Sambang Kampung
Menengok Produksi Tempe Asal RT 2 RW 2 Medokan Semampir Surabaya
Sudah 18 tahun Pujiati memproduksi tempe dari rumahnya di Medokan Semampir Surabaya. Meski gagal berkali-kali, dia tetap konsisten.
Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | SURABAYA - Pujiati, warga RT 2 RW 2 Medokan Semampir Surabaya masih konsisten menggeluti usaha produksi tempe sejak 2002.
Ditemui di kediamannya, ketua UKM Medokan Semampir ini terlihat menata sejumlah tempe yang sedang dalam proses fermentasi.
"Sudah delapan belas tahun saya memproduksi tempe. Sebenarnya, sebelumnya saya bikin keripik tempe," katanya kepada Surya.
Pada 2002 itu, ia mendapatkan tawaran untuk membuat tempe. Tidak didistribusikan ke pasar tradisional, melainkan dipasarkan ke sejumlah ritel terkenal di Jawa Timur.
"Jadi ditaruh di ritel-ritel. Ada yang di Surabaya, Malang, Pasuruan, dan sebagainya. Nama UKM-nya UKM Setia Hati," ia mengungkapkan.
Cita rasa tempe buatannya pun dinilai khas dan lebih segar dibandingkan sejumlah produk di pasaran.
"Sebelumnya kan bikin keripik. Setelah itu ada tawaran bikin tempe dari buyer lokal. Ya akhirnya saya terima, saya coba bikin tempe," ungkapnya.
Saat pertama kali mencoba, Pujiati sempat mengalami kegagalan. Tiga kali membuat, tempe buatannya masih dirasa kurang memenuhi kualifikasi permintaan.
"Tapi saya coba terus. Akhirnya dapat rasa tempe yang pas. Jadi dulu gagal, terus berusaha bikin yang baru, terus seperti itu," katanya.
Tempe produksinya ada yang dikemas bungkus plastik, ada juga yang dibungkus daun pisang yang masih segar.
"Dalam sehari saya bisa bikin sekitar 50 kilogram tempe. Pembuatannya tidak langsung dikirim ke semua ritel. Jadi hari ini ke tempat satu, besok ke tempat yang lain," urainya.
Untuk menghasilkan tempe yang siap kirim, proses pembuatan bisa mencapai empat hari.
"Ini dari proses merebus sampai jadi. Untuk kedelainya saya ambil dari salah satu supplier di Surabaya," katanya.
Agar tempe yang ia buat berkualitas baik, ia pun memastikan setiap prosesnya secara teliti.
"Pertama, kedelai direbus terlebih dahulu. Kemudian direndam satu malam. Lalu digiling supaya bijinya pecah jadi dua," katanya.
Setelah itu dibersihkan sampai benar-benar bersih lalu direbus, kemudian ditunggu sampai dingin. Selanjutnya baru proses fermentasi atau diberi ragi.
"Tempe saya benar-benar bersih, oleh karena itu tidak cepat busuk. Kadang kalau beli di pasar, kan ada yang cepat busuk, itu karena tidak bersih," papar Pujiati.
Tempat produksinya juga kerap dikunjungi oleh tamu yang datang ke kampung.
"Tamu yang datang ke kampung tidak sekadar dikasih lihat suasana saja, tapi juga diajak, istilahnya diberi edukasi, misalnya tentang cara membuat tempe," ungkap Rina, salah seorang warga sekaligus Sie Pemuda RT 2 RW 2 Medokan Semampir.
Tidak hanya tempe produksi Pujiati, tamu juga berkesempatan melihat proses pembuatan produk kampung yang lain mulai dari minuman herbal, pengolahan minyak jelantah menjadi sabun, dan sebagainya.
"Jadi orang ke sini tidak hanya dikasih tahu, tapi juga dilihatkan proses bikinnya seperti apa," imbuh Rini.