Polemik Obat Herbal Herbavid19 dari DPR

Pengusaha Jamu Protes, Sebut Jamu Herbavid19 Impor dari China secara Diam-diam

Gabungan Pengusaha Jamu menyebut kegiatan impor ini tidak diketahui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan industri jamu dalam negeri.

Editor: Suyanto
RRI.co.id
Jamu Herbavid19 dari Satgas Lawan Covid19 DPR 

SURYA.co.id I JAKARTA -  Gabungan Pengusaha (GP) Jamu protes dengan Satgas Lawan Covid-19 DPR karena diam-diam telah mengimpor jamu-jamu herbal dari China. 

Jamu itulah yang kemudian dibagi-bagikan ke rumah-rumah sakit di Jakarta, Selasa (28/4). Jamu dengan nama Herbavid19 itu pula yang diakui Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco menyembuhkan dirinya dan  lima temannya ri Covid-19.

Gabungan Pengusaha Jamu menyebut kegiatan impor ini tidak diketahui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan industri jamu dalam negeri.

Ketua Umum GP Jamu, Dwi Ranny Pertiwi menjelaskan satgas DPR-RI impor jamu secara besar-besaran untuk dibagikan ke rumah sakit rujukan corona tanpa koordinasi ke BPOM.

"Saya keberatan dengan hal ini karena Indonesia pun bisa membuat formula yang terkandung di dalam jamu impor tersebut. Itu yang membuat saya keberatan," jelasnya dalam RDPU Virtual, Senin (27/4/2020).

Ranny mempertanyakan impor jamu dalam jumlah besar tetapi BPOM tidak diajak bicara soal donasi obat sebanyak itu.

Deputi Hukum dan Advokasi Satgas Lawan Covid-19 Habiburokhman, menyatakan tidak ada bahan-bahan terlarang yang terkandung dalam Herbavid19

Habiburokhman menegaskan Herbavid merupakan produksi lokal, meski sebagian bahan obat ada yang diimpor dari China karena sulit ditemukan di Indonesia. "Herbavid 19 adalah obat herbal yang juga dibuat industri lokal, dibuat di Indonesia dan diproduksi oleh orang Indonesia.

Bahan obatnya ada sebelas jenis, yang delapan jenis ada di Indonesia dan tiga impor dari China karena memang tidak ada di Indonesia," terangnya.

"Tiga bahan obat tersebut harus digunakan, karena mengacu pada publikasi jurnal ilmiah internasional untuk obati Covid-19. Meramu obat herbal itu kan harus ada dasar ilmiahnya," imbuh Habiburokhman.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved