Pengusaha UMKM Sidoarjo Ini Memanfaatkan Trend Digital utuk Bisa Lakukan Ekspor
Sejak dua tahun terakhir Gendhis memanfaatkan internet dan sosmed untuk mendapatkan pasar, pengembangan desain dan lainnya.
Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: irwan sy
SURYA.co.id | SURABAYA - Usaha pemanfaatan limbah kulit yang dilakukan Sri Rahayu, warga Sidoarjo, saat ini telah berhasil menembus pasar ekspor ke India dan Brunai Darussalam. Perempuan yang biasa disapa Gendhis ini mengaku saat memulai usaha, tidak terbayangkan akan bisa masuk ke pasar ekspor.
"Tahun 2010 saya usaha mengolah kulit ini, hanya bisa menghasilkan 5 produk. Itupun jualnya sulit. Akhirnya saya ikut pelatihan di Pusat Pelatihan Kewirausahaan (PPK) Sampoerna di Pandaan, saya dapat peningkatan desain, model, kemasan, hingga pasar," jelas Gendhis disela pameran Surabaya SMEs Go Digital and Internasional yang digelar di Surabaya, Rabu (7/3/2018).
Tahun 2010, Gendhis memulai usaha dengan modal Rp 10 juta. Saat ini, omzet usahanya sudah mencapai Rp 25 juta per bulan dengan pasar ekspor.
Selain memanfaatkan PPK, sejak dua tahun terakhir Gendhis juga memanfaatkan internet dan media sosial untuk mendapatkan pasar, pengembangan desain dan lainnya.
"Era digital saat ini saya sudah siap. Apalagi sekarang karyawan saya 20 orang dan bila ada pesanan besar, saya sudah bisa perdayakan tetangga saya para ibu-ibu diatas 50 tahun. Mereka bisa membantu produksi saya dan mendapatkan pendapatan meski kerjanya di rumah," ungkap Gendhis.
Cerita Gendhis merupakan salah satu dari pelaku UMKM yang bisa menembus pasar ekspor dengan memanfaatkan kemitraan antara swasta dan pemerintah.
Kepala Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia Kementerian Perdagangan (PPEI Kemendag), Iriana Ryacudu, menambahkan saat ini pemerintah terus memberikan fasilitas untuk mendukung UMKM agar bisa melakukan ekspor.
"Di bidang saya, UMKM kami beri pelatihan untuk bisa menjangkau pasar ekspor, ada yang jangka pendek dan jangka panjang. Kami bersinergi dengan pelaku UMKM, Dinas Perdagangan di daerah pelaku UMKM, kemudian memberikan pelatihan dan pendidikan sesuai yang dipilih, dan kadang juga menghubungkan pelaku UMKM ke bidang yang mendukung kegiatan ekspor. Seperi atas perdagangan di luar negeri, bidang perdagangan keluar negeri, dan lainnya," jelas Iriana, yang menjadi salah satu pembicara dalam kegiatan tersebut.
Pelatihan jangka pendek PPEI Kemendag dilakukan dalam jangka waktu 3 sampai 7 hari. Dengan materi dasar pelatihan dasar mulai dari produk, kemasan dan pasar. Sementara untuk jangka panjang, bisa delapan hingga sembilan kali pertemuan dalam setahun.
Mereka adalah pelaku UMKM yang siap ekspor. Iriana mencatat di tahun 2018 ini, ditargetkan ada 32 UMKM yang siap ekspor.
"Tahun 2017 ada 28 UMKM. Mereka inilah yang mengikuti pelatihan siap ekspor," tambah Iriana.
Sejak tahun 2010, sudah ada 600 peserta pelatihan jangka panjang PPEI Kemendag. Sementara jangka pendek sudah mencapai ribuan lebih.
Yos Adiguna Ginting, Independensi Director PT HM Sampoerna Tbk, yang juga menjadi narasumber sebagai pemilik dari PPK Sampoerna, mengakui bila pihaknya terus mendukung peningkatan UMKM yang ada di seluruh Indonesia.
"Sejak awal dibukan sudah ada sekitar 33.000 UMKM yang menjadi alumni dari PPK Sampoerna. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen sudah naik kelas menjadi usaha menengah," jelas Yos.
PPK Sampoerna merupakan program pendampingan terpadu yang merangkul UMKM untuk lebih mengembangkan bisnis mereka dengan memaksimalkan platform digital dan sinergi yang lebih luas dengan sektor dunia usaha.
"Kami memiliki harapan besar terhadap perkembangan ekonomi Indonesia melalui UMKM. Apalagi mengingat Sampoerna itu dirintis dari usaha kecil di Surabaya," tandas Yos