Gunung Agung Dinyatakan 'Siaga' Usai Erupsi Selama 3 Menit, Berikut Wilayah yang Kena Abu Vulkanik
Gunung Agung di Karangasem, Bali kembali erupsi pada Minggu (30/12/2018) pukul 04.09 Wita, statusnya kini level III atau Siaga
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Gunung Agung di Karangasem, Bali kembali erupsi pada Minggu (30/12/2018) pukul 04.09 Wita, statusnya kini level III atau Siaga
Dilansir dari Kompas.com, berdasarkan laporan resmi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Pos Pengamatan Gunung Api Agung, Gunung Agung mengalami erupsi selama 3 menit 8 detik dengan amplitudo maksimum 22 mm.
Namun kolom abu akibat erupsi Gunung Agung ini tidak teramati karena puncak tertutup kabut.
Hingga Minggu pagi petugas mencatat terjadi tiga kali gempa pada rentang waktu enam jam.
Masing-masing satu kali gempa letusan, vulkanik dangkal dan vulkanik dalam.
• UPDATE TERKINI Gunung Anak Krakatau, Tinggi Menyusut 228 Meter, Meletus 27 Kali
• Info Terkini Gunung Anak Krakatau Masuki Fase Mematikan, Semburan Abu Telah Sampai Cilegon
PVMBG menyatakan Gunung Agung dalam status level III atau siaga.
Untuk itu Masyarakat di sekitar Gunung Agung, pendaki, pengunjung, wisatawan diimbau agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di zona perkiraan bahaya yaitu di seluruh area di dalam radius 4 kilometer dari Kawah Puncak Gunung Agung.
Zona Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yang paling aktual terbaru.
Masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di sekitar aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung diimbau untuk mewaspadai potensi ancaman bahaya sekunder berupa aliran lahar hujan yang dapat terjadi terutama pada musim hujan.
Area landaan aliran lahar hujan mengikuti aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung.
Di samping itu, erupsi Gunung Agung ini juga menyebabkan sejumlah desa di Karangasem hingga Kota Amlapura terkena abu vulkanik.
"Wilayah Kota Amlapura terpapar hujan abu sedang," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karangasem Ida Bagus Arimbawa.
Berdasarkan data yang dihimpun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karangasem, wilayah yang terkena abu vulkanik adalah:
- Banjar Dinas Uma Anyar Ababi bagian barat terdampak hujan abu ringan
- Wilayah Kota Amlapura terpapar hujan abu sedang
- Desa Seraya Barat terdampak hujan abu ringan
- Desa Seraya Tengah terdampak hujan abu ringan
- Banjar Dinas Ujung Pesisi terdampak hujan abu ringan
- Lingkungan Pesagi dan Lingkungan Pebukit terdampak hujan abu ringan
- Desa Tenggalinggah terdampak hujan abu ringan
Berdasarkan koordinasi dengan sejumlah kepala desa di wilayah utara gunung, tidak terpantau adanya abu dan asap yang keluar.
"Hasil koordinasi dengan Kepala Desa Dukuh Gunung Agung tidak terpantau ada asap keluar dan hujan abu," kata Arimbawa.
Dilansir dari Tribun Bogor, Gunung Agung merupakan gunung vulkanik yang memiliki tipe monoconic strato yaitu, terbentuk karena letusan eksplosif dan efusif secara terus-menerus dan saling bergantian.
Gunung tertinggi di Bali ini termasuk muda dan terakhir meletus pada tahun 1963 setelah mengalami tidur panjang selama 120 tahun.
Lama letusan Gunung Agung tahun 1963 berlangsung hampir 1 tahun, yaitu dari pertengahan Februari 1963 sampai dengan 26 Januari 1964.
Berikut kronologi meletusnya Gunung Agung yang berlangsung kurang lebih satu tahun lamanya, dilansir dari Warta Kota.
16 Februari 1963: terasa gempa bumi ringan oleh penghuni beberapa Kampung Yehkori (lebih kurang 928 m dari muka laut) di lereng selatan, kira-kira 6 kilometer dari puncak Gunung Agung.
18 Februari 1963: Kira-kira pukul 23.00 di pantai utara terdengar suara gemuruh dalam tanah.
19 Februari 1963: Pukul 01.00 terlihat gumpalan asap dan bau gas belerang.
Pukul 10.00 terdengar lagi suara letusan dan asap makin tebal. Pandangan ke arah gunung terhalang kabut, sedang hujan lumpur mulai turun di sekitar lerengnya. Di malam hari terlihat gerakan api pada mulut kawah, sedangkan kilat sambung-menyambung di atas puncaknya.
20 Februari 1963: Gunung tetap menunjukkan gerakan berapi.
06.30 terdengar suara letusan dan terlihat lemparan bom lebih besar. 07.30 penduduk Kubu mulai panik, banyak diantara mereka mengungsi ke Tianyar, sedangkan penghuni dari lereng selatan pindah ke Bebandem dan Selat.
24 Februari 1963: Hujan lumpur lebat turun di Besakih mengakibatkan beberapa bangunan Eka Dasa Rudra roboh. Penduduk Temukus mengungsi ke Besakih. Awan panas letusan turun lewat Tukad Daya hingga di Blong.
25 Februari 1963: Pukul 15.15 awan panas turun di sebelah timur laut lewat Tukad Barak dan Daya. Lahar hujan di Tukad Daya menyebabkan hubungan antara Kubu dan Tianyar terputus. Desa Bantas-Siligading dilanda awan panas mengakibatkan 10 orang korban. Lahar hujan melanda 9 buah rumah di Desa Ban, korban 8 orang.
26 Februari 1963: Lava di utara tetap meleler. Lahar hujan mengalir hingga di Desa Sogra, Sangkan Kuasa. Asap tampak meningkat dan penduduk Desa Sogra, Sangkan Kuasa, Badegdukuh dan Badegtengah mengungsi ke selatan.
17 Maret 1963 : Merupakan puncak kegiatan.
Tinggi awan letusan mencapai klimaksnya pada pukul 05.32. Pada saat itu tampak awan letusannya menurut pengamatan dari Rendang sudah melewati zenith dan keadaan ini berlangsung hingga pukul 13.00. Awan panas turun dan masuk ke Tukad Yehsah, Tukad Langon, Tukad Barak dan Tukad Janga di selatan.
Di utara gunung sejak pukul 01.00 suara letusan terdengar rata-rata setiap lima detik sekali. Awan panas turun bergumpal-gumpal menuju Tukad Sakti, Tukad Daya dan sungai lainnya di sebelah utara. Mulai pukul 07.40 lahar hujan terjadi mengepulkan asap putih, dan ini berlangsung hingga pukul 08.10.
21 Maret 1963: Kota Subagan, Karangasem terlanda lahar hujan hingga jatuh korban lebih kurang 140 orang. Setelah letusan dahsyat pada tanggal 17 Maret.
16 Mei 1963: Paroksisma kedua diawali oleh letusan pendahuluan, mula-mula lemah dan lambat laun bertambah kuat.
Pada sore hari 16 Mei, kegiatan meningkat lagi terus meneru, hingga mencapai puncaknya pada pukul 17.07. Pada umumnya kekuatan letusan memuncak untuk kedua kali ini tidak sehebat yang pertama. Awan letusannya mencapai tinggi kira-kira 10.000 m di atas puncak, sedang pada pukul 17.15 hujan lapili mulai turun hingga pukul 21.13.
Sungai yang kemasukan awan panas adalah sebanyak 8 buah, 6 di selatan dan 2 di utara. Jarak paling jauh yang dicapai lebih kurang 12 km yakni di Tukad Luah, kaki selatan. Lamanya berlangsung paroksisma lebih kurang 6 jam, yakni dari pukul 16 hingga sekitar pukul 21.00. Pada umumnya kekuatan letusan memuncak untuk kedua kali ini tidak sehebat yang pertama.
Awan letusannya mencapai tinggi lebih kurang 10.000 m di atas puncak, sedang pada pukul 17.15 hujan lapili mulai turun hingga pukul 21.13. Sungai yang kemasukan awan panas adalah sebanyak 8 buah, 6 di selatan dan 2 di utara. Jarak paling jauh yang dicapai lk. 12 km yakni di Tukad Luah, kaki selatan. Lamanya berlangsung paroksisma lebih kurang 6 jam, yakni dari pukul 16 hingga sekitar pukul 21.00.
Nopember 1963: Tinggi asap solfatara/fumarola mencapai lebih kurang 500 m di ats puncak. Sejak Nopember warna asap letusan adalah putih.
10 Januari 1964: Tinggi hembusan asap mencapai 1500 m di atas puncak.
26 Januari 1964: Pukul 06.50 tampak kepulan asap dari puncak Gunung Agung berwarna kelabu dan kemudian pada pukul 07.02, 07.05 dan 07.07 tampak lagi letusan berasap hitam tebal serupa kol kembang, susul menyusul dari tiga buah lubang, mula-mula dari sebelah barat lalu sebelah timur mencapai ketinggian maksimal lebih kurang 4.000 m di atas puncak. Seluruh pinggir kawah tampak ditutupi oleh awan tersebut. Suara lemah tetapi terang terdengar pula.
27 Januari 1964: Kegiatan Gunung Agung berhenti
Terdapat ribuan korban akibat meletusnya Gunung Agung pada waktu itu.
Akibat awan panas meninggal 820 orang, 59 orang luka.
Akibat Piroklastika meninggal 820 orang, luka 201 orang.
Akibat lahar meninggal 165 orang, 36 orang luka.