Berita Surabaya

Disebut Penetapan Tersangka Veronica Koman Tidak Tepat, Polda Jatim Paparkan Bukti-bukti Ini

Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan memastikan, penetapan Veronica Koman sebagai tersangka bukan tanpa dasar, apalagi dibuat-buat.

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Cak Sur
Istimewa
Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan di Lobby Gedung Tri Brata Mapolda Jatim. 

SURYA.co.id | SURABAYA - Polda Jatim membantah jika ada pihak ataupun lembaga yang menyebut penetapan tersangka Veronica Koman, kasus penyebar ajakan provokatif kisruh di Papua tidak tepat.

Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan memastikan, penetapan Veronica Koman sebagai tersangka bukan tanpa dasar, apalagi dibuat-buat.

"Ini proses hukum, dia melakukan perbuatan yang melanggar hukum jadi apapun dia harus bertanggung jawab," kata Luki di lobi Gedung Tri Brata Mapolda Jatim, Sabtu (7/9/2019).

Luki mengaku tak memandang Veronica Koman dari profesinya sebagai aktivis Hak Asasi Manusia (HAM).

"Jangan dikaitkan dengan apa yang selama ini dengan posisi pekerjaannya yang lain," ujar Luki.

Baginya, semua warga negara Indonesia sudah sepatutnya mematuhi aturan atau perundang-undangan yang berlaku.

Termasuk dalam memanfaatkan media sosial dalam menjalin komunikasi antar individu ataupun kelompok.

"Melakukan kegiatan dan semua orang yang membuka media sosial ataupun yang membuka akunnya," tuturnya.

"Dan yang bersangkutan tahu persis bagaimana aktifnya, bagaimana memberitakannya tidak sesuai dengan apa kenyataan," jelasnya.

Sebelum penetapan Veronica Koman sebagai tersangka baru, beberapa waktu yang lalu Polda Jatim berhasil menahan tiga orang tersangka yang turut memperkeruh insiden pengepungan di Asrama Mahsiswa Papua, Jalan Kalasan, Tambaksari, Surabaya, Jumat (16/8/2019) silam.

"Kami lagi kembangkan terus dan kalau Veronica bisa kami tangkap, kami bisa mengungkap benang merah terkait kemarin yang disampaikan oleh Bapak Kapolri," katanya.

Mereka di antaranya sebagai berikut:

Pelaku pertama, Tri Susanti alias Susi korlap massa ormas yang melakukan pengepungan di depan Asrama Mahasiswa Papua, Selasa (3/9/2019).

Setelah dirinya menjalani pemeriksaan sebanyak tiga kali. Namun satu sesi pemeriksaan kedua Susi tidak hadir, lantaran sakit.

Lalu Susi dijerat Pasal 45A atau jo pasal 28 ayat 2 Tentang Ujaran Kebencian atau Menyebarkan Berita Bohong.

Pasalnya terbukti melakukan ajakan terhadap massa ormas yang bersumber dari berita yang belum terbukti kebenarannya.

Pelaku kedua, di hari yang sama, Samsul Arifin, Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkot Surabaya yang bertugas di Kecamatan Tambaksari, Surabaya, juga ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan.

Samsul Arifin dijerat UU No 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi, Ras dan etnis.

Samsul terbukti sebagai pelaku ujaran bernada rasial yang terekam dalam penggalan video singkat yang tersebar di lini masa media sosial

Pelaku ketiga, bernama Andria Adiansah (25), Youtuber asal Kebumen, Jateng.

Ia ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pembuatan konten video bentrokan yang memperkeruh insiden kericuhan di Asrama Mahasisa Papua, Jumat (16/8/2019), yang berhujung pada bentrokan di Papua Barat, Senin (19/8/2019).

Andria secara sengaja membuat sebuah konten video kolase yang dibuat menggunakan gabungan foto-foto lawas dari insiden di Gedung Asrama Mahasiswa Papua tahun 2016 silam.

Video yang berisikan kolase foto lawas itu berdurasi 1 menit 34 detik, dan diunggah dalam akun channel youtube bernama 'SPLN Channel'.

Ia dijerat Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 45 ayat 2 UU ITE, ancaman hukuman 6 tahun.

Pelaku keempat, Veronica Koman, aktivis HAM yang diketahui tinggal di luar negeri.

Veronica ditetapkan sebagai pelaku oleh Polda Jatim, pasalnya terbukti membuat konten informasi di media sosial Twitter yang turut memperkeruh potensi konflik di Asrama Mahasiswa Papua dan di Papua Barat.

Polda Jatim memaparkan tiga konten yang bermuatan provokatif yang sama sekali tidak didukung data yang kredibel.

Konten pertama, "Seruan mobilisasi aksi monyet turun ke jalan untuk besok di jayapura. Ini tanggal 18 agustus 2019".

Konten kedua, "Momen polisi tembak ke dalam asrama Papua, total 23 tembakan termasuk gas air mata, anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus, terkurung, disuruh keluar ke lautan massa".

Konten ketiga, "43 mahasiswa Papua ditangkap tanpa alasan yang jelas 5 orang terluka dan 1 terkena tembakan gas air mata".

Dan ke semua konten itu, lanjut Luki, juga dibubuhi frasa bahasa Inggris, lalu cakupan persebarannya ke kalangan mancanegara.

"Dan semua kalimat-kalimat selalu dibuat menggunakan bahasa Inggris," katanya Luki, Rabu (4/9/2019) kemarin.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved