Berita Pasuruan

Pedagang Plaza Gempol Pasuruan Menangis, Tiap Hari Hanya Buka Tutup Toko

Ia sering pulang dengan tangan hampa tanpa membawa sepeser pun uang yang didapatkan dari penjualan

surya.co.id/galih lintartika
Tajab saat membuka rolling door stan miliknya di Plaza Gempol yang sulit dibuka. 

SURYA.co.id | PASURUAN - Tajab terlihat kesulitan membuka rolling door stannya di Plaza Gempol, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, Selasa (5/2/2019) pagi.

Meski hari libur, warga Porong ini tetap membuka stannya yang ada di Lantai 2 blok F2 PLaza Gempol ini.

Ia merupakan satu dari ratusan pedagang Pasar Gempol lama yang dipindahkan ke Plaza Gempol.

Secara lokasi, tetap sama. Namun pedagang kini menempati stan yang lebih modern dan lebih apik.

Bangunan yang lama dirobohkan dan dihancurkan, diganti menjadi bangunan baru.

Sayang, kendati berada di pasar modern, pedagang justru mengalami penurunan pendapatan.

Bahkan, saking sepinya, tak jarang pedagang tidak mendapatkan pendapatan selama sehari berjualan.

Tajab, pedagang pakaian pria, wanita dan seragam sekolah mengaku, kadang hati kecilnya menangis.

Ia mengaku, kadang tidak ada pembeli yang datang ke stannya.

Ia sering pulang dengan tangan hampa tanpa membawa sepeser pun uang yang didapatkan dari penjualan pakaian ataupun seragam.

"Jadi hanya buka tutup stan. Datang jam 7, buka toko, bersihkan barang dagangan menggunakan lap dan menatanya. Berharap ada pembeli yang datang dan mampir ke stannya. Tapi jam 12 sepi, ya sudah saya tutup stan dan pulang. Siklusnya ya seperti itu setiap hari," katanya.

Ia pun menyampaikan, jarang-jarang mendapatkan pembeli.

Bahkan, kadang seminggu hanya melayani tiga sampai lima pembeli.
Seringkali, tidak melayani pembeli sama sekali.

Jauh sekali dibandingkan berjualan di tempat yang lama.

"Di sini sepi. Tidak ada orang yang mau mampir ke sini. Sekalipun mampir belum tentu beli. Apalagi di sini pedagangnya masih sedikit. Jadi, orang melihatnya, di sini belum ada yang buka," urainya.

Selain itu, kata dia, di sini sistem keamanannya juga tidak apik.

Ia menyebut, ada beberapa stan yang kemalingan beberapa waktu lalu.
Menurutnya, kondisi ini membuat was-was pedagang lainnya.

"Sudah dagangannya sepi, kemalingan lagi. Ibarat jatuh tertimpa tangga. Dobel - dobel. Saya berharap ada perhatian khusus untuk membuat sistem keamanan di sini tetap aman," paparnya.

Tak hanya itu, lanjut dia, beberapa fasilitas pun tidak bisa digunakan maksimal.

Menurutnya rolling door stan miliknya ini tidak mulus saat dibuka dan ditutup.

Sejak ia menerima stan kondisinya sudah seperti ini.

"Agak seret. Saya juga sempat protes agar ada perbaikan. Tapi sampai sekarang tidak pernah ada perbaikan. Toiletnya pun juga tidak airnya," ungkap dia.

Musyadah, pedagang lainnya mengatakan, penyebab sepinya pengunjung Plaza Gempol ini karena belum ada grand opening.

Kata dia, tahun lalu Pasar Gempol memang sudah diresmikan Bupati Pasuruan, tapi bukan pasar untuk pakaian dan sejenisnya.

Peresmiannya untuk pasar yang menyediakan sayuran, ikan dan buah - buahan.

Sedangkan untuk Plaza Gempol ini, kata dia, belum ada syukuran atau grand opening yang dilakukan pemerintah.

"Minimal kalau ada syukurannya dan diramaikan kan pasti banyak orang yang tahu kalau di dalam Plaza Gempol sudah ada yang berjualan. Kalau sekarang masih sangat sepi. Kami di sini seringnya hanya buka toko dan tutup toko," kata perempuan yang memiliki stan jamu itu.

Dulu, kata dia, per hari, dirinya bisa mendapatkan untung sampai Rp 200.000 saat berjualan di pasar lama.

Nah, pindah di pasar baru ini dan bangunan baru ini, seolah rejekinya pun tak mengikuti baru.

Justru, ia menilai , jualan jamu di tempat sekarang lebih seret.

Per hari, kadang ia hanya membawa pulang uang Rp 9.000.

"Persoalannya belum ramai. Saya yakin kalau ramai, pasti omzetnya sih banyak. Banyak pengunjung. Kadang orang yang datang ke sini ini untuk jalan-jalan saja, dan melihat banyak stan yang buka ya sudah kembali. Jadi saya berharap ada sosialisasi atau woro-woro kalau di Plaza Gempol ini ada orang berjualan dan sudah buka," tambahnya.

Wahyu Trianto, pedagang lampu, menambahkan, jualan di sini ini hanya menunggu kapan usahanya tutup dan bangkrut.

Ia merinci pengeluarannya per hari dan per bulan.

Setiap hari, minimal bensin Rp 15.000 dan makan Rp 15.000.

Sedangkan, per bulan, ia wajib membayar retribusi pasar sebesar Rp 61.000 dan listrik Rp 22.000.

Itu wajib dikeluarkan.

"Laku aja belum pasti, tapi sudah harus mengeluarkan uang itu. Kalau ditotal kan sudah berapa uang yang harus dikeluarkan," katanya.

Ia menilai. kondisi ini sangat parah. Ia pun tiap hari buka toko tapi belum tentu melayani pelanggan.

Untungnya, ia memiliki cadangan dua toko untuk menopang segala pengeluaran dan kebutuhannya bersama keluarga.

"Pelanggan saya, ke Plaza Gempol ini rata - rata malas dan tidak mau. Karena imagenya, atau pemikiran orang plaza ini masih sepi. Jadi jarang sekali yang mau," tambahnya.

Menurut dia, pemerintah jangan diam.

Kata dia, pedagang sudah melakukan kewajibannya membayar retribusi per bulannya.

Ia menilai, pemerintah memiliki andil penting dalam hal ini.

"Saya kira Disperindag harus mencarikan cara bagaimana agar pasar ini ramai. Tapi, kalau saya, disperindag harus tegas. Jadi ada himbauan ke pedagang untuk berjualan semuanya. Kalau tidak mau ada konsekuensi yang akan diberikan. Ini ķan tidak kompak. Harusnya ada dorongan untuk berjualan bersama. Saya yakin plaza ini bisa ramai," tutup dia.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved