Inovasi
Manfaat Sarung Tangan Infus untuk Anak Buatan Mahasiswa UM Surabaya
Kelompoknya mulai membuat Sarung Tangan (Sarang) Infus dan mulai membuat riset serta penyempurnaan pada desain dan manfaat yang lain.
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA - Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya sejak semester dua telah terjun ke pelayanan kesehatan dan melihat banyak pasien anak.
Beberapa di antaranya yaitu Putry Lisdyanti (22), Fatma Aula Nursyfa (21), Riskiatul Mutamima (21), dan Finka Yuanita (19). Mereka melihat di klinik ataupun rumah sakit, banyak pasien anak yang harus cedera akibat aktivitas mereka saat infus terpasang.
Putri melihat selama ini pasien anak yang diinfus dipasangi spalk agar infuset tidak bergeser dan membuat jarum infus terlepas atau menginfeksi bagian tubuh lainnya.
"Di rumah sakit anak kecil sering bergerak dan biasanya diberi spalk untuk anak. Tapi bagian infuset yang menonjol sering membuat cedera bagian badan anak yang lain,"urainya ketika ditemui di kampusnya, Kamis (11/7/2019).
Kelompoknya mulai membuat Sarung Tangan (Sarang) Infus dan mulai membuat riset serta penyempurnaan pada desain dan manfaat yang lain.
"Awalnya kami buat sampel dan kami bahas bersama dengan perawat senior dan dokter yang ada. Kebutuhan pasien anak itu bagaimana kemudiankami kembangkan lagi. Ini tahun kedua riset kami baru kami ajukan ke Program Kreativitas Mahasiswa," paparnya.
Sarang infus yang mereka buat berbahan dari katun agar mampu menyerap keringan, kemudian untuk pengganti spalk dipasang spons dan duplek. Terakhir dilengkapi elastis banded untuk mengunci pembalutan Sarang Infus.
Putri dan kelompoknya masih menggunakan karakter animasi wayang. Dan mulai dikenalkan pada pasien anak hingga mendapat respons baik.
"Jadi sarung tangan infus mencegah resiko infeksi dari spalk untuk mengunci sendi agar tidak gerak. Mengurangi resiko cidera akibat dari tonjolan infuset, mengungari stres hospitalisasi pada anak, hingga mudah di observasi untuk akreditasi rumah sakit," katanya.
Pihaknya sejauh ini Putri dan timnya sudah mematenkan produk inovasinya dan masih berusaha untuk memproses SNI.
"Ke depannya akan menambah karakter sesuai permintaan konsumen di RS," ujarnya.
Dosen Keperawatan Anak UMS yang juga pembimbing kelompok, Gita Marini menuturkan kekurangan sementara pada inovasi tersebut ialah riset ilmiah yaitu riset pasar, "positioning" dan segmentasi produk sarang infus.
"Sampai saat ini baru dikenalkan RS Siti Khadijah di Sidoarjo dan klinik bersalin Siti Aisyiah Ibu dan Anak di Surabaya. Juga mereka sudah mendapat pesanan dari CV sampai 300 buah,"urainya.
Menurutnya, para mahasiswa ini masih kesulitan membagi waktu untuk produksi dan kuliah. Beruntung pesanan 300 buah Sarang Infus mereka dapat saat libur kuliah.
"Dana hibah dari pemerintah Rp 8,4 juga sebagian mereka pakai beli mesin jahit satu set untuk produksi. Sama dua set sewa, kalau pesanan masuk lagi saat sudah masuk kuliah mungkin baru menggandeng konvensi,"lanjutnya.
Dengan produksi sendiri, mahasiswanya bisa menghasilkan 10 produk dalam sehari. Karena masih skala kecil, menurutnya harga yang dipatok masih cikup mahal yaitu Rp 29 ribu.
"Terkesan mahal karena produksi kecil dan rumah sakit masih menargetkan pasar untuk non BPJS. Harapannya kami ke depan akan menerapkan untuk pasien BPJS jika produksi massal akan berkurang biaya produksinya," lanjutnya.
Ke depan ia berusaha membina mahasiswa lain untuk mengembangkan alat kesehatan yang menunjang bagi pasien anak.