Sosok
Seruni Bodjawati : Seni dan Kehidupan
“Melukis tak hanya sebuah profesi, tak hanya sebuah pekerjaan,” tegas Seruni, Jumat (15/9/2017).
Penulis: Achmad Pramudito | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA - Terlahir dari seorang seniman lukis tak heran bila di darah Seruni Bodjawati pun mengalir kegemaran yang sama, menggoreskan warna-warni di atas kanvas.
Kini karya anak kedua dari empat bersaudara ini tak hanya dikenal di dalam negeri.
Sarjana S2 Penciptaan dan Pengkajian Seni dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini sudah dikenal para penikmat seni lukis di sejumlah negara macam Jerman, Italia, Milan, Inggris, dan beberapa kota besar di Amerika Serikat.
“Melukis tak hanya sebuah profesi, tak hanya sebuah pekerjaan,” tegas Seruni, Jumat (15/9/2017).
Menurut Duta di 45 museum di Yogyakarta ini, seni lukis baginya sudah seperti sebuah kehidupan.
“Seni lukis tak bisa dipisahkan dari kehidupan saya, seperti saya juga perlu makan setiap hari,” tuturnya.
Ditemui di tengah kesibukan persiapan pameran bersama sang bunda, Wara Anindyah di Maxone Hotel Dharmawangsa Surabaya, Seruni menegaskan pula bahwa jati dirinya di dunia yang dipilihnya itu.
Dan dirinya makin bergairah ketika menghadapi kanvas ketika secara tak terduga menemukan gagasan-gagasan baru yang tak terpikir sebelumnya.
Pelukis kelahiran Yogyakarta, 1 September 1991 ini lalu menunjuk karyanya berjudul Nirwana Perjuangan Sang Demonstran (Soe Hok Gie) sebagai contoh.
Di latar belakang tokoh tersebut dia menambahkan burung phoenix sebagai lambang keabadian.
“Bukti bahwa sosok Soe Hok Gie tak pernah mati, semangatnya terus dirasakan hingga sekarang,” tandasnya.
Seruni mengaku sudah mulai melukis sejak umur 10 bulan.
“Waktu itu sudah belajar melukis pakai cat air. Wujudnya masih abstrak,” imbuhnya.
Meski terlahir dari seorang wanita yang seorang pelukis, Seruni menyatakan Wara Anindyah tak pernah ajarkan dirinya untuk menemukan gaya lukis tertentu.
“Nyatanya saya dan ibu punya gaya melukis yang berbeda. Saya cenderung kontemporer progresif,” ungkapnya.