Berita Mojokerto

Kekerasan Seksual Terhadap Anak Semakin Meresahkan, ini Kata Psikolog dan Polisi

Di Mojokerto, seorang pemuda melakukan kekerasan seksual terhadap belasan anak. Lalu bagaimana komentar psikolog dan polisi?

net
Ilustrasi 

SURYA.co.id | MOJOKERTO - Anak-anak masih berada di bawah bayang-bayang ancaman kejahatan seksual. Seperti di kota Mojokerto, dalam setahun ini, setidaknya sudah ada 6 kasus kejahatan seksual terhadap anak yang ditangani polisi. 

Baru-baru ini,  Polres Mojokerto Kota juga meringkus predator anak bernama Muhammad Aris (20) warga kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto.

Dia telah melakukan kekerasan seksual terhadap 11 anak di bawah umur.

Psikolog Klinis Layanan Psikologi, Geofira Riza Wahyuni mengatakan, pedofilia atau kejahatan seksual kepada anak dapat dipicu tiga hal, yaitu pengalaman traumatis di mana pelaku juga pernah menjadi korban pelecehan, lalu pola asuh yang salah, dan terakhir, dampak konsumsi film porno. 

"Orang-orang yang mengidap pedofilia cenderung akan membuat sesuatu yang baru dan dijadikan sebuah tantangan. Hal tersebut, yang membuat mereka ingin melakukan kekerasan seksual terhadap anak, sebab ada sensasi tersendiri yang muncul secara psikologi pada diri mereka," katanya Selasa (30/10).

Menurut Riza, pengungkapan kasus kekerasan pada anak kebanyakan terlambat. Penyebabnya, para korban tidak paham apa yang telah dilakukan oleh tersangka. Bahkan mereka menganggap tindakan tersebut ada hal yang lumrah, apalagi tersangka masih dalam lingkup keluarga.

"Karena dianggap biasa, beberapa korban justru melakukan hal serupa pada orang lain ataupun temannya karena ada kenikmatan tersendiri yg dirasakannya. Itu harus dicegah dengan memberikan pendampingan kepada korban," urainya.

Ia menyebutkan, rentang usia anak yang sering menjadi korban pelecehan seksual antara 3 sampai 12 tahun. Tersangka memanfaatkan kepolosan anak-anak tersebut.

Riza melanjutkan, tersangka pedofilia belum tentu mengalami gangguan jiwa. Riza pun mengaku harus berhati-hati menyatakan bahwa tersangka kejahatan seksual terhadap anak mengidap gangguan jiwa.  Dia tahu, pernyataannya tersebut akan mempengaruhi hukumannya.

"Karena konteks gangguan jiwa secara umum itu adalah psikotik. Di dalam undang undang artinya orang yang mengalami psikotik dan schizophrenia kasusnya akan di SP3 kan (penghentian penyidikan)," jelasnya.

Riza menyatakan, lebih tepatnya pedofil adalah orang yang mengalami disorientasi seksual. Pasalnya dia paham kondisi, paham akibat, dan sadar melakukan tindak kekerasan seksual.

"Sehingga dia tetap diproses secara hukum. Tidak bisa dibebaskan, dia harus melewati proses hukum yang berlaku. Tetapi keluarga harus memberi dukungan kepada tersangka dengan cara menyewa psikolog untuk pemulihan psikolognya. Tersangka bisa diterapi di dalam tahanan. Terapi untuk tersangka pedofilia yakni dengan pendekatan CBT (Cognitive Behaviour Therapy)," paparnya.

Sementara itu, Kapolresta Mojokerto, AKBP Sigit Dany Setiyono mengatakan hal serupa, Pihaknya fokus menuntaskan penyidikan terhadap kasus pemerkosaan anak yang dilakukan Aris.

"Jadi, tugas polisi adalah memastikan bahwa tersangka bisa dilakukan penyidikan dan dilimpahkan ke kejaksaan sampai dengan pengadilan. Nanti pengadilan yang akan menentukan kalau dibutuhkan pemeriksaan-pemeriksaan kejiwaan," jelasnya.

Halaman
12
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved