
Pada tanggal 10 November 2016, Yono Sayur ditembak mati oleh pasukan gabungan setelah sebelumnya mencoba melarikan diri.
Buru Ali Kalora Cs
Diketahui, Satgas Tinombala kini tengah memburu kelompok teroris Ali Kalora setelah mereka diduga membantai 4 warga dan membakar rumah di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud MD, Minggu (29/11/2020), Satgas Tinombala sudah melakukan isolasi dan pengepungan di tempat-tempat yang dicurigai.
Seperti dilansir dari Tribunnews.com dalam artikel 'Satgas Tinombala Isolasi dan Kepung Kelompok MIT Pelaku Teror di Sigi Sulteng'
"Pemerintah juga sudah melakukan langkah-langkah untuk melakukan pengejaran.
Dan tadi tim Tinombala sudah menyampaikan tahap-tahap yang dilakukan untuk mengejar pelaku dan melakukan isolasi dan pengepungan terhadap tempat yang dicurigai ada kaitan dengan para pelaku," kata Mahfud dalam video pers yang diterima Tribunnews.com, Minggu, (29/11/2020).
Mahfud menegaskan bahwa pelaku yang membunuh satu keluarga tersebut merupakan kelompok MIT.
Kelompok tersebut merupakan sisa-sisa dari kelompok Santoso yang tewas 2016 lalu.
"Masih tersisa beberapa orang lagi (kelompok santoso) dan operasi Tinombala sedang mengejarnya sekarang," katanya.
Mahfud mengatakan bahwa perbuatan pelaku yang membunuh empat orang dalam satu keluarga tersebut sangat bengis dan keji.
Pemerintah menurut Mahfud akan tindak tegas pelaku tersebut.
"Pemerintah mengutuk keras terhadap pelakunya dan menyatakan duka yang mendalam kepada korban dan keluarganya," pungkasnya.
Sebelumnya, kekejian kelompok teroris Ali Kalora jadi sorotan lantaran memenggal kepala dan membakar rumah warga.
Peristiwa mengerikan itu terjadi di Desa Lembontonga, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Empat kepala warga dipenggal. Seusai mengeksekusi warga, setidaknya ada 7 rumah yang dibakar kelompok ini.
Seperti dilansir dari Tribunnews dalam artikel 'FAKTA Satu Keluarga di Sigi Tewas Dibunuh: Pelaku Ternyata Kelompok Teroris, Ini Kronologinya'
Menurut polisi dari keterangan warga Desa Lembotonga, ada 10 orang yang melakukan eksekusi.
Tiga orang di antaranya membawa senjata laras panjang.
Setelah kejadian tersebut, Ali Kalora dan kelompoknya lari ke hutan.
Karopenmas Divhumas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan, peristiwa pembunuhan itu pertama kali diketahui pada Jumat, 27 November 2020 sekitar pukul 10.30 WITA.

Saat itu anggota Polsek Palolo menerima informasi dari masyarakat bahwa ada salah satu warga Dusun 5 Lewonu yang dipenggal kepalanya dan beberapa rumah dibakar oleh orang tidak dikenal.
Polisi pun kemudia langsung bergerak ke lokasi kejadian.
Lantas, sesampainya di TKP, polisi menemukan empat mayat dan 7 rumah dibakar.
Polisi kemudian melakukan olah TKP dipimpin Kapolres Sigi AKBP Yoga Priyahutama dan tim inavis Polda Sulteng.
”Lima saksi yang diinterogasi menyatakan bahwa pelaku kurang lebih 10 orang tidak dikenal, 3 orang membawa senjata api (laras panjang 1 dan 2 senpi genggam)," kata Awi.
Setelah diperlihatkan DPO teroris MIT, Awi mengatakan para saksi yakin identitas tiga orang OTK tersebut adalah teroris kelompok Ali Ahmad alias Ali Kalora.
”Saat ini sudah ada back up kurang lebih 100 orang pasukan dari Satgas Tinombala, Brimob Polda Sulteng dan TNI untuk melakukan pengejaran terhadap kelompok Ali Kalora tersebut,” kata Awi.
Kabid Humas Polda Sulteng, Komisaris Besar Didik Suparnoto mengatakan, pembunuhan secara keji dan pembakaran yang dilakukan kelompok Ali Kalora bertujuan menyebarkan teror di masyarakat.
"Jadi mereka kadang-kadang suka melakukan aksi secara acak.
Namanya teroris, jadi melakukan tindakan teror untuk menakut-nakuti masyarakat," kata Didik saat dikonfirmasi, Sabtu (28/11).(*)