Kilas Balik

Kesedihan Ayah Ani Yudhoyono Saat 7 Jenderal TNI Dibantai PKI, Menangis Sambil Lihat Foto Sosok ini

Gugurnya tujuh jenderal TNI saat pemberontakan PKI alias G30S/PKI membuat ayah Ani Yudhoyono, Sarwo Edhie Wibowo menjadi bersedih

Kolase wikipedia
Sarwo Edhie Wibowo (kiri), Ahmad Yani (kanan) 

SURYA.co.id - Gugurnya tujuh jenderal TNI saat pemberontakan PKI alias G30S/PKI membuat ayah Ani Yudhoyono, Sarwo Edhie Wibowo menjadi bersedih.

Kesedihan Sarwo Edhie Wibowo atas gugurnya tujuh jenderal TNI korban G30S/PKI ini diungkap dalam buku berjudul 'Sarwo Edhie dan Misteri 1965', Penerbit Buku Gramedia 2012

Hal ini berawal saat lokasi jasad ketujuh jenderal TNI korban PKI itu ditemukan berdasarkan informasi dari agen polisi yang bernama Sukitman

Sarwo Edhie Wibowo yang saat itu menjabat sebagai danjen Kopassus pun ikut mencari lokasi keberadaan jasad ketujuh jenderal TNI korban PKI

Kehebatan SS-2 V-4 Senjata Andalan TNI AD di Lomba Tembak AASAM, Sabet Juara 12 Kali Berturut-turut

Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo Ayah Ani Yudhoyono
Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo Ayah Ani Yudhoyono (Kolase Tribun Jambi dan Wikipedia)

Informasi mengarah pada sebuah rumah atau pondok kecil di Lubang Buaya yang didekatnya terdapat sebuah pohon besar.

Dilakukan pencarian di sekitarnya dan ditemukan sebidang tanah yang sudah tidak digunakan, tetapi terlihat tanda mencurigakan seperti baru dipakai.

Di tempat itu, tumpukan dedaunan dikorek-korek dan terlihat permukaan sebuah sumur tua.

Karena tidak memiliki peralatan untuk menggali tanah, mereka meminta bantuan warga sekitar untuk menggali sumur itu.

Penggalian sulit dilakukan karena lubang sumur itu hanya pas untuk satu orang, proses penggalian memakan waktu lama.

Hari mulai gelap, belum ditemukan tanda-tanda yang mencurigakan. Generator milik Tjakrabirawa dihidupkan untuk menerangi proses penggalian.

Lewat tengah malam mulai tercium bau tak sedap.

Setelah penggalian cukup dalam dan terus digali, akhirnya ditemukan sebuah tangan.

Penggalian dihentikan sementara karena orang-orang tidak tahan dengan bau yang keluar dari sumur.

Setelah berunding dengan C.I. Santoso, disepakati untuk melaporkan hal itu kepada Pangkostrad Mayjen Jenderal Soeharto guna instruksi selanjutnya.

Dan, untuk penggalian selanjutnya, diperlukan tenaga dan peralatan khusus misalnya masker dan tabung oksigen seperti yang dimiliki pasukan katak KKO.

Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo Ayah Ani Yudhoyono
Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo Ayah Ani Yudhoyono (kopassus.mil.id)

Saat itulah Sarwo Edhie Wibowo mendapat gambaran apa yang menimpa Jenderal Yani

Hari itu ia begitu murung dan pulang larut malam.

Ani Yudhoyono melihat pemandangan yang menyentak hatinya.

Di depan foto Ahmad Yani, ayahnya tampak berkaca-kaca.

Makin lama ia memandangi foto, matanya kian basah.

Setangkai bunga diletakkan di samping foto itu.

"Esoknya, ia melakukan hal yang sama" kata Ani Yudhoyono

Menurut Rais Abin, Sarwo Edhie dan Ahmad Yani merupakan sahabat dekat sejak mengikuti pendidikan militer di Australian Army Staf College

Cerita Sukitman Polisi yang Selamat dari Tragedi G30S/PKI

Sukitman, seorang polisi yang menjadi saksi hidup ketika para jenderal dibunuh secara sadis dalam tragedi pemberontakan PKI pada 30 September 1965 atau dikenal dengan G30S/PKI

G30S/PKI menjadi salah satu tragedi sejarah kelam bangsa Indonesia.

Lubang Buaya menjadi saksi bisu kekejaman para pemberontak G30S/PKI saat menghabisi para pahlawan revolusi.

Di sanalah, jasad para pahlawan revolusi dimasukan ke dalam sebuah sumur setelah sebelumnya disiksa dan dibunuh oleh PKI

Dalam sebuah video wawancara yang diunggah oleh channel Youtube Subdisjianhubmas Pusjarah TNI, Sukitman menceritakan secara jelas kronologi peristiwa mengerikan itu.

Saat itu 1 Oktober 1965, sekitar pukul 03.00 WIB, Sukitman bersama rekannya sedang berjaga dan patroli malam.

Dengan menggunakan sepeda dan menenteng senjata, Sukitman berpatroli di Seksi Vm Kebayoran Baru (sekarang Kores 704) yang berlokasi di Wisma AURI di Jl. Iskandarsyah, Jakarta, bersama Sutarso yang berpangkat sama, yakni Agen Polisi Dua.

"Waktu itu polisi naik sepeda. Sedangkan untuk melakukan patroli, kadang-kadang kami cukup dengan berjalan kaki saja, karena radius yang harus dikuasai adalah sekitar 200 meter” kata Sukitman dalam wawancara.

Saat itu, Sukitman mendengar seperti suara tembakan yang cukup kencang.

Ia pun berinisiatif untuk menuju sumber suara itu.

Ternyata suara itu berasal dari rumah Jenderal D.I. Panjaitan yang terletak di Jln. Sultan Hasanudin.

Di situ sudah banyak pasukan bergerombol.

Belum sempat tahu apa yang terjadi di situ, tiba-tiba Sukitman dikejutkan oleh teriakan tentara berseragam loreng dan berbaret merah yang berusaha mencegatnya.

"Turun! Lempar senjata dan angkat tangan!"

Sukitman, yang waktu itu baru berusia 22 tahun, kaget dan lemas.

Sukitman segera turun dari sepeda dan melemparkan senjata lalu angkat tangan.

Dalam kondisi ditodong senjata dan tangannya diikat, lalu Sukitman dimasukkan ke dalam mobil.

"Saya didorong dilemparkan ke dalam mobil, tepatnya disamping supir di bawah kabin," ungkapnya.

Selama dibawa beberapa menit perjalanan, Sukitman masih ingat arah jalan mana ia dibawa.

Mobil itu bergerak ke Jalan Wolter Mongisidi hingga ke arah Mampang, setelah itu Sukitman tak ingat lagi.

Hari sudah mulai pagi, dan samar-samar suasana di sekelilingnya agak terlihat.

Sukitman dibawa ke sebuah tempat yang tidak ia kenali

Pada waktu itu, Sukitman selewat mendengar ucapan "Yani wis dipateni (yani sudah dibunuh)"

Tak lama kemudian seorang tentara yang menghampiri Sukitman dan segera menyeretnya ke dalam tenda.

Tentara tersebut segera melapor kepada atasannya, "Pengawal Jenderal Panjaitan ditawan."

Tentara itu menyangka kalau Sukitman adalah pengawal jendral Panjaitan.

Meskipun waktu itu masih remang-remang, di dalam tenda Sukitman sempat mengamati keadaan sekelilingnya.

Sukitman melihat beberapa orang dalam kondisi terikat, lalu didudukkan di kursi.

Sukitman juga melihat ada beberapa lainnya yang tergeletak di bawah dengan kondisi berlumuran darah.

Lalu Sukitman dibawa keluar tenda dan didorong ke arah teras rumah.

Di teras rumah itu, Sukitman melihat ada papan tulis dan bangku-bangku sekolah tertata rapi.

Sukitman bisa melihat dengan jelas sekelompok orang mengerumuni sebuah sumur sambil berteriak, "Ganyang kabir, ganyang kabir!"

Ke dalam sumur itu dimasukkan tubuh manusia yang dibawa entah dari mana, kemudian langsung disusul oleh berondongan peluru.

"Istilah itu kabir maksudnya kapitalis birokrat," terang Sukitman.

Sukitman sempat melihat seorang tawanan dalam keadaan masih hidup dengan pangkat bintang dua di pundaknya, mampir sejenak di tempatnya ditawan.

"Setelah tutup matanya dibuka dan ikatannya dibebaskan, dengan todongan senjata, sandera itu dipaksa untuk menandatangani sesuatu. Tapi kelihatannya ia menolak dan memberontak. Orang itu diikat kembali, matanya ditutup lagi, dan diseret dan langsung dilemparkan ke dalam sumur yang dikelilingi manusia haus darah itu dalam posisi kepala di bawah," tuturnya.

Dengan perasaan takut dan tak karuan, Sukitman menyaksikan para pahlawan revolusi itu diberondong peluru hingga dimasukkan ke dalam sumur.

Sampai ketika orang-orang itu mengangkuti sampah untuk menutupi sumur tempat memasukkan para korbannya.

Dengan cara itu diharapkan perbuatan kejam mereka sulit dilacak.

Di atas sumur itu kemudian ditancapkan pohon pisang.

"Setiap habis memberondongkan pelurunya, jika akan membersihkan senjatanya, para pembunuh yang menamakan dirinya sukarelawan dan sukarelawati itu pasti melewati tempat saya ditawan," tambahnya.

Belakangan ia mengetahui kalau sukarelawan itu adalah pemuda Rakyat dan sukarelawati itu adalah Gerwani.

"Namun mereka bersenjata lengkap melebihi ABRI waktu itu," tuturnya.

Dengan demikian Sukitman bisa melihat dengan jelas siapa-siapa saja yang terlibat peristiwa yang meminta korban nyawa 7 Pahlawan Revolusi.

Ia pun sempat melihat Letkol Untung, yang mengepalai kejadian kelam dalam sejarah militer di Indonesia itu.

Berikut videonya  lengkap penuturan Sukitman yang menjadi saksi sejarah kekejaman G30S/PKI.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved