Berita Kediri
Jamasan di Desa Pojok, Kisah Dibalik Keris Kiai Gadakan Milik Bung Karno
Penyerahan keris dan tombak Kiai Gadakan diwarnai jogetan, tangisan dan sujud syukur. Sang kades berjoget-joget kegirangan sambil menangis haru
Penulis: Didik Mashudi | Editor: Cak Sur
SURYA.co.id | KEDIRI - Keberadaan keris dan tombak Kiai Gadakan milik Bung Karno ternyata punya kisah menarik. Rencananya tombak dan keris tersebut bakal dijamas di Rumah Persada Sukarno, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Selasa (10/9/2019).
Tepat pada tanggal 10 Suro, tombak dan keris Kiai Gadakan milik Bung Karno akan dilakukan jamasan.
Acara jamasan yang sebelumnya dilakukan tertutup, kini terbuka untuk umum dengan harapan menjadi sarana edukasi bagi generasi muda.
Ketua Harian Persada Sukarno, Kushartono menjelaskan penyerahan tombak dan keris ini punya kisah yang unik. Pemilik awal tombak dan keris ini seorang lurah atau kepala desa di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
"Penyerahan keris dan tombak ini diwarnai jogetan, tangisan dan sujud syukur. Sang kades berjoget-joget kegirangan sambil menangis haru," ungkap Kushartono kepada Surya.co.id, Senin (9/9/2019).
Diungkapkan, dari cerita yang diterimanya, penyerahan keris itu berlangsung pada 1947 saat Presiden Soekarno melakukan kunjungan kerja ke salah satu desa di Kabupaten Grobogan.
Kunjungan kerja dilakukan untuk meninjau kegiatan belajar mengajar untuk memberantas buta huruf.
Pada kegiatan itu Presiden Soekarno juga didampingi RM Sajid Soemodiharjo selaku kepala rumah tangga Istana.
Saat rombongan tiba di lokasi acara peninjauan kegiatan belajar membaca dan menulis, tiba-tiba Presiden Soekarno ingin ke kamar kecil.
"Pak aku kebelet pipis ora iso ditahan iki, kata Bung Karno sebagaimana dituturkan oleh RM Sajid," ungkap Kushartono.
Kemudian RM Sajid Soemodiharjo segera memanggil ajudan, dengan terburu-buru ajudan itu membawa Bung Karno ke rumah yang tak jauh dari balai desa di mana Bung Karno meninjau kegiatan belajar membaca dan menulis.
Saat masuk ke rumah, betapa terkejutnya Bung Karno karena pemilik rumah langsung berjoget-joget kegirangan sambil bersujud sujud dan menangis.
"Termasuk Eyang kami (RM Sajid ,red) yang waktu itu ikut mendampingi Bung Karno juga ikut terheran-heran," tambah Kushartono.
Kemudian si pemilik rumah menyampaikan bahwa sudah bertahun-tahun, turun-temurun dari generasi ke generasi keluarganya memengang amanat leluhur bahwa jika suatu saat ada seorang raja masuk dalam rumah, maka keris dan tombak Kiai Gadakan supaya diserahkan.
Namun sudah bertahun-tahun, turun temurun ditunggu wasiat ini tidak kunjung terbukti. Hampir saja keluarga itu berputus asa, tidak percaya lagi pada wasiat itu.
"Sebab jika dipikir memang benar, mana mungkin ada raja masuk ke rumahnya," ujarnya.
Namun nyatanya wasiat leluhur itu tidak pernah berbohong karena akhirnya terbukti benar ada seorang 'Raja' yang masuk dalam rumahnya. 'Raja' itu tak lain adalah Presiden Soekarno.
Otomatis betapa girang dan senangnya kepala desa tersebut.
Senang, takjub, kaget berbaur menjadi satu. Dia yakin tidak salah sasaran, segera keris Kiai Gadakan itu langsung diserahkan kepada Presiden Soekarno dengan joget dan kegirangan serta cucuran air mata.