Budaya

Udeng Osing, Tak Hanya Sebuah Tutup Kepala

Udeng bagi masyarakat Banyuwangi tak cuma tutup kepala yang diikatkan. Inilah makna sebenarnya...

Penulis: Achmad Pramudito | Editor: Eben Haezer Panca
surabaya.tribunnews.com/achmad pramudito
Aekanu Hariyono, budayawan Banyuwangi (kiri) saat memeragakan cara memakai udheng pada Lintu Tulistyantoro, Ketua Kibas (Komunitas Batik Jatim). 

SURYA.co.id | SURABAYA - Udeng bagi masyarakat Banyuwangi tak cuma tutup kepala yang diikatkan. Segala kegiatan yang dilakukan masyarakat Banyuwangi yang tak lepas dari ritual, begitu pula ketika membuat udeng ini. 

Apalagi udeng ini dibuat dari kain mori motif batik yang khas, seperti Gajah Oling, Gedhekan, dan Kangkung Setingkes. Ada pula motif dengan nama yang mengingatkan pada daerah lain, seperti Sudarjo (Sidoarjo, Jatim), dan Juwono (Juwana, Jateng).

“Untuk membatik, biasanya diawali dengan ritual-ritual khusus. Karena itu pula seseorang yang pakai udeng, kesannya pasti berbeda dibanding sebelum pakai,” kata Aekanu Hariyono, budayawan Banyuwangi.

Untuk lebih mengenalkan udeng Osing itu pula, di Galery House of Sampoerna dipajang puluhan koleksi udeng batik. Kain udeng yang dipajang mulai Jumat (6/10) hingga 17 November mendatang itu sebagian besar koleksi Aekanu Hariyono.

Meski wujud batik untuk udeng ini mengalami perkembangan, namun tetap tak lepas dari pakemnya, yaitu ukurannya yang 120 cm2.

“Kain udeng ini harus berbentuk bujur sangkar sehingga dapat dilipat jadi wujud segi tiga sama kaki,” tegas Aekanu.

Sebagai bagian dari budaya yang terus berkembang, Aekanu melihat fungsi udeng pun tak sebatas sebagai tutup kepala.

“Saya banyak melihat, sekarang udeng juga digunakan jadi syal. Jadi udeng punya banyak manfaat,” ungkapnya.

Aekanu yang mengaku sudah memakai udeng sejak usia 16 tahun ini menyatakan rasa bangganya bisa selalu memakai tutup kepala khas Banyuwangi itu kemana pun dia berada. Bahkan ketika melakukan ibadah umroh, Aekanu tetap memakai udeng.

“Kecuali saat tawaf saya nggak pakai udeng. Saya bangga bisa pakai udeng, sebab itu menunjukkan udeng sudah menjadi bagian dari Indonesia,” ujar Aekanu yang juga Kasi Adat dan Cagar Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi.

Aekanu menuturkan pula, masih banyak masyarakat yang menyimpan udeng hingga bertahun-tahun dan mengeluarkannya pada momen spesial, seperti di saat Idul Fitri maupun hajatan tertentu.

“Karena diyakini pada saat itu leluhur mereka datang. Jadi untuk menyambutnya, udeng yang sudah tersimpan lama itu ikut dikeluarkan,” bebernya.

Di kesempatan yang sama, Lintu Tulistyantoro, Ketua Kibas (Komunitas Batik Jatim), penyelenggara Ritus udeng Osing menambahkan, udeng juga bagian dari ekspresi kepercayaan masyarakat Osing hingga saat ini.

“Udeng pun dapat bercerita banyak tentang motif batik yang ada di Banyuwangi,” tandasnya. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved