Tempo Doeloe
Riwayat Ibu Gus Dur Mendidik 6 Anak setelah KH Wahid Hasyim Wafat dalam Usia 38 Tahun
KH WAHID HASYIM lahir di Jombang, 1 Juni 1914 dan meninggal dunia di Cimahi, 19 April 1953 pada umur 38 tahun.
SURYA.co.id - Tidak ada yang berat di pundak Nyai Hj Sholehah, ibu Abdurrahman Addakhil yang saat ini dikenal sebagai Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan kelima adik Gus Dur saat ditinggal untuk selama-lamanya oleh suami tercinta KH Abdul Wahid Hasyim.
Wahid Hasyim lahir di Jombang, 1 Juni 1914 dan meninggal dunia di Cimahi, 19 April 1953 pada umur 38 tahun.
Ia meninggalkan 6 orang anak yang masih duduk di sekolah dasar.
Keenam anak tersebut yaitu Abdurrahaman Addakhil berusia 14 tahun dan baru lulus sekolah dasar saat itu.
Konon nama ini berasal dari nama tokoh Bani Umayyah yang mendirikan Daulah Umayyah di Andalusia.
Kedua, Aisyah berusia 12 tahun dan baru kelas 5 sekolah dasar, ketiga Salahuddin Al-Ayyubi yang kini dikenal Salahuddin Wahid berusia 10 tahun dan baru kelas 3 sekolah dasar.
Keempat, Umar Al-Faruq berusia 9 tahun dan baru duduk di kelas 2 sekolah dasar, kelima Lilik Khadijah yang baru berusia 5 tahun dan masih belajar di taman kanak-kanak.
Terakhir Muhammad Hasyim yang saat itu masih di dalam kandungan Nyai Sholehah yang baru berusia 3 bulan.
Ketika itu mereka menempati rumah di Jalan Matraman Barat atau di Taman Amir Hamzah.
Perasaan sedih kala itu memang menggelayut dalam diri Nyai Sholehah ketika 6 orang putra-putrinya ditinggal KH Wahid Hasyim padahal mereka masih memerlukan kasih sayang seorang ayah.
Wahid Hasyim meninggal dunia akibat kecelakaan mobil di Cimahi, saat perjalanan antara Jakarta dan Bandung.

Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim.
Beban untuk mendidik hingga menyekolahkan keenam anaknya itu betul-betul sangat dirasakan oleh Nyai Sholehah karena tidak banyak peninggalan suaminya selain ilmu dan perjuangan yang tiada tara.
Nyai Sholehah menuturkan, suaminya adalah seorang pejuang yang tentunya tidak banyak perhatiannya pada harta benda selain keikhlasan. Pada saat itu, kisahnya, kondisi dan keadaan negara tidak semaju sekarang ini.
“Jadi, walaupun jadi Menteri juga tidak banyak uang. Wal hasil tidak ada persiapan ekonomi apa-apa dan tidak meninggalkan warisan harta yang cukup untuk keperluan hidup dan pendidikan anak-anak,” tutur Nyai Sholehah (Risalah Islamyah, 1977: 28).