Aksi 22 Mei 2019
Keanehan Kasus Mayjen (Purn) Soenarko Eks Danjen Kopassus Menurut Kuasa Hukumnya, Ada yang Dilanggar
Kuasa hukum mantan Danjen Kopassus Mayjen (purn) Soenarko, Firman Nurwahid mengungkap kejanggalan proses hukum yang menimpa kliennya
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Kuasa hukum mantan Danjen Kopassus Mayjen (purn) Soenarko, Firman Nurwahid mengungkap kejanggalan proses hukum yang menimpa kliennya yang membuatnya heran
Dilansir dari Tribunnews dalam artikel 'Respons Istri Mayjen (Purn) Soenarko Soal Kasus Penyelundupan Senjata yang Menjerat Suaminya', Firman mempertanyakan penetapan tersangka terhadap Mayjen (purn) Soenarko yang dituduh melakukan penyelundupan senjata dalam aksi 22 Mei 2019
Ditemui dalam konferensi pers di Hotel Centuru, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (31/5/2019), Firman menduga ada sejumlah keanehan yang menjerat kliennya
"Hukum acara pidananya dilanggar. Awal mula penyelidikan naik ke penyidikan harusnya itu gelar perkara, enggak bisa tiba-tiba. Pak Soenarko tanggal 19 Mei dikirimi surat untuk tanggal 20 Mei diperiksa sebagai saksi," katanya.
Firman bercerita, Soenarko saat itu langsung datang ke POM TNI secara suka rela dan dirinya diperiksa di sana dari pukul 09.00 sampai 17.30 WIB.
• Spesifikasi 3 Senjata Api yang Diselundupkan di Aksi 22 Mei & Diduga Libatkan Mantan Danjen Kopassus
• Kekecewaan Letjen (Purn) Suryo Prabowo Saat Eks Danjen Kopassus Soenarko Dituduh Selundupkan Senjata
• Menhan Ungkap Fakta Lain Soal Senjata Api Ilegal yang Diduga Milik Mantan Danjen Kopassus Soenarko

Perwakilan dari BAIS yakni Marsekal Mardono dan Letjen Asep pun saat itu juga mengunjungi POM TNI untuk berdialog dengan Soenarko.
"Kemudian tak lama kepolisian datang, melakukan pemeriksaan, dan Pak Soenarko ditetapkan sebagai tersangka. Itu enggak benar begitu, karena harus ada gelar perkara dulu," lanjut Firman.
Jika orang sekaliber eks Danjen Kopasssus seperti Soenarko diperlakukan seperti itu, kata Firman, bagaimana nasib orang-orang yang tak punya kapasitas seperti dirinya.
"Ini negara mau bagaimana, yang namanya katanya panglima hukum, tapi hukum dipermainkan, dilanggar. Nanti kalau kita protes, disuruh lapor, tapi lapor ke siapa, apa bakal diproses?" katanya.
Sebelumnya, mantan Perwira Pembantu Madya (Pabandya) bidang Pengamanan Komando Daerah Militer Iskandar Muda (IM) Kolonel Inf. (Purn) Sri Radjasa Chandra sempat mengungkap kejanggalan dalam kasus penyelundupan senjata yang menjerat Soenarko
"Ada yang janggal dari tuduhan yang ditujukan pada Pak Narko (Soenarko)," ujar chandra saat memberikan keterangan di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (31/5/2019).

Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Mantan Bawahan Bela Soenarko soal Pengiriman Senjata dari Aceh ke Jakarta', berikut kejanggalan yang diungkapkan Chandra:
1. Senjata Tak Layak Tempur
Sekitar 2009, staf intel Kodam IM menerima penyerahan tiga pucuk senjata laras panjang secara sukarela dari masyarakat di Aceh Utara.
Ketiga jenis senjata yang diserahkan yakni dua pucuk AK-47 dan satu pucuk senjata M-16 A1 laras pendek.
"Kebetulan tiga pucuk diserahkan kepada saya di antaranya dua pucuk AK-47 dan satu pucuk senjata M-16 A1 laras pendek. Kondisi senjata tersebut saya lihat sendiri bahwa tidak layak untuk sebuah pertempuran," tutur dia.
Temuan tiga senjata itu kemudian dilaporkan oleh Chandra ke Soenarko.
Atas perintah Soenarko, dua senjata AK-47 disimpan di gudang. Sementara senjata M-16 A1 disimpan di kantor staf intel Kodam IM.
Menurut Chandra, rencananya senjata M-16 A1 itu akan diberikan ke museum milik Kopassus.
Sebelum dikirimkan, senjata dimodifikasi pada bagian popor, penutup laras dan teropong bidik untuk pertempuran jarak dekat.
"Ini jelas bahwa Pak Narko tidak pernah memiliki senjata itu. Seperti yang dikatakan Pak Wiranto, Moeldoko dan Tito," kata Chandra.
2. Pengiriman ke Jakarta Legal
Kemudian pada tahun 2018 ketika masa penugasan Chandra berakhir, Soenarko meminta agar Chandra mengirimkan senjata tersebut ke Jakarta.
Namun, perintah itu tidak dapat dilaksanakan karena Chandra sudah terlanjur kembali ke Jakarta.
Perintah untuk mengirim senjata ke Jakarta juga disampaikan ke Heri, warga sipil yang sehari-hari membantu Soenarko di Aceh.
"Dengan catatan Pak Narko mengatakan bahwa ketika nanti mengirim senjata ke Jakarta tolong dilaporkan ke Kasdam IM Brigjen Daniel agar mendapat surat pengantar," kata Chandra.
Senjata tersebut, kata Chandra kemudian dikirimkan pada 15 Mei 2019 dari Aceh ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Garuda.
Senjata dikirimkan sesuai prosedur dan dilengkapi dengan surat pengantar dari Brigjen (Purn) Sunari, seorang anggota TNI yang ditugaskan di Badan Intelijen Negara (BIN).
3. Persoalan Muncul di Bandara
Setibanya di bandara Soekarno Hatta, muncul persoalan.
Chandra mengatakan, Sunari tidak mengaku pernah membuat surat pengantar.
Keanehan lainnya, pengirim senjata tidak mengakui telah mengirimkan senjata itu.
Chandra tidak menjelaskan siapa pengirim yang dimaksud.
Selain itu, Chandra mengaku tidak mengetahui kenapa senjata tersebut baru dikirimkan pada 15 Mei 2019.
"Nah ini menjadi persoalan, aneh dan pengirimannya ini melalui prosedur yang resmi. Apsec, yaitu security bandara mengatakan itu senjata. Kalau selundupan mungkin ditutupi terigu atau apa. Itu satu bukti kalau Pak Narko tidak pernah menyelundupkan senjata apapun," ucap Chandra.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko sudah ditetapkan tersangka terkait kepemilikan senjata api ilegal.
Soenarko sudah ditahan di Rumah Tahanan Militer Guntur, Jakarta.
Hal itu disampaikan Wiranto dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam di Jakarta, Selasa (21/5/2019).
"Mayjen Soenarko sudah dipanggil, sudah diperiksa dan sekarang sudah jadi tersangka dan ditahan di rumah tahanan POM Guntur dengan tuduhan memiliki dan menguasai senjata api ilegal," kata Wiranto.

Wiranto mengatakan, dalam situasi seperti ini tidak diizinkan memiliki senpi ilegal.
Ia tidak menjelaskan situasi seperti apa yang dia maksud.
Namun, belakangan Wiranto menegaskan bahwa memiliki senpi ilegal dilarang secara hukum.
"Dalam situasi seperti ini tidak diizinkan dan tidak diperbolehkan dan itu ada hukumnya, aparat keamanan tidak mengada-ada," kata Wiranto.
"Menjaga keamanan nasional dibutuhkan tindakan tegas seperti itu," tambah dia.
Ketika ditanya apakah kepemilikan senjata api ilegal itu terkait dengan aksi unjuk rasa 22 Mei besok, Wiranto tidak mau menjawab.
Ia beralasan proses penyidikan belum selesai.
"Tidak terkait apa-apa karena baru penyelidikan, menguasai senpi ilegal tidak diizinkan siapa pun. Itu ada hukumnya, ada undang-undang. Soal nanti mau digunakan untuk apa nanti pendalamannya dalam proses penyidikan, belum selesai," kata Wiranto.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Sisriadi sebelumnya mengatakan, TNI dan Polri melakukan penyelidikan terkait kasus dugaan penyelundupan senjata api.
Selain Soenarko, tentara aktif Praka BP juga sudah ditahan.
Saat ini, Soenarko menjadi tahanan Mabes Polri dan dititipkan di Rumah Tahanan Militer Guntur, sedangkan Praka BP menjadi tahanan TNI di Rumah Tahanan Militer Guntur.