Krakatau Erupsi
UPDATE TERKINI Gunung Anak Krakatau, Tinggi Menyusut 228 Meter, Meletus 27 Kali
Update kondisi terkini Gunung Anak Krakatau menunjukkan adanya penyusutan tinggi Gunung Anak Krakatau sebesar 228 meter.
SURYA.CO.ID - Update kondisi terkini Gunung Anak Krakatau menunjukkan adanya penyusutan tinggi Gunung Anak Krakatau sebesar 228 meter, Jumat (28/12/2018).
Pantauan terbaru, Gunung Anak Krakatau yang tingginya semula 338 meter, sekarang tingginya tinggal 110 meter.
Kondisi terkini Gunung Anak Krakatau juga dilaporkan meletus 27 kali pada Jumat (28/12/2018) sore hari.
Data itu dikutip Tribunnews.com (grup Surya.co.id) dari situs Badan Geologi Kementerian ESDM, berdasarkan hasil analisis visual.
Pada saat tidak ada letusan, teramati puncak Gunung Anak Krakatau tidak terlihat lagi.
Berdasarkan laporan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM, aktivitas Gunung Anak Krakatau hingga pukul 18.00 WIB cukup mencolok.
Kasubdit Mitigasi Bencana Geologi wilayah Barat PVMBG Kementerian ESDM Kristianto mengatakan, gunung tersebut melakukan 27 kali letusan pada sore tadi.
"Jumlah letusan ada 27 dengan amplitudo 12-25 mm yang berdurasi tiap letusan 32-211 detik. Pada saat tidak ada letusan, puncak gunung api Anak Krakatau tidak terlihat lagi," jelas Kristianto saat dikonfirmasi, Jumat (28/12/2018).
Ia melanjutkan, dari setiap letusan rata-rata menca[ai ketinggian letusan 200 hingga 3000 meter di atas kawah yang diikuti asap hitam tebal.
Setelah terjadi 27 letusan, Kristianto melanjutkan, tidak terdengar suara dentuman dan tidak teramati awan panas dari Gunung Anak Krakatau.
"Itu jenis gempa letusan yang dapat dihitung, sementara abu vulkanik yang keluar. Bisa dari tiap event letusan atau emisi abu yang menerus," terang Kristianto.
Dari aktivitas tersebut, Gunung Anak Krakatau masih berlevel siaga.
Wisatawan, nelayan dan warga pun masih dilarang mendekat kawah gunung sejauh lima kilometer.
Pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM melaporkan bahwa secara visual pada 28 Desember 2018 pada pukul 00.00-12.00 WIB, teramati letusan dengan tinggi asap maksimum 200-3000 meter di atas puncak kawah Gunung Anak Krakatau dengan abu vulkanik bergerak ke arah timur-timur laut.
Sementara cuaca teramati berawan-hujan dengan arah angin dominan ke timur-timur laut.
Selanjutnya, pada pukul 14.18 WIB, cuaca cerah dan terlihat asap letusan tidak berlanjut.
Terlihat tipe letusan surtseyan, terjadi karena magma yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau bersentuhan dengan air laut.
Sebelumnya, PVMBG mencatat terjadi perubahan pola letusan pada jam 23.00 tanggal 27 Desember 2018 yaitu terjadinya letusan-letusan dengan onset yang tajam.
Letusan Surtseyan terjadi di sekitar permukaan air laut.
Dari Pos PGA Pasauran, posisi puncak Gunung Anak Krakatau saat ini lebih rendah di banding Pulau Sertung yang menjadi latar belakangnya.
Sebagai catatan, Pulau Sertung tingginya 182 meter sedangkan Pulau Panjang 132 meter.
Volume Anak Krakatau yang hilang diperkirakan sekitar antara 150-180 juta m3, sementara volume yang tersisa saat ini diperkirakan antara 40-70 juta m3.
Berkurangnya volume tubuh gunung Anak Krakatau ini diperkirakan karena adanya proses rayapan tubuh gunungapi yang disertai oleh laju erupsi yang tinggi dari 24-27 Desember 2018.
Proses pengamatan visual terus dilakukan untuk mendapatkan hasil perhitungan yang lebih presisi.
Saat ini letusan bersifat impulsif, sesaat sesudah meletus tidak tampak lagi asap yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau.
Terdapat dua tipe letusan, yaitu letusan Strombolian dan Surtseyan.
Potensi bahaya dari aktivitas letusan Gunung Anak Krakatau dengan kondisi saat ini yang paling memungkinkan adalah terjadinya letusan-letusan Surtseyan.
Letusan jenis ini karena terjadi dipermukaan air laut, meskipun bisa banyak menghasilkan abu, tapi tidak akan menjadi pemicu tsunami.
Potensi bahaya lontaran material lava pijar masih ada.
Dengan jumlah volume yang tersisa tidak terlalu besar, maka potensi terjadinya tsunami relatif kecil, kecuali ada reaktivasi struktur patahan/sesar yang ada di Selat Sunda.
Memasang seismograf di 2 titik di pulau sekitar Gunung Anak Krakatau
Sejak ditetapkan menjadi level III (siaga) pada 27 Desember 2018, aktivitas Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda terus dipantau secara intensif oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi Kementerian ESDM.
