Kesehatan
Waspadai Penularan Hepatitis B dari Ibu ke Janin Saat Masa Kehamilan
"Oleh karena itu, proses kehamilan dan persalinan harus diwaspadai karena bisa menjadi sumber penularan hepatitis B dari ibu kepada bayi," tegasnya.
SURYA.co.id | SURABAYA - Memperingati Hari Hepatitis Sedunia yang diperingati setiap 28 Juli, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga mengadakan diskusi 'Eliminasi Hepatitis Selamatkan Generasi Penerus Bangsa', Minggu (18/8), di Kampus A Universitas Airlangga.
Dalam kegiatan tersebut turut hadir dokter spesialis penyakit dalam FK Unair, Ummi Maimunah dr SpPD KGEH FINASIM dan dokter spesialis obstetri dan ginekologi FK Unair, Prof Dr Budi Santoso dr SpOG (K).
Budi Santoso mengatakan, menurut data nasional Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018, dari total 1.643.204 ibu hamil, 1,88 persen di antaranya positif Hepatitis B Surface Antigen (HBsAG).
Hepatitis B yang dulu dikenal melalui penularan suntikan, ungkapnya, sekarang justru ditemukan dari proses kehamilan dan persalinan.
"Oleh karena itu, proses kehamilan dan persalinan harus diwaspadai karena bisa menjadi sumber penularan hepatitis B dari ibu kepada bayi," tegasnya.
Apabila bayi tertular hepatitis B, maka risiko anak menderita hepatitis kronis hingga liver akut semakin besar. Apabila liver tidak mampu lagi, maka fungsinya akan gagal.
"Pada orang dewasa, hanya lima persen dari hepatitis B menjadi kronis. Sementara pada anak-anak kemungkinannya bisa mencapai 90 persen," ujar Budi Santoso.
Oleh karena itu, ungkapnya, penularan hepatitis B dari ibu harus segera diputus. Penularan melalui ibu ini, lanjut Budi, bisa mencapai 80 persen.
Upaya untuk mencegah penyakit ini, ungkap Ummi Maimunah, dapat dilakukan dengan vaksin kepada ibu hamil ketika usia kandungan memasuki minggu ke-28 hingga 32.
"Pengobatan ini untuk mencegah transmisi virusnya. Semakin tinggi jumlah virusnya, maka semakin tinggi tingkat penularannya," paparnya.
Untuk ibu hamil dengan high risk, maka vaksin dapat dilakukan pada nol, satu, dan dua bulan. Sementara untuk yang tidak high risk dilakukan pada nol, satu, dan enam bulan.
"High risk di sini, misalnya, si ibu merupakan bidan yang sering terkontaminasi darah, atau barangkali suaminya merupakan pengidap hepatitis B, dan lain sebagainya," Ummi menjelaskan.
Apabila sang ibu positif terkena hepatitis B, maka sesaat setelah lahir, bayi dapat dilakukan vaksin aktif dan vaksin pasif. Memasuki usia satu bulan dan enam bulan, kembali diberi vaksin.
"Dunia sudah berhasil melaksanakan nol cacar variola. Ini merupakan program WHO yang suatu saat harus berhasil menjadikan hepatitis di angka nol," pungkas Budi Santoso.
Undang Pakar Gizi UGM, Webinar Ajinomoto Bahas Pencegahan Pre-eklampsia pada Ibu Hamil |
![]() |
---|
Pentingnya Mengatur Pola Makan Anak dari Dokter RS Darmo Surabaya, 'Fokus Sejak Pertama Kali Makan' |
![]() |
---|
3 Gerakan Workout ini Bisa Bantu Bakar Lemak Perut, Paha, dan Pantat |
![]() |
---|
Heboh Jamur Enoki Ditarik karena Terkontaminasi Bakteri Listeria, Ini Penjelasan dan Gejala Infeksi |
![]() |
---|
9 Tips Aman Gowes di Masa Pandemi Covid-19 dari Pakar, Perhatikan Cara Pemakaian Masker |
![]() |
---|