Kilas Balik
Kisah Lain Wafatnya Soeharto - Pengamanan Sangat Ketat, Rumah Sakit sampai Dipadati Wartawan
Pengamanan sangat Ketat, rumah sakit sampai dipadati wartawan, itulah yang terjadi menjelang wafatnya Soeharto. Berikut kronologinya
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Suasana duka sempat menyelimuti Rumah Sakit Pusat Pertamina, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu 27 Januari 2008
Karena pada hari itu, Presiden kedua Republik Indonesia, Haji Muhammad Soeharto, dikabarkan tutup usia.
Namun di hari itu, sekitar pukul 13.00 WIB berita duka itu masih berupa kasak-kusuk.
Belum ada anggota keluarga, pengacara, pejabat negara, atau anggota tim dokter kepresidenan yang mengonfirmasi wafatnya Soeharto.
Namun, jumlah pasukan pengamanan yang bertambah seperti ada peristiwa besar yang akan berlangsung siang itu di RSPP.
Mengutip harian Kompas terbitan 28 Januari 2008, pengamanan di RSPP memang terlihat lebih ketat pada pukul 13.00 WIB. Polisi menambah penjagaan di depan pintu gerbang.
Penambahan pengamanan itu dilakukan saat pemberitaan mengenai Soeharto yang tengah mengalami masa kritis, beredar di media digital dan media elektronik.
Antisipasi keamanan pun dilakukan menyusul makin ramainya RSPP yang dipadati wartawan, yang menunggu kabar terkini penguasa pada era Orde Baru tersebut
Kabar mengenai memburuknya kondisi Soeharto memang sudah diketahui wartawan pada pagi itu.
Sejak Minggu dini hari, sekitar pukul 01.00 WIB, kondisi Soeharto dapat dikatakan semakin menurun.
Padahal, salah satu anggota tim dokter kepresidenan, dr Christian Johannes, mengatakan bahwa Soeharto bisa makan tiga sendok bubur cair pada Sabtu malamnya, sekitar pukul 22.30 WIB.
Respirasi Soeharto kala itu juga disebut menggembirakan.
Namun, sekitar pukul 03.00 WIB-07.00 WIB, kondisi presiden yang berkuasa selama 32 tahun itu semakin menurun.
Tekanan darah Soeharto tercatat 90/35-70/35 mmHg.
Saat kondisi purnawirawan jenderal berbintang lima itu tak kunjung membaik, hampir seluruh keluarga besar Soeharto berkumpul di lantai 5 Gedung A RSPP, tempat Soeharto dirawat.
Namun, Ari Sigit, cucu Soeharto yang merupakan anak dari Sigit Harjoyudanto, baru tiba sekitar pukul 10.00 WIB.
Tak lama berselang, mantan Menteri Sekretaris Negara yang juga orang dekat Soeharto, Moerdiono, pada pukul 10.00 WIB menyatakan bahwa semua keluarga sudah berkumpul.
Kehadiran keluarga besar Soeharto pun semakin lengkap dengan kedatangan menantu Soeharto, Halimah Agustina Kamil, di RSPP sekitar pukul 12.35 WIB.
Halimah muncul bersama anak-anaknya, dari hasil pernikahannya dengan Bambang Trihatmodjo.
Dugaan mengenai kondisi Soeharto yang semakin kritis pun makin menyeruak.
Wartawan makin kasak-kusuk mencari informasi. Namun, belum satu pun konfirmasi didapat.
Kepastian mengenai wafatnya "Smiling General" itu baru didapat sekitar pukul 13.20 WIB.
Namun, kabar duka itu bukan berasal dari lisan anggota keluarga, pengacara, pejabat negara, atau anggota tim dokter kepresidenan.
Kabar itu diucapkan oleh Kepala Kepolisian Sektor Kebayoran Baru Komisaris Dicky Sondani yang mengabarkan wafatnya Soeharto.
Dicky yang datang ke RSPP sekitar pukul 12.30 WIB sejak semula terlihat mondar-mandir di RSPP.
Awalnya, wartawan tidak terlalu memperdulikannya sebab mengira Dicky sedang berjaga-jaga untuk menunggu kedatangan Wakil Presiden saat itu, Jusuf Kalla.
Namun, wartawan semakin penasaran saat penjagaan polisi dan tentara semakin ketat.
Saat Dicky keluar lobi utama Gedung A, wartawan pun mendatangi untuk bertanya mengenai pengamanan yang diperketat.
Namun, Dicky mengeluarkan pernyataan mengejutkan sekitar pukul 13.20 WIB.
"Telah berpulang ke Rahmatullah Haji Muhammad Soeharto pukul 13.10 WIB. Rencananya akan dibawa ke Cendana, tetapi belum tahu pukul berapa," tutur Dicky.
Sepuluh menit sejak Komisaris Dicky Sondani mengabarkan mengenai wafatnya Soeharto, anggota tim dokter kepresidenan dan keluarga besar pun memberikan keterangan resmi. S
ekitar pukul 13.30 WIB, Ketua Tim Dokter Kepresidenan dr Mardjo Soebiandono menggelar konferensi pers untuk memberikan konfirmasi mengenai wafatnya Soeharto.
"Innalillahi wainailaihi rojiun. Telah wafat dengan tenang Bapak Haji Muhammad Soeharto pada hari Minggu 27 Januari 2008, pukul 13.10 WIB di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta," tutur dr Mardjo.
"Semoga arwah beliau diterima di sisi Allah SWT dan diampuni dari segala dosa. Amiin," lanjutnya.
Mbak Tutut Ungkap Detik-detik Terakhir Soeharto Sebelum Wafat
Pada Kamis 27 September 2018, putri sulung Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana atau yang biasa disapa Mbak Tutut mengungkap detik-detik Soeharto sebelum mengembuskan nafas terakhir.
Dalam tulisan yang diunggah website pribadinya, Mbak Tutut bercerita mulai dua hari sebelum ayahnya wafat.
"Malam itu, tanggal 25 Januari 2008, bapak menghendaki dhahar (makan) Pizza. Kami mencari… Titiek dan Mamiek sibuk minta batuan temannya untuk mencarikan pizza sampai dapat," tulis mbak Tutut di awal tulisannya.
Beruntung saat itu masih ada yang buka.
Setelah itu Soeharto meminta anak-anaknya untuk berkumpul makan pizza bersama.
Bukan tanpa sebab Soeharto meminta pizza. Ternyata pizza itu sebagai simbol perayaan ulang tahun putra-putrinya.
"Tiba-tiba bapak menyanyikan lagu “Panjang Umurnya”. Rupanya bapak ingat, bahwa pada bulan Januari ada anaknya yang ulang tahun, yaitu saya, pada tanggal 23 Januari. Kami menemani bapak makan Pizza. Bapak dhahar satu potong pizza dengan lahap," tulis Tutut.
Momen kebersamaan Soeharto dan anak-anaknya itu diabadikan melalui kamera di ponsel Titiek.
"Kami tidak pernah mengira, bahwa itu foto kami berenam terakhir dengan bapak. Bila malam itu Titiek tidak membawa HP-nya, mungkin kami tidak punya kenangan terakhir dengan bapak yang dapat kami abadikan".
Setelah itu, Soeharto pamit untuk sholat Tahajud yang memang rutin dilakukan selama ini.
Tak seperti biasa, Soeharto meminta tempat tidurnya diputar menghadap kiblat.
"Ada salah satu dokter menyampaikan kepada bapak, “Kalau sedang sakit, boleh tidak menghadap kiblat bapak.”
Bapak menjawab pelan tapi tegas: “Saya mau menghadap kiblat.”
Akhirnya, kami ikuti keinginan bapak. Suweden, salah seorang yang selalu setia menemani bapak, dibantu Sigit memutar tempat tidur menghadap kiblat. Dan bapak melakukan ibadah sholat tahajud. Subhannalloh".
Kesokan harinya (satu hari sebelum beliau wafat), tim dokter seperti biasanya, memeriksa kesehatan bapak. Selesai diperiksa, bapak memanggil saya.
Saat itulah Soeharto memberikan wasiat terakhir untuk Tutut.
“Kamu dengarkan wuk. Kamu anak bapak yang paling besar, sepeninggal bapak nanti, tetap jaga kerukunan kamu dengan adik-adikmu, cucu-cucu bapak dan saudara-saudara semua. Kerukunan itu akan membawa ketenangan dalam hubungan persaudaraan, dan akan memperkuat kehidupan keluarga. Selain itu Allah menyukai kerukunan. Ingat pesan bapak…, tetap sabar, dan jangan dendam. Allah tidak sare (tidur),” bapak memberi nasehat dengan lirih".
Mendengar hal itu Mbak Tutut tak kuasa menahan air matanya.
Dia mencoba menenangkan ayahnya untuk tidak membicarakan hal itu.
Setelah itu, Soeharto kembali berpesan padanya.
“Jangan sedih, semua manusia pasti akan kembali kepada-Nya. Tinggal waktunya berbeda. Bapak tidak akan hidup selamanya. Kamu harus ikhlas, Insya Allah kita akan bertemu suatu saat nanti, di alam lain. Dekatlah, dan bersenderlah (bersandar) selalu kalian semua hanya kepada ALLAH. Karena hanya Dia yang pasti bisa membawa kita ke sorga. Doakan bapak dan ibumu”
“Bapak bangga pada kalian semua anak-anak bapak. Selama ini menemani bapak terus. Bapak menyayangi kalian semua, tapi bapak harus kembali menghadap ILLAHI,” bapak berhenti sebentar terlihat capek, tapi saya tidak berani memotongnya, lalu bapak meneruskan lagi bicaranya".
“Teruskan apa yang sudah bapak lakukan, membantu masyarakat yang membutuhkan uluran tangan kita. Jaga baik-baik yayasan yang bapak bentuk. Manfaatkan sebanyak-banyaknya untuk membantu masyarakat,” berhenti sejenak. “Jangan kalian pakai untuk keperluan keluarga.”
Setelah itu Soeharto pamit untuk istirahat.
Tutut lalu memeluk erat dan mencium tangan Soeharto lalu membetulkan selimutnya.
Sore harinya, kondisi Soeharto drop hingga malam.
Sampai pagi akhirnya Soeharto tertidur dengan tenang.
"Subuh saya dan Mamiek mencoba tidur sebentar. Namun baru sekejap kami tidur sudah dibangunkan suster bahwa bapak kritis.
Kami berdua ke kamar bapak. Bapak, ditemani Sigit, nampak tertidur dengan tenang tapi sudah tidak membuka mata. Kami putuskan memanggil semua keluarga.
Sesampainya semua di rumah sakit, satu persatu saya minta semua cium tangan bapak, sambil saya dan adik-adik membimbing bapak, membisikkan di telinga bapak, untuk istighfar dan bertasbih.
Salah seorang dari perawat bapak, ikut membisikkan terus khalam ILLAHI, sampai terhenti nafas bapak.
Bapak tampak tenang sekali, tidak sedikitpun raut kesakitan di wajah bapak. Saya rasa semua keluarga, sudah hadir semua, bapak semakin tenang helaan nafasnya, hanya tidak membuka mata.
Kami berdoa semoga keajaiban terjadi, sehingga bapak diberi kesehatan.
Saat menjelang siang, datang adik bapak, ibu Bries Soehardjo, yang baru saja menjalani operasi by passjantung di Singapore, dan bu Bries tidak pernah diberi tahu bahwa bapak dalam keadaan kritis.
Kami ajak masuk ke bapak, kami bisikkan, bahwa bu Bries sudah datang. Rupanya bapak menunggu semua keluarga berkumpul.
Siang itu jam 13.10 , 27 Januari 2008, bertepatan dengan tanggal 18 Muharram dalam kalender hijriyah, bapak kami tercinta kembali menghadap Sang Pencipta, sesuai keinginan bapak, dan takdir Illahi.
Saya tidak pernah mengira, bahwa kemarin adalah, petuah terakhir yang bapak berikan pada saya. Sesungguhnya apa yang Allah kehendaki, itulah yang akan terjadi. Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan kehendak-NYA" tulis Tutut.