Berita Blitar
Tak Punya Izin Pelihara Burung Merak, Pegawai Perhutani Blitar Berurusan dengan Polisi
Rifaldi mengungkapkan pihaknya laporan masyarakat kalau ada orang yang memilihara burung antik.
Penulis: Imam Taufiq | Editor: irwan sy
SURYA.co.id | BLITAR - Diduga kedapatan memelihara burung merak hijau, Agus Budi (43), pegawai Perhutani KPH Blitar, kini berurusan dengan Polres Blitar.
Rumah Budi, Senin (25/6/2018), didatangi petugas polres, untuk menyita empat ekor burung merah hijau, yang sudah dipeliharanya sekitar 4 tahun.
"Yang bersangkutan masih kami mintai keterngan terkait kepemilikan atas empat burung yang dilindungi tersebut," kata AKP Rifaldi, Kasatreskrim Polres Blitar.
Burung yang dikenal memiliki bulu indah itu masih diamankan di Polres Blitar. Namun, rencana Selasa (26/6) hari ini, burung yang memiliki nama latin Pavo Muticus itu akan diserahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kediri.
"Tujuannya, agar hewan itu terselamatkan. Sebab, yang berhak merawatnya adalah BKSD atau orang yang punya izin memilihara dari BKSDA,' sambungnya.
Rifaldi mengungkapkan pihaknya laporan masyarakat kalau ada orang yang memilihara burung antik. Oleh petugas, laporan itu ditindaklanjuti ke rumah Agus, yang berada di Kelurahan Kembang Arum, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar.
Setelah diselidiki, ternyata ada empat burung merak yang dipeliharanya di belakang rumah. Dari empat ekor itu, tiga di antaranya betina, sedang satu ekor adalah jantan.
Burung-burung merak Itu ditempatkan di tiga kandang dan sepertinya akan dilakukan penangkaran.
"Karena hasil penyelidikan petugas, ada dugaan ia tak memiliki izin, akhirnya kami cek dengan mendatangi rumahnya," ungkapnya.
Saat didatangi petugas, Agus masih di rumah. Setelah ditanyakan soal izin penangkarannya dan Agus tak bisa menunjukkannya, akhirnya petugas membawanya ke Polres Blitar, termasuk keempat burung yang sudah hampir punah tersebut.
"Katanya sudah dipelihara setahun. Rencananya, itu akan dikembangbiakkan (penangkaran)," ujarnya.
Soal asal-usul Agus mendapatkan satwa langka tersebut, Rifaldi mengaku masih menyelidikinya. Dugaannya, Agus yang menjabat salah satu tempat penyimpanan kayu (TPK) itu mendapatkan burung yang diburu para kolektor satwa langka dengan cara membeli dari seseorang.
"Jika terbukti melakukan jual beli satwa langka tanpa izin, maka bisa dikenai hukuman 5 tahun dan denda minimal 100 juta sesuai Pasal 40 Juncto Pasal 21 Ayat 2 UU 05/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosisitem," paparnya.
Wakil Adm KPH Perhutani Blitar, Sarman, mengaku piihaknya sudah mendapatkan laporan kalau anak buahnya kini sedang berurusan dengan polres terkait kepemilikan burung langka yang diduga tak berizin.
Karena kasusnya seperti itu, Sarman mengaku tak bisa berbuat banyak.
"Kami serahkan pada penegak hukum. Soal kepemilikan burung itu, tak ada sangkutpautnya dengan Perhutani. Itu urusan dia pribadi," tandas Sarman.