Berita Jombang
Mengenal Slamet, Difabel di Jombang yang Gigih Menghidupi Keluarga dengan Membuat Sangkar Burung
Slamet, perajin sangkar burung di Jombang membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukan hambatan untuk berkarya dan berumah tangga. Inilah sosoknya..
Penulis: Sutono | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | JOMBANG - Slamet (61) memang memiliki keterbatasan fisik. Dia mengalami polio pada kedua kakinya. Namun warga Kelurahan Jelakombo, Kecamatan/Kabupaten Jombang, ini enggan menggantungkan hidupnya ke orang lain.
Dia tegas memilih bertahan hidup dan sekaligus menghidupi keluarganya dengan menjadi perajin sangkar burung berbahan kayu limbah.
Ditemui di rumahnya yang sangat sederhana, Slamet tampak sedang sibuk dengan kegiatan membuat sangkar burung yang jadi pekerjaannya itu. Ayah dari dua anak ini menjadikan teras rumahnya sebagai bengkel kerja.
Tangannya tampak cekatan tanda sudah terlatih saat memotong setiap bilah kayu sesuai pola yang sudah dibuat sebelumnya.
Dengan cermat namun cukup cepat, dia menghaluskan permukaan potongan-potongan kayu itu secara manual dengan ampelas. Lantas dengan alat bor manual, dia membuat lubang-lubang sebagai tempat memasang jeruji sangkar.
Slamet selanjutnya merangkai kayu-kayu yang telah dihaluskan menjadi sebuah sangkar burung. Bentuknya secara garis besar segi empat, namun di beberapa sisi ditambah variasi ukiran.
Kondisi kedua kaki Slamet yang kecil tak seperti kaki lelaki dewasa pada umumnya, tak menghambat kesibukannya membuat sangkar burung.

• Tak Punya Kelopak Mata, Azzam Bocah Difabel Asal Jawa Timur Dibayar Rp 1 Juta Tiap Manggung
• KPU Jatim Fasilitasi 63 Ribu Pemilih Difabel Untuk Pemilu 2019, Termasuk Disabilitas Mental
Sesekali dia harus beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil peralatan atau bahan yang dibutuhkan. Untuk berjalan, kakek 4 cucu ini menggunakan dua tongkat ketiak (kruk) sekaligus.
Slamet hanya menggunakan kaki kirinya untuk menapak ke tanah, karena memang hanya kaki kiri itulah yang bisa digunakan menapak. Sedangkan kaki kanan Slamet mengecil dan bengkok, tidak dapat digunakan menapak tanah.
Slamet mengaku, kedua kakinya memiliki kelainan sejak kecil, yakni sejak usia satu tahun. "Kata ibu saya, saat itu saya sudah bisa jalan, tapi kemudian kena penyakit polio," kata Slamet, kepada surya.co.id, Kamis (3/1/2019).
Kedua kakinya yang tak sempurna membuat Slamet tak punya kesempatan bekerja seperti orang lain. Terlebih lagi dia tak pernah mengenyam pendidikan.
Namun, Slamet enggan berpangku tangan. Saat usianya 13 tahun, pada 1970, Slamet mulai belajar membuat sangkar burung secara otodidak. Ini dipilih karena dirasa dia mampu mengerjakannya.
Caranya dengan mencontoh sangkar burung milik tetangga. 'Profesi' inilah yang kemudian dia tekuni sampai saat ini.
"Kesibukan saya sehari-hari ya hanya membuat sangkar burung ini," ungkapnya.
Kerajinan sangkar burung ini rupanya tak sekadar menjadi andalan Slamet untuk bertahan hidup. Dengan usaha ini, dia bahkan mampu merajut rumah tangga hingga mempunyai dua anak dan empat cucu.
Kini sang istri, Widowati telah tiada. Slamet tinggal seorang diri di rumah semi permanen sederhana ini.
Sedangkan kedua anaknya hidup mandiri setelah menikah.
"Untuk makan, anak-anak kadang yang kirim ke sini," ujarnya.
Penghasilan Slamet dari membuat sangkar burung sangat tak menentu. Terlebih dia lebih banyak mengdalkan order atau pesanan.
• Perampok Sopir Taksi Online di Mojokerto Mengaku Tidak Bisa Mengemudi Mobil
• Politisi Nasdem Usulkan Lomba Adzan Untuk Capres
Dalam satu bulan, rata-rata Slamet mendapat order 5 (lima) buah sangkar burung. Harganya berkisar Rp 125.000 hingga Rp 350.000 per buah.
Variasi harga ditentukan oleh besar-kecilnya ukuran serta tingkat kesulitan dalam pembuatannya. "Rata-rata satu pekan saya mampu menyelesaikan satu sangkar," terangnya.
Slamet tak pernah mengeluh meski hidup pas-pasan dan dalam kondisi fisik tak sempurna. Untuk memperlancar pergerakannya, dia menggunakan motor yang dimodifikasi menjadi roda tiga.
Sepeda motor yang dimodifikasi roda tiga itu pula yang selalu 'menemani' Slamet saat belanja kayu limbah untuk bahan kerajinan sangkar burung yang diproduksinya.