Pilpres 2019
4 Fakta Pilpres 2019 Terberat bagi Prabowo Menurut Sekjen Gerindra Ahmad Muzani
Pemilihan presiden (Pilpres) 2019 merupakan momen pemilihan terberat bagi kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
SURYA.co.id | JAKARTA - Pemilihan presiden (Pilpres) tahun depan merupakan momen pemilihan terberat bagi kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Seperti diketahui, pada Pilpres 2019 nanti, merupakan momen ketiga kalinya Prabowo mengikuti ajang lima tahunan tersebut.
Prabowo memulai mengikuti kontestasi politik di negeri ini mulai Pilpres 2009, 2014, dan 2019 nanti.
Namun, Pilpres 2019 merupakan terberat bagi Prabowo. Hal itu diungkapkan oleh Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani.
Pernyataan Ahmad Muzani itu berawal ketika ditanya oleh awak media soal kejanggalan surat pemanggilan anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo-Sandiaga, Amien Rais, yang diperiksa sebagai saksi dalam kasus penyebaran hoaks Ratna Sarumpaet di Polda Metro Jaya.
Ia juga ditanya mengenai pengaruh kasus hoaks Ratna Sarumpaet terhadap elektabilitas Prabowo-Sandi di Pilpres 2019.
"Dari tiga kali maju Pak Prabowo sebagai presiden, yang kebetulan saya tetap jadi sekjen partai yang mengusung Beliau, kami merasakan terus terang (Pilpres) ini adalah bobot terberat Beliau menjadi calon presiden," ujar Ahmad Muzani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/10/2018).
Muzani membandingkan situasi jelang pilpres kali ini dengan pilpres yang diikuti Prabowo pada 2009 dan 2014.
Berikut 4 fakta yang menyebabkan Pilpres 2019 terberat bagi Prabowo menurut Ahmad Muzani.
1. Pengerahan kepala daerah
Pada Pilpres 2009, kata Ahmad Muzani, tidak ada pengerahan kepala daerah untuk mendukung pasangan calon presiden-wakil presiden petahana.
Namun, pada pilpres kali ini, menurutnya, banyak kepala daerah yang menyatakan dukungan terhadap pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Bupati yang kami usung pun tidak memiliki keberanian untuk menyatakan dukungan kepada Pak Prabowo-Sandi," kata Muzani.
2. Lembaga survei
Kemudian, lanjut dia, beberapa lembaga survei juga enggan dimintai bantuan untuk membantu pasangan Prabowo-Sandi.
"Mereka rata-rata keberatan dengan alasan satu dan lain hal," kata Muzani.
3. Pemberitaan tak berimbang
Ia juga menilai, pemberitaan tak berimbang untuk dua pasangan calon.
4. Pengusaha enggan mendukung
Selain itu, lanjut Muzani, para pengusaha juga banyak yang enggan memberikan dukungan kepada Prabowo secara terbuka.
Alasannya, para pengusaha itu takut proyeknyan bersama pemerintah terancam.
"Jadi kami merasa bahwa Prabowo saat ini dikepung. Prabowo tidak boleh dalam suasana survei yang unggul, tidak boleh dalam suasana yang dimungkinkan bisa menang, pemberitaan Prabowo tidak boleh positif, rakyat yang mendukungnya harus dalam suasana seperti ini," ujar Muzani.
"Kami merasa ada upaya pengepungan kepada pak Prabowo, sehingga kemenangan itu tidak mudah dicapai," ujar dia.
Pernyataan Ahmad Muzani mendapat tanggapan dari kubu rival.
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Irma Suryani Chaniago, mempertanyakan pernyataan Ahmad Muzani tersebut.
"Loh enggak kebalik nih? Bukannya justru terberat sepanjang masa? Apalagi bagi Jokowi," kata Irma dalam pesan singkat, Kamis (11/10/2018).
Irma menyatakan, Jokowi sering kali diterpa hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah sejak Pilpres 2014 lalu.
Ia juga menyinggung beberapa aksi massa yang dinilainya menekan Jokowi.
"Selain dikepung hoaks, dikepung fitnah, juga dikepung demo berjilid-jilid," kata dia.
Ia juga menyoroti kasus Ratna Sarumpaet yang sempat dimanfaatkan oleh pihak oposisi dalam menyerang Jokowi.
Apabila kasus itu tak terbongkar, serangan itu akan berdampak buruk bagi Jokowi-Ma'ruf.
"Bayangkan saja. Jika tipu muslihat kasus Ratna Sarumpaet tidak terbongkar, pasti kami babak belur," ungkapnya.