Prostitusi Artis

Prostitusi Online Artis: Siapa saja yang (Bisa) Kena

VA dan FA, inisial yang mendadak ramai diperbincangkan sejak dua hari lalu. Tertangkap di sebuah hotel melakukan prostitusi. Begitu yang ramai beredar

Editor: Parmin
instagram
Tiga hari setelah ditangkap, Vanessa Angel baru membantah terlibat prostitusi artis. 

VA dan FA, inisial yang mendadak ramai diperbincangkan sejak dua hari lalu. Tertangkap di sebuah hotel melakukan prostitusi. Begitu yang ramai beredar. Yang bersangkutan juga sudah meminta maaf atas kesalahan dan kekhilafan, walaupun pada akhirnya dibantah. Kemudian banyak bermunculan spekulasi dan pertanyaan: bisakah pelaku dijerat kasus prostitusi online ini? Beberapa netizen mengatakan bahwa ini meresahkan, terutama karena polisi merilis bahwa ada 45 nama artis yang ada dalam ‘naungan manajemen’ perantaranya (baca: germo). Dan terutama karena ini bukan yang pertama.

Tentang prostitusi sudah diatur dalam pasal 296 dan pasal 506 KUHP. UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) juga memberikan definisi tentang perdagangan orang yaitu tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut untuk tujuan eksploitasi atau membuat orang tereksploitasi. Ketika dicocokkan satu-satu,perekrutan hingga penerimaan dengan memberi bayaran untuk membuat orang tereksploitasi sudah terjadi disini. Menurut undang-undang pihak yang diperdagangkan dianggap sebagai orang yang mmenderita dari tindakan ini dan disebut sebagai korban. Bisa orang dewasa atau anak-anak. Untuk itu kepada pelaku perdagangan dapat dijerat pidana sampai maksimal 15 tahun dan denda sampai dengan enam ratus juta.

Bagaimana dengan ‘pengguna jasa’?

Pasal 12 UU PTPPO memberi ancaman bagi setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan orang yaitu . Menurut undang-undang ini jelas, ‘pengguna jasa’ termasuk didalamnya. Berdasarkan asas Lex Spesiali derogat legi generali maka undang-undang ini seharusnya berdiri diatas KUHP.

Kemudian bagaimana dengan yang ‘pemberi jasa’? apakah juga dapat dijerat?

Bila merujuk dua undang-undang tersebut sudah pasti tidak. Namun sifat “online” dari kasus yang sedang marak ini membuat kita dapat meninjaunya dari satu undang-undang lagi, UU ITE. Undang-Undang ITE tidak secara spesifik mengatur tentang prostitusi yang dilakukan dengan sarana internet. Dalam pasal 27 yang mengatur tentang perbuatan yang dilarang hanya melarang informasi dan dokumen elektronik yang melanggar kesusilaan. Menurut KBBI kesusilaan dalam hal kata benda artinya adalah perihal susila, yang berkaitan dengan adab atau sopan santun dan tentang norma yang baik meliputi kelakuan yang baik dan tata krama yang luhur. Hukum kita tidak memberikan definisi tentang kesusilaan, hanya tentang delik kesusilaan atau kriteria tindak pidana yang melanggar kesusilaan. Namun kita dapat merujuk definisi kesusilaan menurut R. Susilo yang menyatakan kesusilaan (perbuatan asusila) adalah perbuatan yang memiliki keterkaitan dengan kesopanan, perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin, misalnya bersetubuh, meraba buah dada perempuan, meraba tempat kemaluan perempuan, memperlihatkan anggota kemaluan, mencium. Pendapat lainnya dari Roeslan Saleh yang menyatakan bahwa “pengertian kesusilaan hendaknya tidak dibatasi pada pengertian kesusilaan dalam bidang seksual, tetapi juga meliputi hal-hal yang termasuk dalam penguasaan norma-norma keputusan bertingkahlaku dalam pergaulan masyarakat. Batasan kesusilaan sangat tergantung dengan rasa dan norma, ketika satu perbuatan sudah mengganggu rasa malu dan norma sosial maka disitu patut diduga terjadi pelanggaran terhadap kesusilaan Tidak ada batasan baku, kecuali untuk delik kesusilaan yang diakui secara universal. Pasal 27 ayat (1) ini berlaku bagi setiap orang. Bisa saja yang diunggah adalah foto orang lain atau malah dokumentasi pribadi. UU ITE tidak mengenal prostitusi atau motif di balik terjadinya sebuah pelanggaran. Selama ada yang memanfaatkan internet untuk melakukan perbuatan yang dilarang maka disitu jerat pidana mengancam.

Di sisi lain, dalam melihat kejadian prostitusi online yang melibatkan artis, ada satu pasal yang tidak boleh diindahkan yaitu bahwa saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang berhak memperoleh kerahasiaan identitas (ps 44 ayat1 UU PTPPO). Dan itu berlaku selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Pihak yang terlibat dalam proses penyidikan hingga pemeriksaan di pengadilan (seharusnya) wajib merahasiakan. Termasuk di dalamnya untuk kepentingan jurnalistik, sesuai Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers Pasal 5 yaitu wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila. Aturan ini harus tetap dipegang, setidaknya sampai saksi atau korban tersebut melepaskan haknya. 

(Dr. Nynda Fatmawati Octarina, dosen Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya, S.H.,M.H)

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved