Liputan Khusus
News Analysis : Harga Tiket Pesawat Mahal, Solusinya Beri Subsidi Pada Maskapai
Ketika maskapai menaikkan harga tiket, dampaknya justru mengurangi pembelian. Dan itu tentu akan berdampak pada industri pariwisata nasional.
News Analysis
Dr Werner R Murhadi CSA
Ketua Program Magister Manajemen Ubaya
SURYA.co.id | SURABAYA - Perkembangan industri maskapai dimulai pada awal 2000-an.
Ketika itu ada perubahan perizinan, di mana perizinan pendirian maskapai lebih murah.
Sehingga waktu itu, beberapa perusahaan berlomba-lomba membuat maskapai baru.
Namun satu persatu pada akhirnya gulung tikar, karena tak mampu bersaing.
Pada saat yang sama, ketika dibukanya izin maskapai, ada kebutuhan masyarakat yang meningkat untuk melakukan perjalanan melalui transportasi udara.
Termasuk pemerintah daerah meminta kalau bisa di daerahnya itu terdapat penerbangan langsung.
Kemudian yang terjadi maskapai-maskapai membeli pesawat dalam jumlah besar.
Mereka lupa, pesawat itu dibeli dalam bentuk mata uang US dollar.
Sementara semua maskapai pendapatannya dalam bentuk rupiah.
Padahal, ketika pesawat mendarat, landing, atau parking itu juga menggunakan US dollar semua.
Sementara masyarakat ingin harga tiketnya yang rendah (murah).
Namun, lama-kelamaan itu semua tidak akan bisa menutupi biaya pengeluaran.
Karena bahan bakar avtur naik, biaya kurs semula Rp 9.000 di 2000-an sekarang menjadi Rp 14.000 itu memberatkan maskapai.
Sehingga mau tidak mau maskapai menaikkan harganya supaya bisa bertahan.
Masalahnya ketika maskapai menaikkan harga tiket, dampaknya justru mengurangi pembelian.