Sambang Kampung

Biopori ++ Alternatif Warga Ondomohen Surabaya untuk Mengurangi Sampah Dapur dan Menyuburkan Tanaman

Di Kampung Ondomohen, terdapat sejumlah biopori yang tabungnya muncul di atas permukaan tanah. Biasanya, warga menyebutnya Biopori ++

Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Habibur Rohman
BIOPORI ++ - Kampung Ondomohen Surabaya membuat biopori alternatif yang lebih tinggi dan dinilai memiliki fungsi lebih dibanding biopori yang rata dengan tanah. Selain itu, lingkungan yang tertata dengan berbagai tanaman dan budidaya ikan dengan memanfaatkan selokan ini juga membudidayakan magot untuk beberapa kebutuhan. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Selain resapan air, biopori juga bermanfaat sebagai tempat pembuangan sampah organik untuk menjadi pupuk kompos.

Biasanya, biopori terbuat dari tabung silindris yang ditanam di dalam tanah. Namun, inovasi berbeda dihadirkan di Kampung Ondomohen, tepatnya kawasan RT 8 RW 7 Kelurahan Ketabang, Kota Surabaya.

Di sini, terdapat sejumlah biopori yang tabungnya muncul di atas permukaan tanah. Biasanya, warga menyebutnya Biopori ++.

"Biopori ini fungsi utamanya sebagai resapan air sekaligus mengolah sampah makanan. Tabungnya ada di tanah 40 cm dan muncul di permukaan 80 cm. Jadi totalnya 120 cm," ungkap Musmulyono, Fasilitator Kelurahan Ketabang yang juga warga Ondomohen, Senin (5/10/2020).

Biopori berdiameter 10 cm tersebut lebih praktis digunakan warga jika dibandingkan biopori biasa. Warga tinggal membuka tutup lalu memasukkan sampah.

"Sampahnya yang tidak kuat dimakan magot, seperti tulang, kulit udang, kulit bawang dan duri ikan. Kalau untuk sisa makanan yang lunak seperti nasi, dibuat makan magot," urai Mus, sapaan akrabnya.

Sampah dapur yang tertimbun dalam biopori ++ ini terurai secara alami dan tidak perlu diambil karena langsung diserap oleh tanaman.

"Baiknya diletakkan di sebelah pohon besar sehingga langsung diserap sebagai pupuk. Untuk satu biopori ini, perkiraan penuh sampai enam bulan," ia menerangkan.

Menurut Mus, biopori ++ ini bisa menjadi alternatif tepat pengolahan sampah sisa makanan dalam jumlah banyak seperti warung atau rumah makan.

"Sampah atau warung atau restoran kan sampah makanannya banyak. Biasanya dibuang ke tempat sampah. Kalau kuah, biasanya dibuang ke saluran yang bisa mencemari air," terangnya.

Dengan menggunakan biopori ini, masalah tersebut akan sangat bisa diatasi dengan harapan menghasilkan nol sampah.

Awal mula kampungnya memiliki biopori ++ ini dari Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRT) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Inovasi ini sebelumnya sudah ada di Jawa Barat.

"Jadi di sini menjadi salah satu kampung percontohan untuk biopori yang seperti ini," ujar pria berusia 47 tahun ini.

Tentunya, ia berharap kampungnya bisa nol sampah rumah tangga. Total kini terdapat 3 biopori ++ dan 20 biopori tanam.

"Alhasil sekarang sudah ada pengurangan sampah rumah tangga sampai 50 persen. Kalau dulu tempat sampah warga selalu penuh, sekarang sudah setengah," tutupnya.

Menurut salah satu warga lain, Yuono (47), keunggulan biopori ++ salah satunya punya kapasitas lebih banyak.

"Soalnya lebih panjang, jadi lebih kuat banyak. Memasukkannya pun sekarang lebih gampang. Biasanya saya buat buang sampah-sampah dapur seperti sisa makanan," katanya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved