Menikmati Thailand dalam Nuansa Baru
Haroon Mosque, Simbol Masuknya Islam dari Indonesia yang masih Berdiri Kokoh
Haroon Mosque juga tercatat sebagai salah satu situs budaya kota Bangkok yang terdaftar dibawah Royal Act of Islamic Mosques, sejak tahun 1947.
Penulis: Musahadah | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA - Masyarakat muslim tak perlu khawatir berkunjung ke Thailand. Meski umat muslim Thailand hanya sekitar 5 persen dari total penduduk, namun tidak susah mencari tempat ibadah dan makanan halal. Begini cara warga Thailand menjaga keharmonisannya.
“Assalamualaikum,” sapa seorang pedagang wanita kepada wartawan Surya Musahadah saat baru memasuki kompleks masjid Haroon (Haroon Mosque), Bangkok, Rabu (15/11/2017). Di samping wanita ini, ada sekitar 10 pedagang lain yang menjajakan makanan halal seperti roti maryam dan roti canai.
Kompleks masjid Haroon terletak di ujung jalan Surawong yang merupakan perkampungan Muslim Thailand. Ini merupakan salah satu masjid yang paling banyak dikunjungi di Thailand dan bisa menampung sekitar 500 jemaah pada saat bersamaan.
Dalam prasasti yang terpasang di area masjid tertulis, Haroon Mosque ini dibangun oleh Toh Haroon Bafaden yang berasal dari Indonesia. Toh Haroon berimigrasi ke Thailand dan tinggal di Desa Ton Samrong, yakni desa kecil di distrik Bangrak sejak awal pemerintahan Raja Rama III sekitar tahun 1828.
Ia membangun masjid untuk tempat ibadah warga muslim di desa tersebut. Di awal pendirian, bangunan masijd ini hanya berupa kayu dengan lantai yang ditinggikan. Toh Haroon Bafaden menjadi imam pertama masjid tersebut dan setelah meninggal digantikan putranya, Haji Muhammad Yusuf.
Haroon Mosque juga tercatat sebagai salah satu situs budaya kota Bangkok yang terdaftar dibawah Royal Act of Islamic Mosques, sejak tahun 1947.

Di dalam kawasan masjid juga terdapat perpustakaan berisi buku-buku islami serta kompleks makam islam. Masjid ini juga memiliki tim rescue yang siap diturunkan di daerah bencana. Di depan kawasan masjid, ada perkampungan muslim yang dihuni sekitar 300 warga. Wartawan Surya sempat memasuki kawasan yang sebagian warganya berasal dari etnis melayu.
Tak jauh dari Haroon Mosque, terdapat masjid Ban Oou yang dibangun pada tahun 1912. Masjid Ban Oou ini terletak di ujung jalan Charoen Krung distrik Bangrak.
Dalam prasasti yang terpasang di depan masjid dijelaskan, pada masa itu Raja Rama VI memberikan sebidang tanah untuk digunakan mendirikan masjid dan sebagai tempat pemakaman umum bagi warga Muslim di sekitarnya. Tujuh tahun lalu, masjid ini didaftarkan resmi ke pemerintah Bangkok. Masjid ini merupakan salah satu tempat yang ditetapkan sebagai situs budaya di kota Bangkok.

Tepat di depan masjid, terdapat pasar kecil yang menjual daging-daging yang bisa dikonsumsi umat muslim seperti ikan, ayam dan sapi. Berbagai rumah makan halal juga mudah ditemui di kawasan.
Direktur Tourism Authority of Thailand untuk Indonesia, Busakorn Promannot mengungkapkan, wisata di Thailand kini memang diupayakan untuk ramah terhadap umat muslim. Upaya yang dilakukan di antaranya dengan membuat sebuah aplikasi bernama Muslim Friendly Destination di ponsel android. Aplikasi ini memberikan informasi tentang waktu salat serta panduan untuk menemukan lokasi masjid via GPS.
Selain itu, di Thailand juga tersedia hotel dan restoran yang memiliki sertifikat hotel. Satu di antaranya Hotel Al Meroz yang hanya menyediakan menu halal di restorannya. Setiap kamar hotel ini juga dilengkapi arah kiblat serta disediakan Mukena dan sajadah.
"Meskipun kami bukan mayoritas muslim, tapi kami ingin menunjukkan bahwa kami sangat ramah dengan umat muslim yang menjadi umat mayoritas di Indonesia, " katanya.
Bagaimana umat muslim bisa hidup dan berkembang di Thailand?
Ternyata toleransi antar umat beragama di Thailand cukup tinggi. Hal ini juga bisa dilihat di kawasan Charoen Krung. Selain Masjid Ban Oou dan Haroon, di tempat ini terdapat sejumlah tempat ibadah yang lokasinya berdekatan.
Sekitar 50 meter dari Masjid Ban Oou terdapat tempat ibadah agama Buddha (klenteng) masih berdiri kokoh di sudut Jalan Charoen Krung. Klenteng bernama Jeal Eng beal ini menandai masuknya komunitas Tionghoa di Thailand.
Bangunan klenteng ini tidak berbeda jauh dengan klenteng di Indonesia dengan berbagai ornament naga yang didominasi warna merah dan kuning.

Di sini umat Budha kerap melakukan ritual dengan melemparkan kayu bertuliskan angka-angka. Dalam setiap angka terdapat penjelasan mengenai keberuntungan yang akan terjadi seminggu ke depan.Jika angka itu berisi keberuntungan, maka Jemaah akan menyimpannya di dompet. Sebaliknya, jika berisi kesialan, maka kertas bertuliskan penjelasan angka itu akan digantung di pohon.
“Masyarakat Budha sangat meyakini hal ini, bahkan ada yang setiap minggu ke sini untuk berdoa dan membaca peruntungannya,” terang Suree Pongnopparat, warga setempat yang menjadi pemandu saya selama di Thailand.
Sementara 200 meter dari dari lokasi masjid, berdiri sebuah kuil buddha Wat Suanpoo, yang di dalamnya terdapat sekolah dasar. Lalu, 100 meter di depannya kompleks sekolah katolik yang bergengsi di Thailand. Lalu, ada gereja katedral yang dibangun pada tahun 2000 lengkap dengan kompleks sekolahnya.

Menurut Suree, meskipun berdekatan namun tidak pernah terjadi gesekan di antara mereka. “Mereka memiliki prinsip, masalah agama itu kebebasan masing-masing orang dan harus dibedakan dengan masalah bisnis,” katanya.
Dengan dasar saling menghargai ini, tidak heran jika ada kebiasaan di masyarakat jika ada warga muslim yang ingin menyantap makanan berbahan dasar babi, maka umat budha atau katolik akan mengingatkannya. Hal ini sesuai dengan nama distrik ini yakni Bangrak, Bang artinya tanah dan Rak berarti Cinta. “Di sini kami hidup berdampingan berdasarkan cinta,” katanya. (musahadah/bersambung)