BMKG Peringatkan Gelombang Tinggi Capai 4 Meter Mulai 11 - 14 Februari, Ini Wilayah yang Terdampak
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali memberikan peringatan dini gelombang tinggi di beberapa wilayah perairan Indonesia
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali memberikan peringatan dini gelombang tinggi di beberapa wilayah perairan Indonesia.
Dilansir dari Kompas.com, peringatan BMKG tersebut berlaku mulai hari ini, Senin (11/2/2019) hingga Kamis (14/2/2019) mendatang.
Peringatan gelombang tinggi ini dikeluarkan BMKG lantaran teridentifikasinya pola sirkulasi massa udara di Samudera Hindia barat Bengkulu, sehingga berpotensi menimbulkan gelombang tinggi hingga 4 meter.
Ketinggian gelombang 2,5-4 meter berpeluang terjadi di wilayah:
1. Laut Natuna Utara
2. Perairan Utara Kepulauan Natuna
3. Perairan Utara Sulawesi
4. Laut Sulawesi
5. Perairan Kepulauan Sangihe-Kepulauan Talaud
6. Laut Maluku bagian utara
7. Perairan Utara Halmahera hingga Papua Barat.
Sementara itu, pola angin di utara Indonesia umumnya dari arah Utara-Timur Laut dengan kecepatan angin berkisar antara 4-25 knot.
Sedangkan, di selatan wilayah Indonesia umumnya dari arah Barat Daya-Barat Laut dengan kecepatan angin berkisar antara 4-20 knot.
Kecepatan angin tertinggi terpantau di Laut China Selatan, Perairan Kepulauan Sangihe-Talaud dan Laut Maluku bagian utara.
Selain itu, BMKG juga memberikan peringatan potensi terjadinya gelombang tinggi 1,25 meter hingga 2 meter di beberapa wilayah berikut ini:
1. Selat Malaka bagian utara
2. Perairan Lhokseumawe
3. Perairan Utara Sabang
4. Perairan Sabang-Banda Aceh
5. Perairan Barat Aceh hingga Kepulauan Mentawai
6. Perairan Bengkulu hingga Barat Lampung
7. Samudera Hindia Barat Sumatera
8. Selat Sunda bagian selatan
9. Perairan Selatan Jawa hingga Sumbawa
10. Selat Bali-Selat Lombok-Selat Alas bagian selatan
11. Perairan Selatan Pulau Sumba
12. Samudera Hindia Selatan Jawa hingga Nusa Tenggara Timur
13. Perairan Utara Kepulauan Anambas
14. Laut Natuna
15. Selat Makassar bagian tengah dan utara
16. Perairan Kalimantan Timur dan Utara
17. Perairan Timur Bitung
18. Laut Maluku bagian selatan
19. Perairan Utara Kepulauan Banggai-Kepulauan Sula
20. Perairan Timur Sulawesi Tenggara
21. Laut Banda
22. Perairan Utara Papua Barat hingga Papua
23. Samudera Pasifik utara Papua
24. Laut Timor selatan Nusa Tenggara Timur
25. Perairan Kepulauan Babar hingga Kepulauan Tanimbar
26. Perairan Selatan Kepulauan Aru
27. Laut Arafuru
28. Perairan Barat Yos Sudarso
BMKG juga memberikan peringatan keselamatan pelayaran untuk beberapa transportasi laut terkait potensi terjadinya gelombang tinggi ini.
Perahu nelayan diimbau untuk waspada terhadap kecepatan angin lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1,25 meter.
Kapal tongkang diminta untuk mewaspadai kecepatan angin lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1,5 meter.
Sementara untuk jenis Kapal Ferry agar mewaspadai kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 meter.
Kapal ukuran besar, seperti kapal pesiar atau kapal kargo, diminta waspada dengan kecepatan angin lebih dari 27 knot dan tinggi gelombang di atas 4 meter.
Supermoon Akan Picu Gelombang Tinggi
Sebelumnya, BMKG sempat mengumumkan bahwa Supermoon dapat memicu gelombang tinggi mulai Sabang Banda Aceh hingga Jakarta & pesisir Jatim
Mungkin tak banyak orang tahu asal-usul kata Supermoon yang muncul dalam pengumuman BMKG terkait gelombang tinggi
Istilah Supermoon yang muncul dalam pengumuman BMKG terkait gelombang tinggi itu juga bukanlah istilah yang wajib dipakai untuk menyebut fenomenan serupa
Dilansir dari Kompas.com, Rukman Nugraha selaku peneliti di BMKG misalnya, berpendapat bahwa fenomena pada Rabu malam (31/1/2018) kemarin disebut gerhana bulan total perige saja, bukan supermoon.
Dilansir dari The Atlantic, Rabu (30/1/2018), Richard Nolle yang seorang strolog asal Tempe, Arizona sekaligus pencetus istilah Supermoon, berkata bahwa dia pertama kali memiliki ide tersebut pada tahun 1979.

Nolle kemudian memakainya di artikel berjudul Dell Horoscope yang terbit pada tahun 1980-an di sebuah majalah horoskop.
Alasan Nolle adalah untuk memudahkan orang ketika ingin menjelaskan tentang peristiwa gerhana bulan yang terjadi ketika posisi bulan berada di titik orbitnya yang terdekat dengan Bumi (Perigee Syzgy).
"Jadi, saya berpikir untuk mencari kata yang sedikit lebih eufonik atau enak didengar," kata Nolle seperti dikutip dari The Atlantic, Rabu (30/1/2018).
Dia pun mulai mendapati kata "supermoon" banyak digunakan di makalah sains dan teks berita sejak 2009.
"Penulis sains mulai menggunakannya dalam artikel mereka. Tentu, saya senang," kata Nolle.
Dia pun membandingkan dirinya dengan Joannes Kepler, ilmuwan asal Jerman di abad 17 yang belajar banyak tentang data-data meteorologi untuk mendukung teorinya saat menulis makalah dengan berbagai topik, termasuk astrologi.
Belakangan, kata Nolle, para astronom banyak mengadopsi istilah-istilah yang Kepler gunakan.

Nolle sendiri dikenal sebagai astrolog yang mendukung teori bahwa gerhana bulan mempengaruhi terjadinya gempa bumi, gunung meletus atau perubahan perilaku manusia di Bumi.
Ketertarikan Nolle terhadap pengaruh bulan terhadap bumi dimulai saat dirinya mengajar Angkatan Laut Amerika Serikat untuk berlayar sekitar tahun 1980-an.
"Ketika Anda berlayar di laut Atlantik atau di manapun, Anda akan waspada terhadap pasang surut gelombang laut. Tergantung seberapa bagus kapal Anda untuk bisa melalui ombak yang sewaktu-waktu bisa pasang dan surut, terutama saat supermoon menjadi pemicunya. Air laut sangat mudah masuk dan keluar dari saluran di kapal Anda," kata Noelle.