Opini

Opini : Kemudahan Online Shop dan Bahaya Konsumerisme

Situs belanja online merupakan salah satu agen komersial yang ikut mentransmisikan nilai-nilai konsumerisme.Di Indonesia, hal ini dapat dirasakan..

huffington post
Ilustrasi 

Situs belanja online merupakan salah satu agen komersial yang ikut mentransmisikan nilai-nilai konsumerisme.

Di Indonesia, hal ini dapat dirasakan dengan semakin banyaknya pengguna internet yang mencicipi sistem transaksi online.

Kondisi ini di samping mengindikasikan kultur konsumerisme yang semakin menyusupi pola kehidupan masyarakat Indonesia,juga mengindikasikan bahwa konsumerisme tidak serta merta dipersepsikan secara positif, tetapi juga berdampak negatif jika digunakan tidak tepat.

Kegiatan perekonomian sebelum maraknya internet dilakukan dengan cara tradisional. Mulai dari berdagang dan berbelanja dilakukan dengan cara bertatap muka langsung.

Para konsumen yang membeli barang di toko-toko terlihat secara fisik sehingga terjadi pertemuan antara pedagang dan pembeli. Proses transaksi, tawar menawar dan strategi pedagang dalam memikat konsumen pun terlihat nyata. Namun, berkat adanya internet terciptalah teknologi perdagangan secara online yang terintegrasi dengan sistem yang biasa disebut online shop.

Menurut data Kominfo, pengguna internet di Indonesia pada tahun 2014 sudah mencapai 82 jutapengguna atausekitar 30% dari total penduduk di Indonesia.

Sedangkan nilai transaksi eCommerce di Indonesia pada 2016 akan mencapai angka US$ 4,89 miliar atau sekitar lebih dari Rp 68 triliun, mengalami kenaikan dibanding tahun 2015 sebesar US$ 3,56 miliar.

Untuk prediksi prospek bisnis eCommerce di Indonesia yang dirilis Kominfo juga menyebutkan bahwa pada 2016 akan ada 8,7 juta konsumen toko online. Jumlah tersebut naik dibanding 2015 sebesar 7,4 juta pembelanja online.

Data dari Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkap pengguna internet di Indonesia mencapai 88,1 juta pengguna pada semester pertama 2015.

Mayoritas masyarakat Indonesia mengakses internet melalui smartphone mobile. Jumlahnyasekitar 85 persen, 32 persen mengakses melalui laptop, 14 persen dari PC dan 13 persen mengakses melalui tablet.

Menjamurnya toko online membuat konsumen tergiur untuk berbelanja. Apalagi promosinya kerap ditemukan di halaman berbagai situs. Ada yang berkonsep iklan baris seperti kaskus.co.id, olx.co.id, dan berniaga.com.

Ada yang konsepnya B2C (business to consumer) seperti lazada.co.id, bhineka.com, dan zalora.co.id. Ada pula mal online seperti blibli.com, elevenia.co.id, tokopedia.com, rakuten.co.id dan lain sebagainya.

Dengan lahirnya teknologi online shop, tingkah laku konsumen dalam kegiatan konsumsi pun mengalami perubahan. Dari cara transaksi tradisional dimana penjual dan pembeli saling bertatap muka dan melakukan transaksi di tempat tanpa transfer bank hingga pembeli hanya tinggal memilih produk dan langsung membayar uang transfer menggunakan bank.

Faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut antara lain lingkungan, budaya, teknologi dan pendapatan. Karena saat ini lingkungan sekitar kita sudah dimasuki oleh teknologi yang memberikan fasilitas untuk memenuhi segala kebutuhan kita. Setiap hari kegiatan atau aktivitas kita tidak lepas dari yang namanya smartphone atau internet. Baik untuk berkomunikasi dengan orang yang jauh lokasinya, mencari tugas dan kerjaan, hingga kegiatan transaksi belanja online.

Segala kemudahan dan kenyamanan online shop, konsumen saat ini seperti diberikan fasilitas yang bisa menjadikannya mempunyai sifat konsumtif. Karena online shop menawarkan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan toko atau tempat belanja biasa di dunia nyata. Berbagai harga yang menarik ditawarkan, maka tingkah laku konsumen pun mengalami perubahan yang signifikan. Biasanya konsumen terkecoh atau mudah tergoda dengan varian harga yang ditawarkan.

Rencana awal ingin membeli satu jenis barang, tapi karena ada harga diskon atau harga yang lebih murah maka konsumen akan mengubah rencana awal tersebut dan membeli jenis barang lebih dari satu. Faktor yang mempengaruhi konsumen sehingga lebih memilih online shop dibandingkan dengan toko yang sesungguhnya diantaranya, kenyamanan dan kemudahan dalam memilih barang, harga yang relatif lebih murah sehingga konsumen lebih tergiur untuk berbelanja online, serta rata-rata konsumen tidak mau ribet saat berbelanja.

Peneliti di bidang medis percaya bahwa otak manusia mengasosiasikan belanja dengan perasaan seperti melayang, serupa dengan yang dirasakan mereka yang mengonsumsi obat-obatan terlarang. Itu sebabnya mereka merasakan dorongan untuk belanja lagi dan lagi. Rasa gembira ketika berbelanja ini muncul karena terpicunya hormon endorphin dan dopamin yang dapat membuat seseorang merasa gembira.

Langkah – langkah yang diusulkan dalam menyikapi kebiasaaan konsumerisme belanja online antara lain melakukan kontrol terhadap diri sendiri terhadap kecanduan impulsive buyer dengan melibatkan keluarga untuk membantu proses penyembuhan gila belanja. Kedua, tidak menggunakan kartu kredit, menjalani terapi dengan hobi atau kesenangan yang baru sehingga hasrat belanja tidak terfikirkan.

Ketiga, memutus akses seperti tabloid, unsubscribe bulletin toko online, atau bisa juga memblokir situs langganan belanja. Keempat, menghapus semua aplikasi terkait belanja yang terpasang di ponsel maupun tablet. Terakhir, untuk membatasi anak remaja dalam hal ini pihak sekolah membuat peraturan mengenai hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku konsumtif seperti pembatasan gadget.

Penulis : Nafik’ah Yunari
Mahasiswa Magister Bidang KeahlianTelematika CIO Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved