Opini
Wafatnya Penyair Kadirman Suryono, Kawan-Kawan Unair Mengenangnya dengan Antologi Puisi
Di rimba raya peradaban ini, banyak tokoh yang kemudian menjadi kondang selepas wafat berkat karya tulisnya.
Penulis: Eko Darmoko | Editor: Titis Jati Permata
SURYA.co.id | MALANG - Syahdan, ada sebuah riwayat dari antah berantah; bahwa puisi adalah cara berbohong paling indah, sedangkan prosa mengajarkan berbohong dengan sangat meyakinkan.
Kadirman Suryono, penyair ‘kamar’ kelahiran 1 Juli 1979 yang mengembuskan nafas terakhirnya pada 8 Juni 2016 ini pun lihai bergulat dengan kebohongan.
Kebohongan bisa ditafsirkan dari segala dimensi. Toh, siapa sangka, Kadir yang pernah ‘mondok’ di FISIP Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini ternyata piawai merakit puisi.
Kepiawaian ini, terkuak (bagi yang awam dengannya) selepas ia pergi meninggalkan hiruk-pikuk dunia yang absurd oleh labirin nelangsa.
Kadirman Suryono membohongi dunia, ia menyembunyikan status kepenyairannya.
Di jagat puisi Jawa Timur, nama Kadir (begitu sapaan akrabnya) tidak semoncer misalnya seperti D Zawawi Imron, Mashuri, Indra Tjahyadi, W Haryanto, atau F Aziz Manna yang baru saja dianugerahi penghargaan prestisius Kusala Sastra Khatulistiwa 2016.
Kadir, hidup dalam dunianya sendiri, ia merakit puisi bukan karena gila publikasi.
Ia berpuisi, barangkali, untuk dikonsumsi sendiri dalam kesunyian, di dalam ‘kamar’ privatnya baik secara harafiah atau metafora.
Ketika tubuhnya sudah menyatu dengan tanah dan kafan, kawan-kawannya di Universitas Airlangga Surabaya, tentu saja bersama istri mendiang, Musahadah, mengais serpihan puisi ‘kamar’ Kadir yang belum sempat dipublikasikan.
Alhasil, di Maret 2017 yang basah ini, terbitlah antologi puisi Kadir berjudul “Kekasih, Kubur Aku dengan Namamu”.
Bukan untuk gagah-gagahan, tapi demi merawat kenangan sang penyair, khususnya kelak antologi ini dimaknai sebagai warisan untuk kedua buah hatinya.
Demikianlah yang tergurat dalam sekapur sirih buku itu yang ditulis oleh sang istri Musahadah.
Di rimba raya peradaban ini, banyak tokoh yang kemudian menjadi kondang selepas wafat berkat karya tulisnya.
Sebagai contoh, sastrawan berbahasa Jerman, Franz Kafka, menjadi kondang bertahun-tahun kemudian selepas ia wafat di Wina Austria pada 3 Juni 1924.
Bukan untuk menyamakan kedua mendiang, tapi keduanya memang memiliki kesamaan; wafat di Bulan Juni.