Citizen Reporter

Strategi Multimodal dan Pisuhan Plesetan, Hari Kedua Seminar Nasional Pekan Chairil Anwar

Seminar tersebut kerja sama Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (FIB Unej), Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) Jember.

Editor: Parmin
Foto: istimewa
Umilia Rokhani, salah satu pembicara dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta. 

SURYA.co.id | Wacana multimodal tayangan visual iklan rokok Djarum Super menjadi daya tarik dalam era disrupsi.

Multimodal merupakan penggunaan beberapa tanda semiotis dalam desain produk secara bersamaan.

Dalam iklan itu, multimodal muncul pada informasi mengenai lingkungan alam, tumbuh-tumbuhan, gua vertikal, sungai, ruang dasar bumi, dan cahaya matahari.

Padahal yang diiklankan adalah rokok. Fenomena semacam inilah yang kini menarik perhatian publik.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Sudartomo Macaryus, dosen FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta, pada hari kedua dalam Seminar Nasional Pekan Chairil Anwar yang diselenggarakan secara daring.

Seminar tersebut diadakan atas kerja sama Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (FIB Unej), Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) Jember, dan Asosiasi Tradisi Lisan Jember, Selasa, (6/10/2020).

Dalam seminar itu dipaparkan 20 makalah terpilih, dari total 64 makalah yang masuk ke meja editor prosiding.

Presentasi dibagi dalam 4 room dalam media Zoom.

Dijelaskannya bahwa iklan dalam era disrupsi bukan lagi mengutamakan ajakan untuk mengonsumsi atau menggunakan produk, melainkan menawarkan pengetahuan dan pengalaman yang lebih menghibur.

Iklan rokok bertajuk My Life My Adventure, bukan mengajak orang untuk merokok, melainkan memberi informasi visual berupa destinasi wisata, di antaranya alam Gua Jomblang.

Penjelasan Sudartomo menggambarkan mengenai bidang kajian dalam era disrupsi penting untuk dilakukan.

Hal itu mengingat era disrupsi bukan hanya terkait bidang ekonomi atau bisnis, tetapi juga bidang-bidang lain, seperti bidang sosial, humaniora, pendidikan, sastra, linguistik, sejarah, dan perfilman.

Pembicara lain, dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Umilia Rokhani, menjelaskan mengenai film yang menjadi salah satu model akulturasi ekspresi masyarakat untuk merespons perkembangan zaman.

Film bukan sekadar karya seni yang diproduksi sebagai media edukasi, melainkan juga sebagai sinergi dalam mewadahi ekspresi kultural masyarakat yang terkait.

Halaman
12
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved