Citizen Reporter
Buku Sastra Pariwisata Referensi Pemda Kembangkan Pariwisata Berbasis Sastra dan Tradisi Lisan
Peluncuran buku itu juga menandai pisah sambut Novi Anoegrajekti yang berpindah tugas ke Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta.
SURYA.co.id | Paket gaya hidup yang sedang dicari sebagian orang saat ini adalah berwisata. Tempat wisata dan kisah yang membawa orang mendatangi lokasi yang diyakini seperti dalam tuturan membuat berbagai daerah berlomba merancang wisata terbaik.
Di sisi lain, tempat wisata itu juga membuat peneliti sastra menggali informasi dan memperkaya wilayah sastra
Sastra pariwisata menguatkan pandangan mengenai fungsi kemanfaatan sastra sebagai ruang sosialisasi, promosi, dan destinasi wisata.
Itu yang diwujudkan saat peluncuran buku Sastra Pariwisata secara daring, Rabu (26/8/2020).
Peluncuran dilakukan dalam Sedaring Titian Baru Peluncuran Buku Sastra Pariwisata: Karya Kreatif, Inovasi Kritik, dan Industri Kreatif.
Peluncuran buku itu juga menandai pisah sambut Novi Anoegrajekti yang berpindah tugas dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember ke Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta.
Ide penulisan Sastra Pariwisata muncul saat Munas dan Konferensi Internasional HISKI yang berlangsung di Aceh 11-13 Juli 2019.
Salah satu artikel ditulis oleh Sapardi Djoko Damono berjudul “Mengemas Dongeng”.
Buku disiapkan selama 11 bulan dan diharapkan akan menjadi referensi bagi dinas pariwisata baik di provinsi maupun kabupaten/kota dalam pengembangan pariwisata berbasis sastra dan tradisi lisan.
Pisah sambut itu diwarnai dengan diskusi menarik dengan pembicara I Nyoman Darma Putra dari Universitas Udayana, Djoko Saryono dari Universitas Negeri Malang, dan Setya Yuwana Sudikan dari Universitas Negeri Surabaya.
Ketiga guru besar itu saling melengkapi dan menguatkan kehadiran sastra pariwisata sebagai bentuk kajian yang menarik dan penting.
Darma menuturkan, sastra pariwisata memiliki dua dimensi, yaitu pendekatan kritik sastra dan pendekatan penulisan kreatif.
Karya sastra menjadi brand efektif destinasi pariwisata, misalnya cerita rakyat Putri Mandalika menjadi brand mega resort wisata di Lombok.
Novel Eat Pray Love diinspirasi dari pengalaman penulisnya, Elizabeth Gilbert saat tur di Italia, India, dan Indonesia (Bali).