Prabowo Siapkan Saksi Hidup 'Wow', Rumah Hakim MK Saldi Isra Dijaga Polisi Bersenjata Lengkap

Badan Pemenangan Nasional (BPN) capres-cawapres 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menyiapkan saksi hidup yang bakal memberikan keterangan mengejutkan.

Editor: Tri Mulyono
Tribunnews/Jeprima
Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN), Bambang Widjojanto (kanan) bersama Anggota Tim Hukum BPN, Denny Indrayana menghadiri sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019). 

SURYA.CO.ID, JAKARTA - Badan Pemenangan Nasional (BPN) capres-cawapres 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menyiapkan saksi hidup yang bakal memberikan keterangan mengejutkan atau 'wow' untuk sidang gugatan sengketa hasil pemilu (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konsitusi (MK).

Hal itu disampaikan Wakil Ketua BPN Priyo Budi Santoso dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (15/6/2019).

Priyo mengatakan, tim hukum BPN Prabowo-Sandi telah menyiapkan data dan saksi yang nantinya disajikan dalam persidangan sengketa Pilpres di MK, untuk melengkapi bukti sebelumnya.

"Pada menit tertentu, mudah-mudahan ada saksi hidup yang akan memberikan keterangan wow atas semua itu (kecurangan)," kata Priyo.

Saksi Hidup Wow Prabowo Kemungkinan Diperiksa Menggunakan Tirai, BW & Denny Ungkap Alasannya

Penyakit Agung Hercules Terungkap, Mira Rahayu Sebut Suaminya Idap Kanker Otak Stadium 4

Kronologi Gadis 19 Tahun Dipaksa Layani 2 Polisi Gadungan di Depan Kekasihnya, Videonya Viral

Bidan yang Foto Panasnya Viral  di FB & WhatsApp (WA) Blak-blakan Soal Aksinya dengan Mentimun

Priyo tak bersedia menjelaskan lebih jauh perihal saksi 'wow' tersebut karena hal itu menjadi bagian taktik pemenangan persidangan.

Meski berencana menghadirkan saksi yang memberi keterangan mengejutkan, BPN mengakui kesulitan membongkar dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM)pada Pilpres 2019.

Kesulitan itu, seperti diungkapkan Priyo, terjadi lantaran faktor Undang-undang di Indonesia yang dianggap terlalu teknis.

Akan tetapi, politikus Partai Berkarya itu menyebut substansi kecurangan sudah terasa dan dirasakan BPN sejak lama.

“Untuk membongkar fakta-fakta yang kelam ini bukan kerjaan mudah. (Pilpres 2019) adalah pemilu terburuk dalam arti banyak sekali masalah saat ini. Kami rasakan ada penyelenggara di atas penyelenggara.

Tapi mencari hal ini agak susah karena tata hukum kita menyusahkan untuk mencari. Tapi kami ada ikhtiar untuk mencari,” tutur Priyo.

Rencana menghadirkan saksi mengejutkan dari BPN ditanggapi tim hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Taufik Basari. Dia menanti kehadiran saksi yang disebutkan Priyo dalam persidangan.

“Kita lihat saja, kita tunggu mudah-mudahan benar-benar wow. Tapi tidak apa-apa, ini adalah bagian dari membangun narasi yang sah-sah saja bagi kuasa hukum,” kata Taufik.

Taufik khawatir pernyataan Priyo Budi tersebut sebatas wacana. "Kita sudah biasa mendengar itu, tapi ujungnya antiklimaks, mudah-mudahan bener wow," ujar Taufik.

Menurutnya, pernyataan akan ada saksi yang mengejutkan hanya strategi dari kubu Prabowo-Sandi untuk membangun narasi tanpa ada bukti.

Hal itu berkaca pada pengalaman saat kubu Prabowo mengajukan gugatan sengketa hasil Pilpres 2014.

"Saya ingat 2014, dikatakan mereka akan ada 10 truk kontainer yang akan dibawa ke MK sebagai bukti, tapi hanya segitu (tidak pakai truk tetapi hanya box kontainer)," ujarnya.

Gugatan 02 tak Tepat dan Cari Kesalahan

TKN Jokowi-Ma'ruf menilai ada sebagian isi gugatan tim hukum Prabowo-Sandi adalah tidak tepat jika diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Salah satunya adalah tudingan pengerahan aparatur sipil negara (ASN) dan politik uang.

"Misalnya, pelanggaran administrasi itu masuk ke Bawaslu. Kemudian pelanggaran administrasi lainnya, seperti money politics, pengerahan ASN, itu ada mekanismenya di Bawaslu, dan tahapannya juga ada pada masa kampanye," kata juru bicara TKN Jokowi-Ma'ruf, Taufik, dalam diskusi bertajuk 'Mahkamah Keadilan untuk Rakyat' di D'consulate, Jalan KH Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/6/2019).

"Untuk MK sendiri, sebenarnya dijelaskan, MK ini memeriksa, mengadili untuk sengketa perolehan hasil suara pilpres. Jadi masing-masing ada relnya," imbuhnya.

Taufik juga menyinggung soal dugaan penggelembungan suara pasangan Jokowi-Ma'ruf. Semestinya, sebut Taufik, tim hukum Prabowo menjabarkan penghitungan versi mereka.

"Semestinya, kalau menurut undang-undang, sebenarnya yaitu kita harus punya, (perolehan suara) versi 02 berapa, dan versus KPU berapa, dan kemudian disebut, kenapa beda. Tapi nyatanya nggak disampaikan di sidang MK," ucapnya.

Sebelumnya, Sekretaris TKN Jokowi-Ma'ruf, Hasto Kristiyanto menilai, tim hukum Prabowo-Sandi cenderung mencari-cari kesalahan dan melupakan substansi sengketa dalam sejumlah gugatan yang disampaikan ke MK.

Di antaranya tuduhan adanya kejanggalan dalam sumbangan dana kampanye TKN Jokowi-Ma'ruf.

Hasto mengatakan sumbangan sebesar Rp 19,5 miliar yang disebut Bambang atas nama Jokowi merupakan sumbangan dari rekening TKN ke Tim Kampanye Daerah (TKD).

Hanya, kata Hasto, rekening TKN menggunakan nama Jokowi. Sehingga saat TKN menyumbang dana ke TKD melalui transfer rekening maka yang tercatat ialah nama Jokowi.

“Salah satu bukti cari kesalahan adalah tuduhan pelanggaran terhadap ketentuan bantuan dana kampanye. Tim hukum 02 seharusnya paham bahwa rekening dana kampanye dibuka atas nama capres dan cawapres," kata Hasto.

Hasto menambahkan bantuan dana bagi tim kampanye daerah, disalurkan melalui rekening dana kampanye tersebut.

Karena itu, otomatis terkirim dan dicatatkan oleh TKD ke KPUD sebagai transfer dari rekening atas nama Jokowi-Ma'ruf.

"Ini yang tidak dipahami tim hukum 02 sehingga dikesankan sebagai bantuan dari paslon melebihi ketentuan,” lanjut Hasto.

Hasto mengatakan seharusnya gugatan ke MK seharusnya disertai dalil hukum yang matang dan dilengkapi dengan bukti yang bisa dipertanggungjawabkan dan berpengaruh signifikan terhadap hasil Pilpres.

Namun, justru tim hukum Prabowo-Sandi lebih banyak menyampaikan wacana dan keluar dari substansi pokok tanpa dilengkapi dengan bukti material.

Berusaha Keluar dari PHPU

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Titi Anggraini menilai tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berupaya ingin keluar dari konstruksi atau prinsip perselisihan hasil pemilu (PHPU) presiden 2019.

Hal itu terlihat dari dalil yang disampaikan tim 02 ke majelis konstitusi.

"Jadi, bagaimana melihat dalil atau bukti pemohon (Prabowo-Sandi), memang paslon 02 ini ingin keluar dari konstruksi PHPU yang selama ini terjadi sejak pemilu 2004-2014," ujar Titi dalam diskusi "Mahkamah Keadilan untuk Rakyat".

Titi menjelaskan, hal itu terlihat dalam dalil argumentasi kuantitatif dan kualitatifnya perbaikan permohonan yang disampaikan ke MK pada 10 Juni.

Contohnya, yakni klaim hasil suara pemilu dari tim 02 yang menyatakan Prabowo-Sandiaga sejatinya menang dengan suara 52 persen, sedangkan Jokowi-Ma'ruf 48 persen.

"Sebagai orang awam, sebenarnya sulit mencerna angka itu karena tim 02 menganggap selisih 17 juta suara itu hilang. Namun, ini belum dijelaskan dari permohonan itu," ujarnya.

Selain itu, tim 02 juga mendalil dugaan terjadinya penggelumbungan suara dan daftar pemilih tetap (DPT) yang bermasalah.

Menurutnya, dalil-dalil tersebut yang dianggap pemohon sebagai sebuah pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

"Dari masalah-masalah seperti itu, maka menurut tim 02 muncul angka kemenangan Prabowo-Sandi dengan 52 persen dan Jokowi-Ma'ruf 48 persen. Ini kok kayaknya kesimpulan tim 02 terlalu jauh," imbuhnya.

Dalam sidang permohonan sengketa hasil Pilpres 2019 yang dibacakan tim hukum Prabowo-Sandiaga dalam sidang pendahuluan di MK, Jumat kemarin, tim 02 menyampaikan dugaan adanya pelanggaran TSM tersebut terdapat pada argumentasi kualitatif.

Terdapat lima poin dalam argumentasi tersebut, yakni diduga ada penyalahgunaan anggaran belanja negara dan program kerja pemerintah, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, ketidaknetralan aparatur negara, pembatasan kebebasan media dan pers, serta diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.

Sedangkan pada argumentasi kuantitatif, tim 02 menganggap ada cacat formil persyaratan calon wakil presiden Ma'ruf Amin, cacat materiil karena penggunaan dana kampanye yang absurd dan melanggar hukum, dan kecurangan yang dianggap merugikan suara Prabowo-Sandiaga. 

Rumah hakim MK

Rumah salah seorang hakim Mahkamah Konstitusi (MK) asal Sumatera Barat, Saldi Isra di Kompleks Dangau Teduh, Lubuk Kilangan, Padang dijaga ketat oleh pihak kepolisian.

Pengamanan tersebut telah dimulai sejak Selasa 11 Juni 2019 lalu hingga selesai sidang Pemilu di MK pada Agustus mendatang.

"Kami telah melakukan pengamanan sejak 11 Juni lalu.

Sejumlah petugas kami tempatkan di sana," kata Kapolresta Padang Kombes Pol Yulmar Try Himawan yang dihubungi Kompas com, Sabtu (15/6/2019) malam.

Yulmar mengatakan, pengamanan tersebut dilakukan atas permintaan dari pihak Mahkamah Konstitusi agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan terhadap keluarga hakim yang bertugas.

"Ini berdasarkan permintaan dari lembaga negara.

Untuk itu, kita tempatkan petugas yang stand by 24 jam," katanya.

Yulmar menyebutkan, untuk pengamanan itu, petugas dilengkapi dengan senjata lengkap guna mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan.

"Betul, aparat dengan senjata lengkap," jelas Yulmar. (tribun network/sen/ilh/kcm/coz)

 Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rumah Hakim MK Saldi Isra di Padang Dijaga Polisi Bersenjata Lengkap", 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved