Berita Ekonomi Bisnis
Petani Tebu Minta Pemerintah Naikkan HET Gula Menjadi Segini
Harga Eceran Tertinggi (HET) gula yang kini mencapai Rp 12.500 per kg dianggap belum bisa menutup Harga Pokok Produksi (HPP) petani.
Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA - Harga Eceran Tertinggi (HET) gula yang saat ini mencapai Rp 12.500 per kg dianggap para petani tebu masih belum bisa menutup Harga Pokok Produksi (HPP) petani.
Sehingga membuat para petani tebu memilih untuk alih profesi maupun memanfaatkan lahannya untuk tanaman lainnya.
"Gairah petani tebu menjadi berkurang dalam menanam tebu. Seharusnya HET itu 1,5 kali dari harga beras. Itu sudah rumus lama yang bisa menarik petani tebu untuk terus produksi tebu ke gula," jelas Arum Sabil, Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI).
Arum Sabil menyampaikan hal itu saat ditemui di Surabaya di sela rapat koordinasi untuk evaluasi giling 2017 dan persiapan giling 2018, Senin (15/1/2018).
Saat ini dengan kondisi rendemen tebu yang saat ini rata-rata 7 persen, dan maka seharusnya HPP petani atau harga lelang adalah Rp10.500/kg. Namun saat ini harga lelang petani dipatok Rp 9.100 dan harga jual di pasaran Rp12.500/kg.
Arum menjelaskan kebutuhan beras dan gula per kapita sangat berbeda sehingga untuk patokan harga pun sangat tidak fair bila setarakan karena konsumsi gula tidak sebanyak konsumsi beras per kapitanya. Setidaknya, harga gula di tingkat petani yakni Rp15.000/kg dan di konsumen atau HET Rp17.500/kg.
"Harga Rp17.500 jangan dihitung mahal, ayo dihitung secara perkapita. Jangan sampai nanti seperti komoditas kedelai, dulu kedelai dihantam harga murah, setelah petani tidak mau menanam sekarang malah impor semua," tambah Arum.
Di tahun 2017 lalu terjadi penyusutan produksi gula. Dalam 5 tahun terakhir produksi gula nasional mengalami penurunan. Sebelumnya rata-rata mencapai 2,5 juta ton per tahun tapi saat ini hanya mampu memproduksi gula nasional 2,1 juta ton per tahun.
Penurunan produksi gula terjadi akibat turunnya produksi tanaman tebu hingga 1 juta ton dan penyusutan areal lahan hingga 5.000 ha. Tercatat luas lahan tanam tebu nasional sebelumnya mencapai 575.000 ha kini hanya ada 450.000 ha.
Pada 2016 produksi tebu rakyat di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI mencapai 5,1 juta ton, lalu pada 2017 turun dan hanya mampu produksi tebu 4,2 juta ton.
Selain masalah harga, iklim basah yang berkepanjang, juga sejumlah kendala lain kerap dihadapi petani tebu seperti biaya garap yang mahal dan keterlambatan pupuk membuat produktivitas tebu tidak maksimal.
"Ketika nilai ekonomi tebu tidak memikat, petani enggan menanam. Negara harus hadir, misalnya kredit tepat waktu, tidak perlu iming-iming subsidi pupuk tapi tidak tepat waktu, juga tidak perlu memasukkan komponen subsidi dalam harga gula karena ada juga petani yang tidak pakai pupuk subsidi," ungkap Arum.
Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI M Cholidi menambahkan produktivitas lahan tebu pada 2017 memang mengalami penurunan yakni dari 80 ton/ha pada 2016 menjadi 71 ton/ha pada 2017.
"Memang produktivitas lahan tebu rata-rata turun, salah satunya karena iklim basah yang berkepanjangan juga ketidaktepatan waktu dalam ketersediaan sarana produksi," jelas Cholidi.