Psikolog Pendidikan Komentari Zonasi PPDB SMA/SMK & SMP yang Diklaim Bisa Meratakan Mutu Pendidikan

Sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 untuk SMPN dan SMA/SMK mendapat sorotan dari psikolog pendidikan, Bondhan Kresna

Tribun Jateng/Hermawan Handaka
Sejumlah wali murid dan siswa melihat hasil pengumuman Penerimaan Peserta Didik (PPBD) di SMP N 1 Semarang, Jawa Tengah, Senin (17/6/2019) 

SURYA.co.id - Sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 untuk SMPN dan SMA/SMK mendapat sorotan dari psikolog pendidikan, Bondhan Kresna

Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Sistem Zonasi Dapat Hilangkan Sekolah Favorit, Apa Kata Pengamat Pendidikan?', Kementerian Pendidikan dan kebudayaan merancang sistem zonasi PPDB SMPN dan SMA/SMK bertujuan untuk meratakan mutu sekolah dan pendidikan di Indonesia

Psikolog Pendidikan Bondhan Kresna mengaku setuju dengan upaya pemerintah untuk meratakan kualitas pendidikan melalui sistem zonasi PPDB SMPN dan SMA/SMK.

Cara Cek Hasil PPDB SMP di Surabaya Jalur Prestasi, Mitra Warga, & Zonasi, Server Ditutup Sementara

Kabar Terbaru PPDB SMPN dan SMA/SMK di Surabaya - Tampilan Situs Sempat Berubah, SMA/SMK Dibuka Lagi

Dengan demikian, tidak ada lagi perbedaan antar-sekolah, unggul atau tidak, favorit atau bukan, dan sebagainya.

"Sekolah favorit mengartikan ada sekolah yang tidak favorit. Sekolah tidak favorit ini tidak boleh ada," kata Bondhan saat dihubungi Rabu (19/6/2019) melalui WhatsApp.

Memeratakan mutu semua sekolah, menurut Bondhan, menjadi kewajiban pemerintah dan masyarakat, sehingga tidak hanya dibebankan pada satu pihak saja.

"Kewajiban pemerintah dan masyarakat untuk menyamakan mutu sekolah supaya semua bermutu tinggi," ujarnya.

Meski setuju, Bondhan berpendapat, peniadaan sekolah favorit lewat sistem zonasi juga harus memperhatikan kualitas tenaga pendidik atau guru di masing-masing sekolah tersebut.

"Menurut saya sistem ini akan efektif kalau mutu sekolahnya setara. Kompetensi guru-gurunya setara di semua zona, khususnya sekolah negeri," ujar Bondhan.

Jika murid-murid sudah tersebar di sekolah sesuai zona lokasinya masing-masing, maka keberadaan guru yang unggul juga harus ikut tersebar tidak hanya terpusat di sekolah unggulan atau favorit.

Dengan demikian, sekolah yang sebelumnya tidak tergolong favorit turut memiliki guru dengan kemampuan unggul yang secara tidak langsung dapat meningkatkan mutu sekolah dan siswa yang menjadi peserta didiknya.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh pengamat pendidikan Darmaningtyas.

“Pemerataan kualitas itu bukan hanya dari input-nya tapi juga gurunya, fasilitasnya. Pertanyaannya adalah, apakah guru-guru yang di sekolah favorit tadi didistribusikan secara merata. Fasilitasnya juga, apakah sekolah yang berada di perkampungan-perkampungan mendapat fasilitas yang sama?” kata Darmaningtyas, Rabu (19/6/2019).

Darmaningtyas menilai jika sistem zonasi tetap dilakukan tanpa memperhatikan kualitas yang tidak merata, maka mutu pendidikan akan tetap tak merata.

“Kalau tidak dan sekolah yang di perkampungan itu diajar oleh guru yang asal-asalan, fasilitas juga terbatas, maka yang akan terjadi adalah pemerataan mutu pendidikan yang rendah,” ujar Darma.

Keunggulan Zonasi PPBD SMA/SMK dan SMP

Di sisi lain, Guru besar Universitas Muhammadiyah Surabaya, Prof Zainuddin Maliki menilai, pendekatan sistem zonasi PPDB SMA/SMK dan SMP sebagai bagian dari pemerataan mutu pendidikan sekaligus pembentukan peer learning.

Peer learning merupakan pembelajaran sebaya yang diterapkan dalam kerangka pendidikan.

Sehingga, menurut Zainuddin, pada pendekatan sistem zonasi dapat memeratakan sekolah-sekolah untuk mendapatkan siswa yang bagus.

"Belajar diperoleh dari peer learning, tidak hanya dari guru dan buku tetapi juga teman sebaya. Itu berimplekasi pada kualitas pembelajaran di sekolah yang selama ini diasumsikan bukan sekolah favorite," kata Prof Zainuddin Maliki, Rabu (19/6/2019).

Zainuddin menjelaskan bahwa pendekatan zonasi memberikan kesetaraan peserta didik tanpa melihat status sosial dan ekonomi dan tidak mengelompokan sekolah favorite atau komplek.

"Akan ada pemerataan mutu, yang namanya favorite tidak hanya dimonopoli sekolah di kawasan dan komplek tertentu," kata mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Zainuddin  berharap adanya sistem zonasi PPDN ini dapat membentuk paradigma masyarakat bahwa pembentukan kejujuran siswa lebih penting dibanding mengandalkan nilai atau skor ujian nasional.

"Saya menaruh harapan dengan PPDB zonasi ini akan merubah paradigma berpikir bukan hanya kepintaran saja yang dalam pendidikan, saya berharap sekolah bisa menggeser bahwa yang lebih penting adalah kejujuran," jelas Zainuddin.

"Meski bukan sekolah favorit tetapi membentuk kejujuran lebih penting. Kalau itu bisa dilakukan sekolah berjasa besar menentukan masa depan bangsa kita," tegas dia.

Mendikbud Angkat Bicara

Meski sistem PPDB SMA dan SMP banjir protes, namun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy tetap meyakini sistem zonasi lebih adil.

Ratusan orangtua menggelar demo di Surabaya, memprotes sistem zonasi dalam PPDB SMA dan SMP di Surabaya, Jawa Timur (Jatim).

Protes juga dilakukan para orangtua di provinisi lain seperti, Jateng, Jabar dan DKI Jakarta.

Menanggapi aksi protes sistem zonasi PPDB, Muhadjir Effendy mengatakan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru memberikan akses yang lebih setara dan berkeadilan kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kemampuan atau perbedaan status sosial ekonomi.

"Kewajiban pemerintah dan sekolah adalah memastikan semua anak mendapat pendidikan dengan memperhatikan anak harus masuk ke sekolah terdekat dari rumahnya," ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Unjuk rasa para wali murid di depan Gedung Grahadi yang menolak sistem zonasi PPDB SMA
Unjuk rasa para wali murid di depan Gedung Grahadi yang menolak sistem zonasi PPDB SMA (TribunJatim.com/Sofyan Arif Candra Sakti)

Mendikbud Effendy menyebut pada dasarnya anak bangsa memiliki hak yang sama dalam pendidikan.

Oleh karena itu, katanya, tidak boleh ada diskriminasi, hak ekslusif, kompetisi yang berlebihan untuk mendapatkan layanan pemerintah.

Dia menambahkan apabila seorang anak yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu tidak mendapat sekolah di dalam zonanya, mereka akan berpotensi putus sekolah karena kendala biaya.

Ia bercerita tentang seorang peserta didik dengan latar belakang keluarga tidak mampu yang terpaksa harus bersekolah di tempat yang jaraknya mencapai 15 kilometer dari rumah. 

Anak itu harus berangkat pukul 05.30 dan baru sampai ke rumah pukul 18.30 setiap harinya.

"Kapan waktunya untuk belajar? Kapan waktunya untuk beristirahat? Belum biayanya untuk transportasi.

Padahal di dekat rumahnya ada sekolah negeri, tapi karena nilainya tidak mencukupi, dia tidak bisa sekolah di sana. Ini 'kan tidak benar," tuturnya.

Masyarakat yang mampu diminta ikut berpartisipasi dengan membantu sekolah yang ada di sekitarnya sehingga pada saatnya semua sekolah kualitasnya menjadi baik.

PROTES PPDB ZONASI - Ratusan orang tua wali murid dalam Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak SMP Se- Surabaya (KOMPAK) melakukan protes sistem PPDB Zonasi yang dianggap tidak adil di depan Gedung Grahadi, Rabu (19/6/2019).
PROTES PPDB ZONASI - Ratusan orang tua wali murid dalam Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak SMP Se- Surabaya (KOMPAK) melakukan protes sistem PPDB Zonasi yang dianggap tidak adil di depan Gedung Grahadi, Rabu (19/6/2019). (SURYA.co.id/Ahmad Zaimul Haq)

Selain itu, dalam jangka panjang, pemerintah juga harus menanggung risiko urbanisasi dari penduduk yang tidak memiliki kecakapan kerja dan wawasan hidup, serta hilangnya penduduk yang diharapkan dapat membangun wilayah asalnya.

Oleh karena itu, Kemendikbud meminta ketegasan Dinas Pendidikan menindak sekolah swasta yang tidak memberikan layanan baik kepada siswa, khususnya yang terindikasi hanya beroperasi demi mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah.

"Kalau anak tidak mendapatkan pendidikan yang baik, yang menanggung bebannya bukan sekolahnya, tetapi negara dan masyarakat.

Maka itu, saya mohon agar Dinas Pendidikan juga dapat memberikan perhatian dan pembinaan sekolah-sekolah swasta di wilayahnya," kata dia.

Ia meminta orang tua tidak perlu resah dan khawatir berlebihan dengan penerapan zonasi pendidikan pada PPDB.

Ia mengajak para orang tua mengubah cara pandang dan pola pikir terkait dengan "sekolah favorit/unggulan".

Antrean layanan PPDB SMP negeri di Kantor Dindik Surabaya membludak, Rabu (19/6/2019).
Antrean layanan PPDB SMP negeri di Kantor Dindik Surabaya membludak, Rabu (19/6/2019). (surya/sulvi sofiana)

Ia memahami masyarakat masih resisten dengan konsep tersebut.

Mendikbud Effendy meminta agar jangan sampai sekolah mengklaim sebagai unggulan hanya karena menerima anak-anak yang pandai dan umumnya dari keluarga dengan ekonomi menengah ke atas, yang mampu memberikan fasilitas penunjang belajar anak.

Sekolah, khususnya sekolah negeri, katanya, harus mendidik semua siswa tanpa terkecuali.

Ia menjelaskan prestasi itu tidak diukur dari asal sekolah, tetapi masing-masing individu anak yang akan menentukan prestasi dan masa depannya.

Pada dasarnya, katanya, setiap anak itu mempunyai keistimewaan dan keunikan sendiri.

"Dan kalau itu dikembangkan secara baik itu akan menjadi modal untuk masa depan. Ke depan, yang unggul itu individu-individunya. Sekolah hanya memfasilitasi belajar siswa," katanya.

Pendekatan zonasi erat kaitannya dengan penguatan pendidikan karakter.

Sesuai ajaran Ki Hajar Dewantara, pemerintah mendorong sinergi antara pihak sekolah (guru), rumah (orang tua), dan lingkungan sekitar (masyarakat). Ekosistem pendidikan yang baik tersebut dapat mudah diwujudkan melalui pendekatan zonasi. 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved