opini

Memahami Anton Lucas, Diplomasi Pendopo dan Gamelan Sekar Laras

ibarat kekasih yang sedang menjalin kasih, putus sambung mewarnai hubungan Indonesia-Australia, untuk itu pandangan Anton Lucas layak disimak ...

Editor: Tri Hatma Ningsih
duncan graham
Anton Lucas 

Ditulis oleh Duncan Graham
Jurnalis Australia/tinggal di Kota Malang, Jawa Timur/menulis blog Indonesia Now

 
ANTON LUCAS menghabiskan masa hidupnya yang berharga untuk memperbaiki hubungan Indonesia-Australia. Pengajar di Yogyakarta dan Makassar ini, menjalankan program Studi Asia di Australia selama 30 tahun. Selain, banyak menulis  selama setengah abad ini, karya tulisnya sangat mengilhami para pencari kebenaran tentang Indonesia.

Seorang akademisi tangguh yang cukup membuktikan diri sebagai seorang siswa hingga melampaui masa usia pensiun 70 tahun. Meskipun didorong oleh kekuatan iman Lucas  menampik melakukan ceramah keagamaan.  Dia dididik sebagai seorang Protestan, Lucas menyebut dirinya lebih sebagai seorang Buddhis Kristen. Anak lelakinya seorang biksu Buddha di Indonesia, sedangkan anak perempuannya seorang pembuat film.

Koleksi dokumentasinya yang langka berasal dari periode awal pasca-Proklamasi, meliputi rekaman-rekaman suara dan transkrip-transkrip yang diserahkan ke perpustakaan Universitas Flinders, di Adelaide, Australia Selatan, serta katalognya yang akan dipublikasikan secara online.

Dokumen-dokumen tersebut ia kumpulkan saat wawancara dengan 324 orang yang lolos dari peristiwa tahun 1945 Revolusi dalam Revolusi di sekitar Pekalongan, Jawa Tengah.

Monografnya berjudul Peristiwa Tiga Daerah (Three Regions Affair/1989), menceritakan tentang bentrokan antara elite penguasa dengan warga, disusul dengan runtuhnya kependudukan Jepang. Lucas menceritakan buku berikutnya, Satu Jiwa, Satu Perlawanan (One Soul, One Struggle) yang diterbitkan tahun 1991 dan akan dirilis ulang, sebagai upaya pencapaian yang signifikan.
 

Pendopo dan Gamelan Sekar Laras
Menariknya lagi, Lucas meninggalkan warisan arsitektur berharga di Universitas Flinders, Adelaide, berupa pendopo. Bangunan  kubus dari bahan kayu yang disokong empat tiang tinggi ini dibangun untuk menciptakan rasa tenang dan persatuan meski ada beberapa perbedaan dalam gaya hidup, pandangan dunia, dan adat istiadat setempat.

Pendopo adalah tempat kebersamaan (yang umum didatangi) pengunjung dan warga lokal untuk mencari solusi dan jawaban dari permasalahan umum, sekaligus menetapkan peraturan bagi yang lainnya.

Pendopo sumbangan Anton ini dilengkapi dengan seperangkat gamelan Sekar Laras (keselarasan yang tengah mekar/berkembang) dari Jawa Tengah, yang biasa digunakan oleh para siswa, guru, dan anggota diaspora Indonesia di sana.

Pendopo dengan dinding-dinding kaca yang dapat dilipat saat musim panas dan (alunan) musik metalik dari hamparan tanah yang subur dan mengendap di antara akar-akar kayu putih yang mencakar di tanah gersang menjadi latar belakang pendopo ini berada.

“(Hadiah tersebut) adalah hal terbaik yang pernah saya lakukan,” aku Lucas sebelum kembali ke Yogyakarta, tempat ia dan istrinya, Kadar, keluarga besar serta teman-teman keduanya, tinggal. Pernyataan sikap (dan kebaikan hati) senilai 150.000 dollar Australia dari pasangan itu baru terungkap setelah Lucas pensiun di tahun 2010 silam.

“(Agar) orang Indonesia bisa merasa seperti di rumah sendiri, sementara orang Australia bisa bertemu dengan tetangga mereka (orang Indonesia),” Lucas menambahkan. “Bukan hanya simbol yang nyata untuk sekadar berkumpul bersama, hal tersebut juga memiliki dimensi emosional dan suasana yang unik,” lanjutnya.

 
Pasak Menemukan Lubang
Lucas mempunyai latar pendidikan yang istimewa. Meskipun tidak memiliki darah biru, ibunya yang asli Yunani memiliki properti dan menyekolahkannya ke Anglican Geelong Grammar, sekolah yang terkenal karena mencetak para elit dan pemimpin-pemimpin masa depan.

“Saya selalu berpikir diri saya sebagai pasak persegi di sebuah lubang bundar,” candanya tentang hari-hari sekolahnya. Dengan tujuan untuk berkarir sebagai seorang ekonom pertanian atau petani yang memiliki tanah luas, Lucas justru memenangkan beasiswa ke East West Center, tahun 1969.

Halaman
123
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved