Kilas Balik
Langkah Tegas Soeharto Hadapi Krisis Keuangan Pertamina, Tak Jadi Beli Pesawat Kepresidenan
Presiden ke-2 RI, Soeharto pernah mengambil sejumlah langkah tegas saat Pertamina sedang mengalami krisis keuangan
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Presiden ke-2 RI, Soeharto pernah mengambil sejumlah langkah tegas saat Pertamina sedang mengalami krisis keuangan
Dilansir dari buku "Pak Harto The Untold Stories", terbitan Gramedia, Soeharto bahkan membatalkan pembelian pesawat kepresidenan
Langkah tegas Seoharto saat menghadapi krisis keungan di Pertamina ini diceritakan oleh mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), JB Sumarlin.
• Perjalanan Hidup Kolonel Inf Alex Kawilarang Pendiri Kopassus, Kenyang dengan Pengalaman Tempur
• Suasana Mencekam Seusai Soeharto Lengser, Wiranto Kerahkan Pasukan dan Barikade ke Rumah Cendana
• Selain Jokowi, 4 Presiden RI ini Juga Punya Motor Kesayangan, Ada Vespa Soekarno & Moge Soeharto

JB Sumarlin menceritakan peristiwa itu terjadi pada tahun 1975.
Saat itu, Pertamina sedang mengalami krisis keuangan.
Bahkan, krisis tersebut disebutnya bisa membangkrutkan negara.
Oleh karena itu, Soeharto pun menugaskan JB Sumarlin untuk menyelesaikan masalah itu.
JB Sumarlin pun segera melakukan pengumpulan dan penyelidikan data.
Seusai melakukan pengumpulan dan penyelidikan data, JB Sumarlin segera melaporkannya kepada Soeharto.
Menurut JB Sumarlin, saat menghadapi masalah itu, Soeharto terlihat tetap tenang dan tidak panik saat menentukan langkah-langkahnya
"Akhirnya beberapa beban utang Pertamina bisa dikurangi. Sejumlah proyek yang tidak utama, dihentikan. Sejumlah proyek prioritas dilanjutkan dengan biaya yang masuk akal," ungkap JB Sumarlin.

Termasuk juga semua perjanjian yang tidak sempurna, mengganggu, dan membebani anggaran keuangan negara, dinegosiasikan ulang dan dibenahi.
"Hasilnya, nilai kontrak-kontrak perjanjian sipil dan utang dipegang, dari semula US$ 2,5 miliar bisa diperkecil jadi sekitar US$ 1 miliar. Kontrak sewa beli tanker samudera dan tanker dalam negeri yang semula membebani Pertamina US$ 3,3 miliar, dibatalkan dengan biaya US$ 260 juta," terang JB Sumarlin.
Tak hanya itu, JB Sumarlin juga menganggap Soeharto melakukan langkah tegas lainnya.
Satu di antaranya adalah pembatalan pembelian pesawat kepresidenan seharga US$ 16 juta.
"Yang minta pembatalan justru Pak Harto sendiri," jelas JB Sumarlin.
Meski demikian, menurut JB Sumarlin tidak semua langkah strategis karena banyaknya beban utang itu diungkap ke masyarakat.
"Pak Harto tidak ingin pemberitaan yang lepas kontrol justru meresahkan masyarakat dan mengganggu proses negosiasi dengan pihak-pihak di luar negeri yang bertransaksi dengan Pertamina," tandas JB Sumarlin.
Blusukan Rahasia Presiden Soeharto
Sering kali presiden melakukan 'blusukan' untuk memantau jalannya program pemerintah, tak terkecuali dengan Soeharto saat dia menjabat.
Hanya saja, cara blusukan sosok yang kerap disapa Pak Harto itu dilakukan dengan sangat rahasia.
Saking rahasianya, Panglima ABRI sekalipun tidak tahu.

Dilansir dari Intisari, mantan Wakil Presiden Try Sutrisno menceritakan pengalaman blusukan Soeharto itu.
Saat itu tahun 1974, ketika Try Sutrisno masih menjadi ajudan Soeharto.
Suatu ketika, Soeharto tiba-tiba meminta Try untuk secepatnya menyiapkan mobil dan pengamanan seperlunya.
"Siapkan kendaraan, sangat terbatas. Alat radio dan pengamanan seperlunya saja dan tidak perlu memberitahu siapa pun," perintah Soeharto seperti tercantum dalam buku Soeharto: The Untold Story.
Blusukan rahasia itu berlangsung selama dua pekan.
Yang turut serta dalam blusukan itu hanya Try, Dan Paspampres Kolonel Munawar, Komandan Pengawal, satu ajudan, Dokter Mardjono, dan mekanik Pak Biyanto yang mengurus kendaraan.
Di luar rombongan ini, hanya Ketua G-I/S Intel Hankam Mayjen TNI Benny Moerdani yang mengetahuinya.
Panglima ABRI ketika itu bahkan tidak tahu bahwa presiden sedang berkeliling dengan pengamanan seadanya ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.

Pada saat itu, Indonesia memasuki tahap Pelita II.
Soeharto merasa harus turun langsung memantau pelaksanaan program-program pemerintah.
Dengan melakukan perjalanan rahasia seperti ini, Soeharto bisa melihat kondisi desa apa adanya dan mendapat masukan langsung dari masyarakat.
“Kami tidak pernah makan di restoran, menginap di rumah kepala desa atau rumah-rumah penduduk. Untuk urusan logistik, selain membawa beras dari Jakarta, Ibu Tien membekali sambal teri dan kering tempe. Benar-benar prihatin saat itu,” tutur Try.
Meski pejalanan itu berusaha ditutup rapat, kedatangan presiden ke suatu desa akhirnya bocor sampai ke telinga pejabat setempat.
Para pejabat daerah pun geger dan memarahi Try Sutrsino karena merasa tidak diberi kesempatan untuk menyambut presiden.
Try tidak bisa berbuat banyak karena perjalanan ini adalah kemauan Soeharto.
Try yang kemudian menjadi Wakil Presiden ini pun melihat Soeharto begitu menikmati perjalanan keluar masuk desa.
Semua hal yang ditemui di lapangan dicatat sosok untuk jadi bahan dalam rapat kabinet.
Saking menikmatinya perjalanan itu, Soeharto tidak protes atau pun marah saat ajudannya salah mengambil jalan hingga akhirnya tersasar.
Padahal, Soeharto mengetahui betul seluk beluk wilayah itu. Dalam ingatan Try, Soeharto ketika itu hanya tersenyum.
Perjalanan rahasia itu pun berakhir di Istana Cipanas dengan kondisi mereka kelelahan.
Try mengungkapkan, Soeharto mempersilakan para pembantunya untuk makan terlebih dulu daripada dirinya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Soeharto Tiba-Tiba Batal Beli Pesawat Kepresidenan 16 Juta Dollar AS, Tak Semua Diungkap ke Publik