Menteri ESDM Ignasius Jonan menyampaikan bahwa peningkatan status ini didasarkan pada hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental.
Seismograf yang terletak di Pulau Gunung Anak Krakatau terdampak aktivitas vulkanik tanggal 22 Desember 2018 lalu.
Oleh karena hal itu sebut Jonan, pihaknya akan segera memasang seismograf di 2 titik di pulau sekitar Gunung Anak Krakatau.
“Seismograf tersebut mengalami 3 kali pergantian sejak meningkatnya aktivitas gunung Anak Krakatau Juli 2018 karena beberapa kali terkena dampak erupsi,” tuturnya.
Jonan menjelaskan, aktivitas Gunung Anak Krakatau yang besar sekitar bulan September lalu, dibandingkan dengan bulan Desember ini relatif lebih kecil sekitar seperempatnya.
Terkait jalur penerbangan, Jonan menyatakan, masih aman. Karena ketinggian abu sekitar 500-700 meter sedangkan penerbangan 5.000-10.000 meter.
" Kementerian ESDM akan terus berkordinasi dengan BPPT, LIPI dan BMKG untuk mempelajari tsunami kemarin akibat karena apa saja. Terkait sharing pengetahuan dan informasi, termasuk dengan negara-negara lain seperti Amerika, Jepang, Perancis, karena kegeologian bersifat global," tambah Jonan.
Lebih lanjut, Kepala Badan Geologi Rudy Suhendar menyampaikan bahwa sebanyak 6 orang, termasuk vulkanologis dan teknisi dikirim dari Bandung. Hal itu mengingat kondisi Anak Krakatau berstatus siaga sehingga diperlukan perhatian lebih.
"Kondisi sekarang masih ada letusan dan beberapa kali tremor yang terpantau dari seismograf yang dipasang di Pulau Sertung," ungkap Rudy.
Peralatan yang tersedia di pos pengamatan antara lain berupa penunjuk arah mata angin untuk memonitor pergerakan abu vulkanis, CCTV untuk memantau secara visual gunung, infrasonik dan seismograf sebanyak 2 buah dengan dua jenis keakuratan yang ditempatkan di Pulau Sertung.
Saat ini, Gunung Anak Krakatau mempunyai elevasi tertinggi 338 meter dari muka laut (pengukuran September 2018). Karakter letusannya adalah erupsi magmatik yang berupa erupsi eksplosif lemah (strombolian) dan erupsi efusif berupa aliran lava.
Pada tahun 2016 letusan terjadi pada 20 Juni 2016, sedangkan pada tahun 2017 letusan terjadi pada tanggal 19 Februari 2017 berupa letusan strombolian. Sejak tanggal 29 Juni 2018, Gunung Anak Krakatau kembali mengeluarkan letusan hingga tanggal 22 Desember berupa letusan strombolian.
Pertama Kali Ada Tsunami Tanpa Gempa
Menteri Jonan menyebut bahwa tsunami yang terjadi di Selat Sunda yang melanda wilayah pesisir Banten dan Lampung adalah yang pertama kali di dunia tanpa adanya gempa terlebih dahulu.
"Jadi ini pertama kali ada tsunami tanpa ada gempa. Karena biasanya tsunami itu pada umumnya di seluruh dunia itu didahului dengan gempa besar. Ini tidak," ujar Jonan di Pusat Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Pos Pengamat Gunung Api Anak Krakatau, Banten, Jumat (28/12/2018).
Saat ini, pihaknya masih terus berkoordinasi untuk menyelidiki lebih jauh terkait penyebab tsunami di Selat Sunda.
Oleh karenanya, Jonan menyebut bahwa koordinasi ini tidak hanya antarlembaga di Indonesia tapi juga dengan negara-negara lain.
“Kami juga analisanya terus menerus ya. Ini karena kegeologian sifatnya biasanya global sih, sharing data dengan Aussie (Australia) dan Jepang,” jelasnya.
Dengan sharing data tersebut, selain untuk berbagi informasi dan pengetahuan, juga untuk mengukur akurasi data dan hasil analisa yang ada.
“Kalau sharing, disamping akurasi data karena pakai satelit juga tapi juga sharing berkaitan dengan analisa kira-kira ini penyebabnya apa sehingga bisa dipakai di kemudian hari,” papar Jonan.
Sementara itu, dari segi infrastruktur, Jonan mengungkapkan bahwa kesiapan baik alat dan manusia di pos pemantau Anak Gunung Krakatau cukup baik. Ia juga ingin segera mengganti atau memperbaiki beberapa alat yang telah rusak.
"Alat pemantau vulkanisme disini kurang lebih sudah cukup sih. Hanya saya minta yang rusak dan dipasang di Anak Gunung Krakatau itu. Jadi, ini sudah rusak berapa kali, kali ini dipindahlah, pinjam alat dari tempat lain, karna kalo pengadaan saya rasa akan makan waktu lama sekali,” tandasnya. (Tribunnews.com/Daryono/Kompas.com)
Artikel ini sebelumnya tayang di Tribunnews.com berjudul: Kondisi Terkini Gunung Anak Krakatau, Tinggi Gunung Semula 338 Meter, Sekarang Tinggal 110 Meter