Lapor Cak

Warga Surabaya Tak Lelah Berjuang Hapus Surat Ijo, kini Lakukan Pendataan dan Inventarisasi Sendiri 

Puluhan Perwakilan warga pemegang surat Ijo mencanangkan pendataan surat Ijo di Unversitas Wijaya Kusuma Surabaya, Kamis (18/3/2020).

Penulis: Nuraini Faiq | Editor: Parmin

SURYA.co.id | SURABAYA - Ratusan ribu warga Surabaya saat ini mendiami persil atau tanah dengan status surat Ijo. Mereka tersebar di 24 kecamatan dan 87 kelurahan di seluruh Surabaya.

Hingga saat ini, mereka terus berjuang demi penghapusan surat Ijo.

Terkini, mereka mencanangkan pendataan dan inventarisasi mandiri untuk semua tanah yang saat ini oleh Pemkot Surabaya digolongkan sebagai pemegang surat Ijo. Selain membayar PBB, mereka juga dikenakan retribusi Izin Pemakaian Lahan (IPL).

Data penghuni Surat Ijo sebenarnya sudah ada di Pemkot Surabaya. Namun warga tidak bisa sepenuhnya mengetahui Detailnya. Pendataan warga ini dinilai akan lebih akurat, update, dan detail karena by name By adress. 

Mulai dari luasan, sejak kapan tinggal di Persil itu, berupa Persil rumah tangga atau usaha, hingga saat ini dikuasai siapa. Sejak kapan sebenarnya penguasaan Persil itu akan tersaji dalam pendataan warga.

 "Saya kira akan lebih detail dan akurasinya tinggi pendataan ini. Hasil pendataan itu akan kami sampaikan langsung ke Kementerian Agraria," kata Ketua Perkumpulan Penghuni Tanah Surat Ijo Surabaya (P2TSIS) Endung Sutrisno, Kamis (18/3/2020).

 Endung bersama Ketua Dewan Pengawas P2TSIS Moch Faried dan seluruh perwakilan penghuni surat Ijo dari seluruh Surabaya berkumpul di Universtas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya.

Faried mencatat ada setengah juta warga yang saat ini menempati dan memanfaatkan tanah surat Ijo. 

Mulai dari rumah, toko, tempat usaha, kampus, sekokah, hingga rumah ibadah berdiri di tanah surat Ijo. Ada siswa, mahasiswa, dan Jamaah serta keluarga yang ada di situ. "Tanah ini oleh Pemkot dimasukkan aset mereka," kata Faried. 

 Selain bayar PBB, ternyata mereka diwajibkan membayar IPT. Farid menyebut Toko Bilka mendapat tagihan hingga miliaran. Sementara kampus-kampus termasuk UWK, dan sejumlah kampus juga berada di tanah surat Ijo. Tagihan mereka ratusan juta per tahun. 

Sampai kapan seperti ini. P2TSIS pun sepakat menolak IPT dan menghapus surat Ijo menjadi hak milik. Sebab sejak peninggalan Belanda, mereka sudah menempati lahan tersebut. Mereka sudah lebih dari 20 tahun menempatinya.

Sesuai aturan agraria, warga yang menempati aset negara lebih dari 20 tahun berturut-turut bisa diajukan menjadi hak milik. P2TSIS akan membuktikan itu dengan dukungan data.

Dalam 45 hari, pendataan itu harus tuntas. Selanjutnya akan dijadikan penguat untuk diajukan ke Kementerian.

"Surat Ijo aset negara bukan aset pemkot. Negara di Surabaya adalah BPN, bukan Pemkot," tandas Endung. 

Konsolidasi pertemuan para pemilik surat Ijo tersebut dihadiri oleh para koordinator pemegang surat Ijo di setiap wilayah Surabaya. Pertemuan itu untuk memperkuat langkah mereka berjuang menghapus surat Ijo langsung ke kementerian. Mantan Guru besar Ubaya Prof Eko Sugiantoro dihadirkan.

"Kepentingan rakyat adalah Hukum tertinggi. Saya pikir aneh, satu objek dikenakan dua pungutan. PBB dan IPT," kata Eko.

Hingga saat ini, warga Surabaya pemegang surat Ijo tak lelah menuntut penghapusan surat Ijo.

Karena bertahun-tahun tidak ada ujung, mereka mendapat angin segar karena kementrian dan DPR pusat mendukung pendataan tersebut.

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved