Berita Gresik
Pelaku Cabul Siswi SMP Hingga Hamil 7 Bulan Belum Dipanggil, Apa Nggak Khawatir SG Melarikan Diri
Kanit PPA, Aipda Slamet Mujiono belum dapat berbicara banyak kapan terduga pelaku SG dipanggil. Masih proses, periksa saksi-saksi.
Penulis: Willy Abraham | Editor: Anas Miftakhudin
SURYA.CO.ID I GRESIK -
Penanganan kasus pencabulan terhadap MD (16) siswi SMP kelas VIII hingga hamil 7 bulan oleh penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Reskrim Polres Gresik terkesan jalan di tempat.
Pasalnya, sudah sepekan lebih kasus tersebut dilaporkan keluarga korban tapi masih berkutat dalam pemeriksaan saksi. Terduga pelaku SG (50), hingga kini belum ada pemanggilan dari penyidik kepolisian.
Kuasa hukum MD, Abdullah Syafi'i SH, mengaku sering dihubungi keluarga kliennya itu. Bahkan hari ini kembali menanyakan hal itu.
"Tadi pagi kontak saya, tanya kenapa SG kok tidak dipanggil-panggil. Hampir dua minggu," ujar Syafi'i kepada Surya.co.id, Sabtu (9/5/2020).
Menurut keluarga korban, masih melihat SG masih berada di desa. Pria sebagai terlapor itu terlihat berada di rumah. "Sering terlihat ke luar rumah, kalau tidak dipanggil atau ditahan, bisa saja melarikan diri," terangnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kanit PPA Satreskrim Polres Gresik, Aipda Slamet Mujiono belum dapat berbicara banyak kapan terduga pelaku SG akan dipanggil.
"Masih proses, periksa saksi-saksi," terangnya.
Sementara itu, dalam kasus ini yang sempat menyeret nama anggota DPRD Gresik yang diketahui mencoba mendamaikan kasus ini agar tidak sampai ke ranah hukum. Korban MD diiming-imingi uang Rp 500 juta agar kasusnya diselesaikan secara kekeluargaan.
Diketahui anggota DPRD Gresik itu bernama Nur Hudi asal Fraksi Partai NasDem. Ketika dikonfirmasi, Nur Hudi tidak menampik adanya ajakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara kekeluargaan.
Menurutnya, opsi yang ditawarkan itu adalah solusi yang bijaksana, dengan menggunakan pendekatan kekeluargaan. Sebab, bayi yang dikandung oleh gadis tersebut merupakan anak dari SG. Yang hingga kini masih berstatus sebagai terlapor.

"Itu inisiatif saya sendiri untuk memikirkan masa depan korban dan dan bayinya. Karena kondisi ekonomi korban dan keluarga sangat memprihatinkan belum punya rumah, tinggal di rumah kontrakan," jelasnya.
Nur Hudi menambahkan, itupun kalau korban setuju. Jika tidak ya tidak apa-apa, itu hanya menyampaikan solusi.
"Masalah hukum pencabulan anak di bawah umur itu masuk hukum khusus walaupun ada kesepakatan damai antarkeluarga ya tetap di proses. Mungkin sifatnya hanya meringankan hukuman tersangka. Kami pun paham masalah hukum tersebut," terangnya, Sabtu (9/5/2020).
Dikatakannya, terduga pelaku memiliki kemampuan finansial yang cukup. Bahkan memiliki 2 ha tanah dan sawah. SG sendiri merupakan tetangga dari korban. Bahkan, diduga kuat terduga pelaku itu merupakan orang dekat dari Nur Hudi.
"Sebetulnya niat kuasa hukum korban itu baik untuk menegakan hukum pencabulan anak supaya perbuatan ini tidak terjadi di masyarakat. Beliau sudah benar tindakannya. Tapi saya selaku wakil rakyat juga bertujuan yang sama membantu korban dari sisi sosial dan ekonomi supaya nasib korban dan bayinya punya masa depan. Dengan publikasi seperti ini diharapkan kita bisa memberikan pendidikan hukum kepada masyarakat," paparnya.
Disinggung uang nominal Rp 500 juta yang rencananya akan diserahkan kepada korban sebagai bentuk kekeluargaan, Nur Hudi menyebut itu bukan uang pribadinya.
"Itu rencana tak mintakan tanahnya SG, kalau SG setuju dan korban setuju. Kalau tidak setuju keduanya ya biarkan saja. Kita hanya bantu carikan solusi saja untuk membantu ekonomi korban dan meringankan hukuman tersangka," pungkas pria yang disapa Ki Ageng ini.

Sementara itu, kasus tersebut sudah didengar Badan Kehormatan (BK) DPRD Gresik. Meski demikian, pihak BK belum bisa melakukan upaya lebih lanjut.
Ketua BK DPRD Gresik, Faqih Usman mengaku belum menerima laporan tersebut hingga kini.
"Kami sendiri tidak bisa melakukan persidangan tanpa adanya aduan," ucapnya.
Politisi PAN ini sedang menunggu perkembangan proses hukum dari kepolisian. Apabila benar terbukti terlibat secara hukum formil pihaknya bisa memanggil Nur Hudi.
Menurut Pasal 29 huruf f Peraturan DPRD Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kode Etik Dewan. Anggota DPRD Gresik dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses penyelidikan, penyidikan, dan pengambilan keputusan pada lembaga penegak hukum, yang ditujukan untuk kepentingan pribadi atau di luar fungsi dan haknya sebagai Anggota atau Pimpinan DPRD.
Meski begitu, pihaknya berkomitmen akan menjunjung tinggi Kode Etik tersebut. "Ada tiga sanksi, paling ringan hanya teguran lisan atau tertulis paling berat pemberhentian sebagai anggota dewan," tandas Faqih.