Putusan MA
KPU Akan Beri Tanda Caleg Mantan Napi Koruptor di TPS dan Surat Suara
KPU juga akan memberikan tanda kepada caleg mantan napi koruptor di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan surat suara.
SURYA.co.id | JAKARTA ‑ Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan mantan narapidana korupsi mendaftarkan diri sebagai bakal calon anggota legislatif (bacaleg).
Lembaga penyelenggara pemilu itu sudah menerima salinan putusan uji materi Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota dan Pasal 60 huruf j Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD.
"Senin malam, KPU menerima salinan putusan MA, judicial review peraturan KPU baik PKPU pencalonan DPD maupun DPR/DPRD. Kami pelajari hal apa saja yang secara substantif dibatalkan oleh Mahkamah Agung," ujar Komisioner KPU RI, Hasyim Asyari.
Dia menjelaskan, pihaknya akan memeriksa salinan putusan itu untuk kemudian menindaklanjuti. Ada dua hal yang kemungkinan dilakukan lembaga penyelenggara pemilu itu dalam waktu dekat.
Kemungkinan pertama, kata dia, langsung melaksanakan putusan MA karena pasal atau ketentuan yang mengatur mantan narapidana korupsi mendaftarkan sebagai bacaleg dibatalkan MA.
Kemungkinan kedua, merevisi PKPU. Untuk itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM mengenai perubahan PKPU.
Selain itu, pihaknya akan menyampaikan kepada DPR RI hal apa yang perlu dilakukan perubahan terhadap PKPU yang dibatalkan MA.
"Jadi, secara hukum aspek peraturan perundangan juga memenuhi, secara substansi juga memenuhi supaya mengambil langkah kebijakan untuk menindaklanjuti putusan‑putusan Bawaslu terdahulu" kata dia.
Mengingat waktu penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) masih tersisa dua hari atau pada 20 September mendatang, maka pihaknya akan segera menindaklanjuti putusan termasuk apabila dimungkinkan mengubah PKPU. Sehingga, harapannya penetapan DCT tidak diundur dari waktu yang sudah dijadwalkan.
"Harus mungkin. Cukup tidak cukup harus mungkin. Kemungkinannya (penetapan DCT,‑red) tidak, karena masih ada dua hari lagi," katanya.
Selain itu lanjut Hasyim, KPU juga akan memberikan tanda kepada caleg mantan napi koruptor di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan surat suara.
Usulan menandai caleg mantan napi korupsi tetap dipertimbangkan KPU dan nantinya akan dibahas bersama. Paling penting, pemilih mendapat informasi mengenai publikasi status caleg eks koruptor.
"Tentang metode menandainya, nanti kita bicarakan mana yang paling strategis, tapi intinya yang ingin kami sampaikan bahwa dokumen‑dokumen sebagai penanda bahwa yang bersangkutan napi kan sudah ada dan publik bisa mengakses," ujar Hasyim.
"KPU harus berhati‑hati betul dalam membuat pilihan yang tepat dalam mempublikasikan ke masyarakat," sambungnya.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendukung usulan penandaan kepada calon legislatif (caleg) mantan napi korupsi di kertas suara.
Bahkan, Bawaslu mengusulkan agar petugas kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) nantinya bisa memampang foto dan nama caleg mantan koruptor di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Silakan, misalnya, kita kasih tanda di surat suara, atau misalkan ada pengumuman caleg mana saja yang pernah menjadi mantan napi koruptor, misalnya dibuat di TPS ada daftarnya atau fotonya," kata Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar.
Lebih lanjut, Fritz mengatakan, Bawaslu sudah melakukan diskusi terkait hal itu dengan KPU. Bahkan, diskusi itu sudah sebelum adanya PKPU 20 Tahun 2018 yang melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg.
"Bawaslu sejak awal telah meminta pada KPU dan Komisi II bahwa Bawaslu juga mendukung gerakan antikorupsi. Itu yang telah kami sampaikan," ujar Fritz.
Partai Demokrat mendukung wacana menandai Calon Legislatif (caleg) mantan narapidana kasus korupsi di surat suara.
Menurut Ketua Divisi Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean, penandaan bagi mantan koruptor di surat suara ini penting untuk memberikan informasi tambahan bagi pemilih.
Sehingga pemilih mengetahui secara gamlang mengenai Caleg yang akan dipilihnya pernah terlibat kasus korupsi atau tidak.
"Kami sangat setuju agar KPU pada saat percetakan surat suara, dikasih penandaan khusus atau keterangan khusus bagi caleg mantan napi koruptor," ujar Ferdinand Hutahaean.
Namun, ia mengingatkan wacana itu harus tetap memilih dasar hukumnya, agar tidak kembali dipatahkan seperti aturan sebelumnya. "Sepanjang itu ada dasar aturannya kami mendukung dan itu bagus sebagai informasi tambahan kepada masyarakat pemilih," ucapnya.
Sekretaris Jenderal NasDem Johnny G Plate mengatakan partainya akan tetap mencoret para bacalegnya yang merupakan mantan narapidana korupsi, mantan Napi kasus narkoba, dan Napi kejahatan seksual terhadap anak.
Pihaknya akan tetap tegas meski Mahkamah Agung telah mengabulkan gugatan uji materi terhadap PKPU nomor 20 tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
"Dari Nasdem pasti coret caleg mantan napi korupsi, mantan napi narkotika, zat adiktif dan obat terlarang psikotropika dan mantan napi tindak pidana seksual terhadap anak. kami akan coret," ujar Johnny.
Johnny mengaku menemukan segelintir Bacaleg yang merupakan mantan narapidana korupsi dari partai NasDem. Temuan tersebut langsung diproses meskipun KPU nantinya memperbolehkan.
"Apapun risikonya kami akan coret. Karena ini sejalan dengan pakta integritas yang sudah kami tanda tangan. pakta integritas ini acara moral ini di atas UU. secara norma UU memang paling tinggi tempatnya sebagai acuan hukum, pakta integritas adalah komitmen moral. kami menempatkan pakta integritas di atas UU," katanya.
Menurut Johnny salah satu dari dua Bacaleg yang dicoret berasal dari Provinsi Bengkulu. partainya rela mengambil resiko mencoret bacaleg demi pencegahan korupsi. "Dengan konsekuensi bisa saja ada perlawanan secara internal dari calon anggota kami tapi untuk kepentingan pencegahan korupsi, kami coret," katanya.
Sementara itu Anggota MPR RI Syaikhul Islam Ali mengatakan jauh lebih baik partai politik menarik nama calon legislatif (caleg) mantan narapidana kasus korupsi, dan bukan tetap mempertahankannya untuk didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sikap tegas dan pro‑pemberantasan korupsi itu, menurut dia, perlu dimulai dari partai politik di Pemilu 2019.
"Pilihan terbaik partai harus tarik caleg mantan koruptor," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Jika inisiatif itu tidak juga dilaksanakan partai politik, pilihan terakhirnya adalah menandai caleg mantan koruptor di surat suara. "Jika tidak ya tidak ada pilihan lain, menandai di surat suara ya ok juga," jelas wakil ketua Komisi VII DPR RI.