Sambang Kampung

Emak-emak PKK Kendangsari Bikin Batik Shibori untuk Souvenir Khas Kampung

Kendati membuat batik tulis sulit, warga RT 4 RW 3 Kendangsari Kecamatan Tenggilis Mejoyo mencoba teknik berbeda.

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Iksan Fauzi
SURYA.co.id/AHMAD ZAIMUL HAQ
Batik Shibori kreasi emak-emak PKK Kampung Pelangi Kendangsari, Surabaya. 

SURYA.co.id | SURABAYA - Di Kota Surabaya terdapat beragam jenis batik. Ada batik cap biasanya diproduksi pabrikan, ada pula batik tulis.

Untuk pembuatan batik tulis, prosesnya terbilang sulit bagi para pemula.

Kendati membuat batik tulis sulit, warga Kampung RT 4 RW 3 Kendangsari Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Kota Surabaya mencoba teknik berbeda.

Dalam pembuatan batik tulis tersebut, warga kampung dibantu oleh dosen Universitas Airlangga.

Kebanyakan, emak-emak yang aktif di PKK RT 4 yang giat belajar.

Mereka belajar membatik dengan teknik Shibori.

Kata Shibori berasal dari bahasa Jepang.

Shibori adalah teknik menghias kain dengan cara melipat kain dalam pola tertentu lalu mencelupkannya ke dalam larutan pewarna.

Di Indonesia teknik ini disebut dengan teknik jumputan.

Teknik ini berbeda dengan kebanyakan teknik pembuatan batik tradisional, seperti batik tulis.

Seorang anggota PKK, Lulu Kustianingsih (55) mengungkapkan ibu-ibu PKK di kawasannya selama ini tidak pernah belajar membatik.

Hal ini merupakan pengalaman baru bagi emak-emak yang didominasi ibu rumah tangga ini.

"Bikinnya memang harus telaten, terutama saat melipat dan mengikatnya. Kalau tinggal nyelup sudah gampang," urainya.

Lulu Kustianingsih mengungkapkan anggota PKK belajar proses penyiapan larutan perekat, bubuk pewarna, air panas dan juga kain putih yang sudah dilipat dengan pola segitiga sama kaki, segitiga sama sisi dan pola tidak beraturan.

"Setiap ibu polanya berbeda, hasilnya ternyata cantik setelah dicelup," ujar Lulu Kustianingsih.

Lulu Kustianingsih menjelaskan, urutan pembuatan batik celup dimulai dengan mencelupkan sudut kain ke dalam larutan pengikat.

Lalu, larutan pengikat akan meresap ke dalam kain putih.

Setelah itu, kain dicelupkan ke dalam larutan pewarna.

Nah, teknik pengikatan dan lama proses mencelupkan kain ke dalam larutan pewarna ini akan memengaruhi pola kain batik yang dihasilkan.

Mengingat teknik ini merupakan teknik celup, motif yang dihasilkan akan bersifat unik, tidak akan sama antara kain satu dengan kain lain.

Lulu Kustianingsih dan ibu-ibu lain berencana menggelar pelatihan lagi agar seluruh anggota PKK bisa membatik.

Ketika sudah konsisten memproduksi, batik itu bisa untuk suvenir khas kampungnya.

"Kami biasanya menerima penyuluhan jentik nyamuk, pendampingan ibu hamil. Tetapi kalau yang kerajinan bisa dijual lagi memang jarang," urai Lulu Kustianingsih.

Desi Idayati, warga kampung sekaligus ibu PKK yang membuat batik mengungkapkan sejauh ini dirinya masih ingin membuat batik sebatas hobi. Apalagi ia harus mengelola tokonya yang lumayan sibuk.

"Kalau ada tenaga yang bantu bikin mungkin bisa produksi banyak," bebernya.

Keinginan membuat souvenir khas kampung baginya juga masih angan-angan.

Pasalnya kampungnya masih merintis menjadi kampung pelangi.

"Butuh waktu untuk bisa layak dikunjungi. Kalau sudah banyak pengunjung pastinya ibu-ibu juga pada mau bikin batiknya,"ujarnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved